20: Keputusan

10 6 0
                                    

Kael mengintip pembicaraan Abner dan Clara. Yuan King telah mempersilakan Abner untuk berbincang dengan Clara di salah satu ruangan yang dikhususkan untuk berbicara secara pribadi. Kael menunggu di depan ruangan berharap pembicaraan berjalan dengan lancar.

***

Lucy sedang memandangi kamarnya yang luas sedang dirapikan oleh beberapa pelayan. Ia tersenyum senang menatap setiap sudut ruangan yang benar-benar indah.

"Permisi, aku akan membantu merapikan yang ini!" Lucy segera mendekat ke arah pelayan yang tengah merapikan ranjang untuk tempat tidurnya.

Asher mencegat Lucy, dan menggeleng. "Biarkan mereka mengerjakannya!"

Lucy berhenti dan segera mengikuti kata-kata Asher. "Tapi, Asher, kamar seluas ini? Ah, aku mending tidur di luar. Aku tak terbiasa dengan kamar seluas ini."

"Tidur di sini! Ini perintah!" Asher lalu pergi dari sana.

"Eh? Kamu mau kemana? Aku ingin ikut!" Lucy berlari ke luar kamar.

"Tetap di dalam kamarmu! Saat makan siang nanti, aku akan menghampirimu," ujar Asher sambil berlalu begitu saja.

Lucy kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia memperhatikan setiap ukiran yang sangat mengagumkan di dinding ruangan tersebut. Ia juga menatap pelayan-pelayan yang hampir selesai berberes.

"Apa Asher benar-benar seorang pangeran?" tanya Lucy pada seorang pelayan.

"Iya, Tuan. Pangeran Asher adalah anak dari Yang Mulia Raja di sini," jawab si pelayan.

"Raja? Raja itu seseorang yang memerintah, kan?" tanya Lucy lagi.

Pelayan tersebut mengangguk sebagai balasan. Lucy mulai paham bahwa temannya, Asher, memiliki kekuasaan yang cukup besar karena ayahnya adalah seorang raja.

"Jadi, itu sebabnya Asher ingin cepat-cepat pulang saat itu. Ternyata dia lebih ingin tinggal di sini. Di sini lebih indah dibanding rumahku di hutan," batin Lucy.

***

"Lusa, aku ingin mengadakan upacara penobatan Asher sebagai putra mahkota," ucap Raja Robert memberi keputusan.

Arella menggeleng seketika. "Apa maksudmu? Bukannya kemarin kau mengumumkan bahwa Ryan akan jadi putra mahkota?"

"Saat itu, Asher tidak ada. Sekarang dia sudah kembali. Jadi, aku memutuskan untuk tetap pada keputusan awalku, yaitu untuk menjadikan Asher sebagai penerusku!" Robert mempertegas kata-katanya pada Arella.

"Kau bodoh, Robert! Bodoh!" Arella segera pergi dari sana. Ia tak sengaja berpapasan dengan Ryan yang sedang mengintip pembicaraan mereka.

"Ryan?" Arella terkejut.

Ryan tiba-tiba langsung menarik tangan ibunya dan membawanya ke sebuah tempat yang sepi.

"Ibu, ibu jangan mempedulikan mengenai siapa penerus kursi kerajaan!" Ryan berucap membujuk ibunya.

"Ryan, ayahmu membatalkan kata-katanya kemarin, dia tak akan menjadikan kau putra mahkota!"

"Aku tak peduli dengan itu, Ibu!" Ryan langsung menjawab.

"Kau tak peduli? Kau sungguh tak peduli? Katakan, kau pasti sedang kecewa, kan? Katakan! Jawab dengan jujur!" Arella menangis.

"Ibumu ini tak akan pernah bisa membantumu mendapatkan hakmu, anakku," lanjut Arella dengan tangisannya.

"Aku tak kecewa! Sama sekali tak kecewa, ibu!" Ryan segera memeluk ibunya.

"Aku hanya ingin ibu tak mendapat masalah! Ibu yang telah membuat kabar palsu tentang kematian Kak Asher, dan sekarang Kak Asher sudah kembali. Bagaimana jika ayah memperdalam masalah ini, dan menyuruh orang untuk mencari tahu siapa pelakunya, ibu pasti dalam bahaya! Ibu pasti dihukum, dan aku tak ingin itu terjadi!"

"Sekarang, intinya, aku tak menginginkan apapun selain ibu selalu bahagia. Jangan pedulikan kebahagiaanku, jangan pedulikan! Aku bisa mencari kebahagiaan sendiri!"

***

Sore harinya, Lucy bertemu dengan Aurora. Keduanya berbincang sejenak.

"Aku ini temannya Pangeran Ryan. Aku juga Putri dari Kerajaan Api," Aurora memberitahu.

"Putri?" Lucy bertanya.

"Iya, aku anak dari Raja Negeri Api," jawab Aurora.

"Oh, jadi siapapun yang memakai perhiasan kepala adalah keluarga bangsawan, ya?" tanya Lucy lagi.

"Maksudnya?" tanya Aurora lagi.

"Aku perhatikan, Asher dan adiknya memakai sesuatu yang berkilau di atas kepalanya. Raja dan Ratu juga begitu, kamu juga," jawab Lucy.

"Oh, yang ini?" Aurora menyentuh mahkota yang ada di kepalanya.

"Ini adalah mahkota. Kau benar, orang yang memakai ini adalah bangsawan," lanjut Aurora lagi.

Keduanya terdiam sejenak. Tidak ada topik pembicaraan lagi. Namun, akhirnya Lucy bertanya lagi. "Ngomong-ngomong, apa aku bisa menjadi temanmu?"

"Oh, tentu. Tentu saja!" Aurora membalas dengan cepat.
"Namun, aku ingin bertanya." Aurora melanjutkan.

"Apa itu?"

"Bagaimana caramu berteman dengan Pangeran Asher? Bagaimana? Pangeran Asher selama ini dikenal sebagai orang yang tak pernah memiliki teman. Kalian bertemu di mana?"

"Ah, kamu tidak perlu tahu di mana kami bertemu. Aku menjadi temannya, karena aku memintanya untuk berteman." Lucy menjawab.

"Serius? Secepat dan semudah itu?" tanya Aurora lagi.

Lucy mengangguk sambil menatap Aurora. "Iya!"

"Apa aku juga bisa menjadi temannya?" tanya Aurora lagi.

Lucy segera menjawab. "Bisa! Kamu tinggal minta dia untuk berteman. Dia pasti mau!"

"Aku tidak begitu yakin," ucap Aurora sambil menunduk.

***

Sudah saatnya bagi Abner untuk pulang. Ia berpamitan dengan Yuan dan Ling sebelum pergi. Ia tersenyum ke arah Clara sebelum menunggangi kudanya.

"Bagaimana, Nak? Apa saja yang kalian bicarakan?" tanya Lynn pada putrinya.

Clara menatap ibu dan ayahnya, lalu menggeleng. "Aku tak bisa menceritakannya sekarang!"

Ia berlalu pergi dari sana, dan bertemu dengan Kael yang dari tadi menunggu Clara selesai berbincang dengan Abner. Kael tersenyum dan menghampiri Clara.

"Bagaimana, Tuan Putri? Apa saja yang kalian bicarakan?" Kael merangkul temannya itu.

"Kael, aku benar-benar tidak bisa menjawabnya tadi! Dia menyatakan perasaannya padaku, secara terus terang! Aku benar-benar panik, dan tak tahu menjawab apapun," ucap Clara.

"Hah? Dia menyatakan perasaannya padamu? Serius? Kau serius? Dia bilang apa tadi? Katakan, aku penasaran!" Kael terlihat bersemangat.

"Kau tidak perlu tahu apa yang dia katakan, aku benar-benar sangat tidak bisa membayangkannya!" Clara tiba-tiba tersipu malu.

"Ah, laku kau jawab apa padanya?" Kael bertanya lagi.

"Aku tak menjawabnya! Aku tak menjawab apapun! Itulah bodohnya aku! Padahal aku juga memiliki perasaan padanya! Aku, aku ... aku kacau tadi!"

"Hah? Kau tak menjawab? Lalu, bagaimana dengan hubungan kalian? Bagaimana, hah?" Raut wajah Kael berubah menjadi terlihat kecewa.

"Tenang, Kael! Tenang! Dia memberiku waktu selama seminggu untuk memikirkan semua ini! Aku akan bertemu dengannya setelah seminggu kemudian. Aku dan dia akan bertemu di perbatasan kerajaan," ucap Clara yang membuat Kael terkejut.

"Kalau begitu, kirimkan saja surat kepadanya, bahwa kau menerimanya! Jangan menunggu sampai seminggu! Atau aku akan mengatakannya langsung pada Abner. Besok, aku akan ke Kerajaan Api!"

"Jangan, Kael! Kita akan menjawabnya setelah satu minggu! Tidak apa-apa! Aku akan mencoba mengujinya, apakah dia bersabar menunggu jawaban, atau tidak sama sekali."




T. B. C.

Element [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang