15: Kabar Palsu

14 8 0
                                    

Keesokan harinya, hal gempar mengejutkan seluruh penghuni istana Kerajaan Es. Sebuah kabar besar disampaikan kepada Robert King oleh seorang penjaga kandang kuda. Kabar tersebut adalah, kepala kuda pribadi Asher telah dipenggal oleh seseorang.

Robert cukup terkejut mendengar hal tersebut. Kejadian seperti itu belum pernah terjadi dalam sejarah kerajaan selama ini. Robert dan Ryan segera menuju ke kandang kuda untuk mengecek secara langsung.

Mereka melihat ada banyak prajurit di sana, juga kuda Asher yang telah dipenggal kepalanya. Seorang pengawal mendekat ke arah Robert dan memberikan sebuah gulungan kertas padanya.

"Yang Mulia, saat beberapa penjaga kuda kerajaan memulai tugasnya pagi ini, mereka menemukan kuda pangeran Asher telah dipenggal kepalanya. Kami melihat banyak darah di kandangnya, tetapi tak ada satupun bukti untuk mengungkapkan pelaku kejahatan ini. Namun, kami menemukan gulungan kertas ini di samping kepala kuda tersebut," ucap pengawal sambil menyerahkan gulungan kertas tersebut.

Robert kebingungan dan segera membuka gulungan kertas tersebut. Ia membaca tulisan di kertas yang telah dibasahi darah itu. Robert benar-benar tertegun membaca kalimat-kalimat mengerikan di dalam kertas tersebut.

"Ayah, ayah, apa yang tertulis di sana? Ada apa?" Ryan penasaran melihat Robert hanya terdiam menggelengkan kepalanya.

"Ini tidak mungkin," Robert menjatuhkan kertas tersebut. Tangannya berkeringat dingin.

"Apa kalian yakin menemukan kertas ini di sini? Jawab dengan jujur!" Robert membentak para pengawalnya.

Ryan segera memungut kertas tersebut. Ia benar-benar ingin tahu isinya dan mulai membaca.


Seperti kepala kuda yang telah dipenggal, begitu pula kepala pangeran Asher telah kami penggal.

Kalian tidak akan pernah tahu siapa kami. Kami akan menghabisi satu persatu penerus kerajaan ini.

Kami turut bersedih.


Ryan terkejut setelah selesai membaca surat itu. Ia menatap ayahnya yang pergi dari sana.


"Tidak mungkin, anakku Asher," batin Robert dengan penuh kesedihan. "Jadi, benar-benar ada pemberontak di negeri ini!" lanjutnya.

"Suamiku!" Arella segera menemui suaminya yang tengah pucat. "Ada apa suamiku? Apa yang terjadi? Katakan padaku!"

Robert menatap wajah istrinya. Matanya mulai memperlihatkan sedikit kepedihan. "Anakkku, anak kita ..."

"Ada apa, suamiku? Katakan padaku! Katakan!" Arella terlihat kebingungan.

"Ini semua tidak mungkin!" Robert memeluk istrinya dan perlahan memperlihatkan tangisan pilunya.

"Mereka mengatakan bahwa dia telah dihabisi. Asher, anakku, ini semua tidak mungkin," Robert terus mengeluarkan air mata kepedihan tersebut.

Arella membalas pelukan suaminya tersebut dan juga mulai menangis. "Katakan padaku! Apa yang terjadi? Ada apa dengan Asher? Katakan padaku! Jangan membuatku bingung!"

"Arella, Asher tidak mungkin mati, kan? Itu tidak mungkin, kan?" Robert bertanya dengan isak tangis.

"Apa? Apa maksudmu?" Arella terkejut.

Sementara itu Ryan sedang bimbang. Matanya mulai meneteskan air mata, tetapi ia tak menangis. Ia menatap kepala kuda tersebut dan mendekatinya. Ia menatap gulungan kertas tersebut dan memperhatikan tulisan di dalamnya.

"Ini tidak mungkin. Ini sangat tidak mungkin!" Ryan menatap sekeliling kandang itu.

"Ada yang aneh di sini. Ada yang mencurigakan di sini," ujarnya sambil kembali memperhatikan tulisan tersebut.

"Kakakku, dia sangat hebat. Dia tak mungkin bisa dikalahkan semudah itu. Ada sesuatu yang janggal di sini." Ryan menghapus air matanya.

***

Beberapa jam merasa bimbang dan ragu, Robert masih berpikir mengenai Asher. Matanya terlihat merah karena menangis. Robert menoleh ke arah istrinya yang masih menangis. Ia juga menatap ke arah putra bungsunya, Ryan, yang duduk di samping Arella.

"Sudah cukup! Jika memang itu mau mereka!" Robert berdiri.

"Pengawal! Kabarkan kepada seluruh rakyat di negeri ini bahwa Pangeran Asher telah tiada. Kabarkan pada mereka, bahwa Pangeran Asher sudah dihabisi oleh pemberontak. Dan, satu lagi, kabarkan pada seluruh rakyat bahwa hari penobatan Ryan sebagai putra mahkota dilaksanakan tiga hari lagi!"

"Apa?!" Ryan dan Arella terkejut. Mereka berdua menatap Robert secara bersamaan.

"Apa maksudnya semua itu ayah?" Ryan menentang.

"Kakak belum tiada! Jangan terburu-buru mengambil keputusan!" Ryan berdiri dan mendekati ke arah ayahnya.

Sang Raja memberi isyarat agar Ryan tidak melawan dan menentang. "Ini keputusanku, dan tidak ada yang bisa mencabut perintah raja!"

Keputusan besar ayahnya itu tidak diterima oleh Ryan. Seluruh isi istana juga terdiam mendengar keputusan Robert King yang benar-benar sangat cepat disampaikan.

"Tunggu apa lagi!" Robert meneriaki pengawalnya. "Laksanakan tugasmu! Ini perintah!"

Pengawal membungkuk dan mengiyakan perintah raja. Mereka segera keluar dari ruangan kebesaran raja dan melaksanakan perintah terbaru rajanya.

"Dengan ini, aku ingin lihat bagaimana tindakan pemberontak itu selanjutnya," ucap Robert dengan suara kecil. Ia meninggalkan ruangan tersebut dan meninggalkan orang-orang yang ada di sana.

"Ayah benar-benar kehilangan akal sekarang," kata Ryan sambil menatap seluruh orang yang ada di ruangan.

Arella terisak dan menatap Ryan. "Mereka telah merebut putraku yang satu, dan ibu tidak ingin kau juga begitu!"

Ryan menggeleng dan segera memeluk ibunya. "Ibu tak kehilangan apapun. Kak Asher sebenarnya masih hidup, dan aku percaya itu! Ibu juga tak akan kehilangan aku, aku berjanji!"

"Ini sudah dimulai. Sekarang waktunya bagimu untuk mendapatkan hakmu, Ryan," Arella membatin di tengah tangisnya. Tak ada yang tahu apa dan maksud Arella sekarang.

***

Kabar bahwa meninggalnya Asher tersebar dengan cepat di seluruh penjuru negeri. Para rakyat yang mendengar kabar itu memberikan respon yang cukup berbeda. Ada pihak yang sedih karena meninggalnya Pangeran Asher, dan ada pihak yang senang karena dikabarkan bahwa Pangeran Ryan akan menjadi putra mahkota kerajaan.

Kedua kabar berbeda itu juga telah sampai di kerajaan tetangga, yakni Kerajaan Api dan Kerajaan Air. Kabar tersebut cukup mengejutkan pemimpin-pemimpin kerajaan tersebut. Mereka mengirimkan utusan untuk menyampaikan belasungkawa mereka kepada keluarga besar Kerajaan Es.

Yuan King mengutus perdana menterinya dan Kael untuk pergi ke Istana Negeri Es. Namun, kondisi perdana menteri yang sangat tidak mendukung karena faktor usia membuat Kael harus pergi sendiri. Clara tidak bisa ikut mengingat dia dan ayahnya punya banyak tugas kerajaan yang harus ditangani. Akan tetapi, Ratu Lynn memutuskan untuk ikut bersama Kael ke kerajaan es.

Sementara itu, Drake mengutus putranya, Abner untuk menyampaikan rasa turut berdukacita. Aurora ikut dengan kakaknya karena ia merasa Ryan sekarang pasti butuh teman. Di sisi lain, kabar kematian Asher membuat Aurora putus asa. Hatinya sangat-sangat tak menerima kabar buruk itu, karena ia mencintai Pangeran Asher.

"Sampaikan kata-kata penghiburan ibu kepada Ibunda Ratu Arella di sana, ya?" Cyra menyampaikan pesan tersebut kepada Aurora. Aurora membalasnya dengan anggukan pelan.

***

Sementara itu, upacara atas kematian Asher telah disiapkan oleh penghuni istana. Ryan tak mempedulikan keadaan seluruh istana sekarang. Ia berdiam diri di kamarnya dan mencoba memperhatikan tulisan yang ada di surat sebelumnya. Ryan juga mencoba mengingat-ingat kondisi kepala kuda yang sebelumnya dipenggal oleh seseorang tak dikenal.

Pangeran bungsu Negeri Es tersebut akhirnya mengerti akan suatu hal.

"Sudah kuduga!" Ia lalu berucap sambil keluar dari kamarnya.






T. B. C.

Element [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang