EXTRA EGG

432 178 39
                                    

"Di saat lo berniat meninggalkan tempat yang lama, lo bener-bener harus siap melepaskan semua kenangan lama di tempat itu, se..mu..aa..nya!"

***

Jam 07:10 malam, Mala sudah berdiri di depan parkiran motor. Tyo masih terus membujuknya agar Mala mau pulang dengannya.

"Aku traktir es krim, deh. Kamu masih suka es krim cokelat, kan?" bujuk Tyo sambil memegang helm berwarna hitam itu.

"Gue suka semua rasa, kok. Yang penting aaaissh ckrriiim.. ," jawab Mala memajukan bibir merah mudanya. Tyo hanya tertawa kecil.

"Bocah ... bocah ... , ingat umur!" seru Tyo.

"Sorry, i'm still young and happy!" balas Mala dengan wajah yang dipenuhi senyuman indah.

"Tumben banget, cengengesan. Lagi seneng kamu, yo?"

"Menurut lo?! Udah sana, balik!" Seketika senyuman itu memudar dari wajah Mala

"Terus kamu muleh karo sopo?"

"TENT!! TENT!!" bunyi klakson motor berwarna merah muda itu. Gadis berambut panjang dengan helm merah muda itu, tersenyum lebar terlihat dari depan gerbang.

"Sama cewek gue! BYE!!" seru Mala lalu melompat kecil menghampiri Maya.

"Sorry ya, Mas. Kak Mala gue booking dulu malam ini!" teriak Maya dari motornya.

"Hati-hati!" seru Tyo. Mala segera menaiki motor skuter itu.

Tanpa rasa kesal Tyo menuju motor yang sudah menemaninya selama 8 tahun itu. Pria itu masih selalu sabar menghadapi sifat Mala yang seperti roller coaster. Abdul dan Arif menonton adegan tadi dari balik dinding kaca kantin. Mereka masih memilih untuk duduk di meja baru Mala itu.

"Menurut lo, hubungan Mala sama Tyo sejauh apa, ya?" tanya Arif dengan suara pelan. Semangatnya tiba-tiba runtuh.

"Jangan tanya gue, tanya aja langsung sama Kak Mala." Balas Abdul tenang.

"Lo niat bantuin gue nggak, sih?!" seru Arif langsung menaikkan nada suara sambil mengerutkan alisnya.

"Kalau urusan perasaan, itu bukan ranah gue, Mas. Itu urusan lo. Ya, lo harus atasi sendiri." Abdul masih membalas dengan tenang.

"Gaji lo, mau gue potong?" tanya Arif mulai tenang ditambah senyuman sinis.

"Gue di sini sebagai adek lo, bukan sebagai asisten lo," jawab Abdul mulai serius.

"Kalau lo masih ngerasa nggak yakin, seperti kata Maya lo lebih baik mundur." Tambah Abdul memasang wajah penuh pemikiran.

Mendengar kalimat itu, Arif berpikir sejenak. Terlintas setiap ekspresi wajah Mala. Saat pertama kali dia menemukan wajah berseri itu di parkiran 3 tahun lalu. Perempuan berkemeja putih dengan rok hitam. Berharap bisa melalui tes pertama. Tanpa rasa gusar, perempuan itu duduk bersama calon karyawan lain di depan pintu masuk utama. Sekali lagi Arif melihat wajah itu dari dekat saat akan memasuki pintu utama.

Dia mendengar debaran jantungnya sendiri untuk pertama kali dalam hidupnya. Tanpa sadar dia tersenyum kecil. Kumala Putri Nadira. Nama yang tertulis di berkas lamaran perempuan berhidung mancung itu. Arif kembali tersenyum. Saat memeriksa semua hasil tes, nilai Mala di atas rata-rata. Tentu saja hal itu menambah kekaguman sel-sel yang ada di kepala Arif. Meski begitu, setelah hari-hari berlalu, Arif masih berusaha menekan perasaannya. Hingga saat ini, rasa di dalam dadanya hampir meledak.

"Gue masih takut," ucap Arif pelan.

"Lo takut nggak bisa ngebahagiain Kak Mala? Atau, lo takut, lo yang nggak bakal bisa bahagia? Meskipun sudah bersama Kak Mala?" balas Abdul. Pertanyaan Anda seperti jump scare dalam film horor yang Mala tonton. Membuat jantungnya hampir terjatuh. Tatapan Abdul menjadi anak panah yang segera menancap dadanya.

"Lo liat meja keramat itu? Dia selalu sendirian di sana, rasa capek, sedih dan kecewa, dia tarok di meja itu. Supaya dia tetap bisa tersenyum, ya walaupun tipis-tipis. Lo tau sendiri di perusahaan sebelumnya dia selalu diremehin bahkan difitnah. Sekarang, dia karyawan terbaik di perusahaan ini. Kenapa?" tambah Abdul lagi.

"Karena dia selalu berusaha, nggak meminta bantuan siapa pun untuk melakukan itu. Membuang luka lamanya sambil berjalan mengikuti arus takdir." Abdul masih panjang lebar meluruskan pikiran Arif yang selalu meragu.

"Meja keramat itu udah ditinggalkan Kak Mala. Hari ini, dia pindah ke sini. Meja baru ini, siapa yang manusia pertama yang duduk di sini? Lo!!" ucap Abdul menunjuk meja yang sedang di hadapan mereka lalu menunjuk hidung Arif.

"Lo tahu banyak soal Mala." Arif mulai menggerutu.

"Sebagai sahabat, gue harus simpan rahasianya baik-baik. Sebagai adek lo, gue harus selalu mendukung lo, gue nggak mau berpihak sama siapapun. Harusnya lo tahu, apa yang harus lo lakuin setelah ini." Abdul menegaskan kembali kalimatnya untuk membuka pikiran Arif lebar-lebar yang hanya terbuka sedikit demi sedikit selama ini.

Setelah mendapat penjelasan panjang-lebar dari adik satu-satunya itu, Arif mulai gusar. Tiba-tiba saja bayangan kecelakaan 17 tahun lalu terlintas di kepalanya. Masih teringat jelas, mobil yang dikendarai Ayah waktu itu terguling ke jurang. Ayah, Mama dan Arif yang masih 12 tahun, berlumur darah. Kecelakaan itu merenggut kedua orangtuanya sekaligus.

Arif sendiri tidak menyangka, Tuhan masih memberinya nyawa hingga saat ini. Kehilangan saat itu bagai pil paling pahit yang harus Arif paksa untuk ditelan. Menyesakkan. Rasa sakit itu masih terasa di lubuk hatinya. Sakit itu, membuatnya begitu takut untuk kehilangan sekali lagi. Tiba-tiba saja sakit itu muncul ke permukaan. Menyulitkannya menyingkirkan rasa takut itu.

********

Mala memasak mi tiaw goreng plus telur dadar sesuai request Maya. Sambil menyajikan makanan kesukaan Maya nomor 3 itu, Mala masih menatap ponsel yang belum berbunyi. Biasanya, Arif mengiriminya pesan lewat WhatsApp. Padahal, hatinya sedang berbunga karena pertemuan sore tadi. Bunga-bunga itu, mulai layu dalam sekejap.

“Lo udah baikan sama, Mas Tyo?” tanya Maya.

“Udah.” Mala kembali menatap ponsel.

“Nggak heran gue! Emang dasar lo kayak roller coaster!” Seketika Maya menyambar dengan nada tinggi.

“Banyak, kan, telurnya! Spesial buat lo.”

“Nggak usah mengalihkan topik pembicaraan, ya!”

"Lo liat sendiri wajahnya, melasin," Mala membalas dengan tenang.

"Semua orang itu baik, tergantung orangnya mau milih tetap jadi orang baik atau meneruskan napsunya untuk berbuat  jahat." Maya memperagakan saat Mala mengucapkan kalimat itu dahulu. Saat Maya ditinggalkan dua teman baiknya sejak tahu Maya bukan anak orang kaya seperti pikiran mereka.

"Lagian emang dia nggak salah, kok." Mala merendahkan suaranya.

"Dia ninggalin lo, disaat lo susah. Sementara lo selalu ada buat dia, Kak." Maya berusaha menyadarkan Mala.

"Itu hak dia, gue aja yang baper dan membuat dia terlihat bersalah, padahal gue yang nggak bisa menerima kenyataan kalau gue nggak berarti apa-apa," balas Mala membuat Maya

"Isssh. STOP!" geram Maya.

"Lo berharga. Cuma orang bodoh menyia-nyiakan lo. Dan sekarang mereka diselimuti rasa penyesalan. Jangan sampek lo maafin, mantan lo itu, ya! Dasar labil!" gerutu Maya.

"Di saat lo berniat meninggalkan tempat yang lama, lo bener-bener harus siap melepaskan semua kenangan lama di tempat itu, se..mu..aa..nya!"

"Ini mi masakan lo extra telur, gue bales extra ocehan, passss kan!!"

"AAAAAH, Thank you!!" Mala terharu dengan ocehan Maya yang tiba-tiba menjada wanita dewasa malam ini. Mala merasa tenang saat Maya menggenggam tangannya. Adik tidak sedarahnya itu. Ponsel Mala akhirnya berdering dan mendapatkan pesan dari Arif.

"Ciyeeh .. ciyeeh .. ," goda Maya. Mala langsung berlari bersama ponsel berwarna biru itu menuju kamarnya dengan wajah merah merona.

***

TERIMA KASIH RAANGERS, SUDAH MEMBACA EPISODE INI, PANTAU TERUS YAA✌️

Jika berkenan mohon kritik dan saran membangun ☺️ ambil sisi positif dan buang negatifnya ya😂 semoga kalian terhibur membaca kisah ini.

Follow akun penulis Storial/ Ig/ Twitter @raakrtk ✌️

DINNER [AGT '22| TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang