10: Konspirasi Tersembunyi

14 8 0
                                    

Lucy mencoba membantu Asher untuk duduk. Ia menatap Asher yang masih kesakitan. Asher duduk, lalu menatap Lucy.

"Dengarkan aku. Kau masih belum pulih, dan seharusnya kau tidak boleh duduk. Karena kau memaksa, aku harus bagaimana," kata Lucy pada Asher.

"Ah, terserah! Bodoh, aku ingin pulang." Asher berusaha bangkit, tetapi ia jatuh lemas sesaat kemudian.

"Heh, kau ini keras kepala, ya! Jangan banyak bergerak!" Lucy membantu Asher, tetapi Asher mendorong Lucy.

"Kau, kau yang membuatku jadi begini! Hah," Asher menatap Lucy dengan tatapan tajam.

Lucy tak mempedulikan tatapan itu. Ia terus membujuk Asher agar tetap tenang dan tidak banyak bergerak.

"Aku yang salah. Namun, itu bukan kesengajaan!" Lucy memberikan semangkuk cairan obat pada Asher.

Asher yang dari tadi terus terbatuk, meraih mangkuk obat tersebut. Ia meminum ramuan buatan Lucy. Sesaat ia terdiam.

"Aku memaafkanmu," ucap Asher tiba-tiba.

Lucy terkejut. Dia menatap wajah Asher yang terlihat menatap kosong ke arah mangkuk. "Kau, kau serius?"

Asher mengangguk cepat. "Ya, sebagai balasannya, kau harus membiarkanku pergi dari sini."

Lucy spontan menggeleng. "Tidak! Jangan kemana-mana sebelum lukamu kering. Kau kehilangan banyak darah, dan di sini aku akan mengobati kamu sampai pulih."

Asher menatap Lucy. Lalu ia bertanya, "siapa namamu?"

Lucy dengan agak bingung menjawab. "Lucy, namaku Lucy. Kenapa kau tiba-tiba menanyakannya?"

Asher menyeringai kecil, lalu berbaring. "Kau tidak perlu tahu," ucapnya sambil menutup mata.

"Baiklah! Eh namamu, siapa?" Tanya Lucy pada Asher. Namun, kali ini Asher diam tak menjawab.

Lucy tersenyum dan tertawa kemudian. "Kau ini aneh sekali. Istirahatlah! Itu akan membantumu cepat pulih."

***

Ryan yang sampai di istana langsung menemui ayahnya di kamar. Namun, sang ayah ternyata belum pulang ke istana. Ryan kemudian menemui sang ibu yang tengah duduk di taman kerajaan.

"Ibu, ini kabar buruk. Aku tak tahu pasti ini buruk atau baik, tetapi hati ini merasa kakak Asher dalam bahaya."

Arella memandang wajah Ryan. "Apa maksudmu, Nak? Ada apa? Apakah kakakmu telah ditemukan?"

"Belum, Bunda. Belum!" Ryan duduk di samping ibunya. Dia terlihat tak bisa mengatur napasnya. Ratu Negeri Es tersebut mencoba menenangkan putra bungsunya itu.

"Tenangkan dirimu dulu, Ryan, anakku. Lalu katakanlah semuanya dengan pelan!"

Ryan mencoba untuk tenang, lalu berkata, "kak Asher sepertinya telah hanyut di sungai."

Arella terkejut dengan perkataan Ryan barusan. Ia tertawa kecil lalu mencubit putranya itu.

"Kau tidak salah? Kakakmu itu hebat dalam beberapa hal. Untuk sebuah sungai, itu bukan hal besar baginya. Kau pasti bercanda."

Ryan mengangguk. "Aku tahu itu. Kakak luar biasa dalam segala hal, tetapi ini benar-benar membuatku bingung. Aku dan pasukan lain menemukan kuda putih kak Asher di pinggiran sungai. Bunda tahu sungai itu? Sungai dekat hutan lebat, di mana hutan itu kita bisa lihat dari jendela kamar kak Asher."

"Yang aku takutkan adalah, mungkin saja kak Asher masuk ke dalam hutan lebat itu. Setahuku, saat ayah bercerita, hutan itu sangat berbahaya," lanjut Ryan dengan tatapan cemas.

Element [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang