16: Titik Terang

14 8 0
                                    

"Kami turut berdukacita, ya, sobat!" Lynn Queen menyampaikan rasa belasungkawanya terhadap keluarga Kerajaan Es. Ia dan Kael disambut baik di sana.

"Padahal, baru beberapa hari yang lalu kami melihatnya. Banyak pemberontak yang mulai bertindak di luar kendali sekarang," Lynn melanjutkan.

"Begitulah hidup, Ratu Lynn, tidak ada yang tahu itu," balas Robert.

"Ayah dan ibu juga menyampaikan rasa sedih mereka atas kejadian yang menimpa pangeran Asher, Yang Mulia," ucap Abner menyampaikan maksud dan tujuannya ke istana Negeri Es. Robert mengangguk tanda mengiyakan.

Sementara itu, Ryan mengunci diri di kamarnya. Ia telah memeriksa kembali kandang kuda tersebut dan mencoba mencari kebenaran. Namun, semuanya terlihat sangat samar. Ia masih belum menemukan titik terang mengenai kepastian surat tersebut.

Aurora tiba-tiba masuk tanpa minta izin. Ia berlari mendekati Ryan, dan duduk di sampingnya. Ryan hanya diam melihat Aurora.

"Ryan, kau harus semangat! Jangan bersedih begini!" Aurora menggenggam tangan pangeran itu.

"Kalau kau sedih, aku juga sedih. Aku tahu, ini semua pasti sangat sulit kau terima. Aku pun begitu. Tetapi," Aurora tiba-tiba menghentikan kata-katanya.

Ryan tersenyum dan membalas genggaman tangan Aurora. "Aku tidak bersedih. Sama sekali tidak!"

Aurora menatap Ryan dengan bingung. "Jadi, kau benar-benar tidak bersedih? Atau kau hanya menyembunyikan perasaanmu itu di hadapanku?"

Ryan menggeleng. "Aku benar-benar tidak bersedih, Rora. Aku yakin, bahwa kakak masih hidup sekarang. Namun, aku tidak tahu di mana ia berada."

"Apa maksudmu?" Aurora terus bingung menanggapi kata-kata Ryan.

"Kakakku, dia orang yang hebat dan tak mungkin kalah secepat itu. Aku berpikir bahwa ada sebuah kebohongan di sini. Ada sebuah hal yang sepertinya sengaja direncanakan. Kak Asher belum tiada! Aku harus mencari bukti bahwa dugaanku benar."

"Jika kau berpikir seperti itu, jika kau berpikir pangeran Asher masih hidup, maka aku akan mempercayainya! Aku akan mendukungmu!" Aurora berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Ryan.

"Namun, sekarang mari kita keluar. Jangan mengunci diri seperti ini. Aku akan meminta bantuan kakakku agar dia membantu kita berdua," lanjut Aurora yang tiba-tiba bersemangat.

Ryan menganggukkan kepalanya. Ia meraih uluran tangan Aurora dan berdiri. "Terima kasih sudah peduli dan mendukungku, Rora. Namun, aku rasa sekarang tidak ada yang perlu kita lakukan. Jadi, jangan merepotkan Kak Abner."

"Tetapi, Kak Abner bisa," Aurora menyela.

"Tidak perlu, Rora! Aku sudah mencari tahu beberapa hal. Aku sekarang hanya butuh sedikit bukti kecil lagi." Ryan menyahut dengan cepat.

"Apa, apa maksudnya? Kau ini membuatku bingung, Ryan!"

***

Lynn mencoba menemani Arella, teman bangsawannya itu untuk memenangkan diri. Sementara itu, Robert hanya duduk diam di singgasana kebesarannya. Pikirannya telah kacau akan banyak hal saat ini. Penghuni istana kini sibuk menyiapkan upacara terakhir untuk Pangeran Asher.

Sementara itu, Kael menemui Abner yang tengah duduk di taman memperhatikan para pelayan bekerja menyiapkan upacara. Abner menoleh ke arah Kael dan tersenyum.

"Yang Mulia Pangeran Negeri Api, namaku Kael. Bolehkah aku berbicara padamu sebentar?"

"Oh, tentu, tentu saja! Silakan, Kael." Abner mempersilahkan.

"Sebelumnya, aku belum pernah bertemu Yang Mulia secara langsung. Rupanya, Yang Mulia setampan yang diceritakan Putri Clara."

"Clara?" Abner terlihat kaget.

Element [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang