"Aku nggak seperti mereka, Mas. Aku nggak pernah meninggalkan kamu atau membuat kamu meninggalkan orang yang kamu sayang hanya demi aku,"
***
2013
Perempuan berambut panjang terurai itu akhirnya datang ke tempat pertemuan yang dia janjikan. Sebuah taman, simpang jalan menuju SMA Negeri 213. Tyo sudah menunggunya sejak 40 menit yang lalu.
"Kita mangan nek warung bakso mas Joni ae, yo?" ajak Tyo saat gadis berlesung pipi itu menghampiri.
"Ora usah, Mas. Langsung ae."
"Maksud e?" tanya Tyo mengerutkan dahinya yang lebar. Mereka duduk di kursi panjang di dekat pohon mangga. Dahan yang besar dengan dedaunan yang ramai menutupi matahari di atas kepala mereka.
"Maaf banget, Mas. Aku wis memutuskan, melu ae opo sing Abi minta," kata perempuan bertuliskan Pratiwi Purnomo diseragam putihnya. Tyo belum menyahut. Dia masih menatap mata gadis itu. Kepalanya terbayang ucapan Rangga salah satu teman sekelas Tiwi.
"Jenenge cah lanang iku, Darwin. Anak e Kepala Sekolah Dharmawangsa. Ndak sekali Boy, aku liat mereka dolanan bareng. Suwer tekewer-kewer." Ucapan sahabatnya itu tidak pernah hilang dari pikirannya.
"Setelah lulus ini aku dan keluarga akan pindah ke Jogja dan kuliah di sana. Setelah itu aku akan dinikahkan dengan pilihan Abi," kata Tiwi.
"Kamu ini mau kuliah atau nikah, toh?"
"Aku juga ndak paham sama Abi, yang penting aku harus ikut semua apa yang Abi bilang," jelas Tiwi.
"Maafin aku Mas, aku ndak bisa memperjuangkan ini lagi. Makasih banyak kamu selama ini udah jadi lelaki yang baik dan selalu melindungi aku." Gadis itu menggenggam tangan Tyo erat beberapa saat, lalu dia melepaskannya lalu pergi. Tyo memilih pergi ke arah sebaliknya. Dia tidak ingin melihat wajah perempuan yang sangat dicintainya itu. Wajah Tyo tertunduk. Sementara Tiwi juga sama sekali tidak berbalik.
Hati Tyo hancur bersepai sore itu. Untuk pertama kali hatinya jatuh pada seorang gadis polos dan sederhana yang dia temui saat kelas satu SMA. Hingga waktu dengan seenaknya memisahkan mereka dengan cara yang sama sekali dia tidak siap menghadapinya. Setelah kelulusan, Tyo tidak segera berangkat ke Batam. Dia lebih memilih bermain bersama teman-temannya. Setiap malam di jalanan, gedung kosong, dari satu pantai ke pantai lain. Hanya bernyanyi, menari, tertawa dan pada akhirnya ia menangis sendiri. Hingga suatu hari pamannya berkunjung ke rumahnya dan memarahinya ketika dia pulang jam 02.00 pagi. Dalam keadaan mabuk minuman keras, Tyo hilang kesadaran dan melewati batas. Peristiwa malam itu membuatnya tidak ingin kembali lagi ke rumah. Baginya rumah sudah runtuh malam itu.
*******
Setelah menceritakan panjang lebar, kisah patah hati yang membuatnya sulit move on, Tyo tidak berharap Maya mengerti. Hanya saja, dia tidak ingin patah lagi.
"Ya udah, sekarang kita lupakan semua cerita sedihnya. Kita lanjutin lagi cuci motornya," kata Maya yang memegang selang air lalu bergegas berdiri.
"Nggak usah, May. Mas aja yang ngelanjutin,"
"Aku masak aja, ya," kata Maya lagi. Tyo mengangguk.
Dengan semangat Maya mencari bahan-bahan untuk membuat nasi goreng kampung. Meskipun, ini bukan kali pertama Maya berada di dapur, tetap saja dia cukup kesulitan mengupas bawang merah dan bawang putih. Apa lagi memotongnya. Untung saja Tyo masih sibuk mencuci motor mereka berdua. Kalau tidak, Maya sudah dicoret untuk jadi calon istri idaman. Hihi.
Mala kehabisan minuman instan di lemarinya. Termasuk kopi. Stok buah-buahan juga habis. Setelah menyelesaikan masakan di dapur yang penuh kehebohan, Maya dan Tyo menuju minimarket Alimart
"Kok, soda? Nggak ngopi, Mas?" tanya Maya saat Tyo mengambil sebotol soda berisi satu liter berwarna cokelat itu.
"Bosen, ntar makin item kayak kata kakak kamu itu," balas Tyo dan mereka tertawa kecil. Lalu, Maya memilih soda berwarna merah itu.
"Kamu suka yang merah? Apa lagi jatuh cinta?" goda Tyo. Pipi memerah merona. Pria itu langsung mengambil botol itu dari tangan Maya untuk dibawa ke kasir. Saat berbalik, langkah kakinya terhenti.
"Mas Tyo!" seru seorang wanita berhijab saat berpapasan dengan Tyo. Pria berkaos hitam yang tadinya bersemangat, seketika kedua tangannya melemah dan hampir menjatuhkan botol di kedua tangannya itu.
"Tria," balas Tyo pelan.
"Kapan kamu sampai di Batam? Maaf ya, aku nggak ngundang kamu. Kirain masih di Jawa," ucap wanita bermata kecil itu. Dia segera merangkul pria bertubuh tinggi di belakangnya.
"Udah hampir setahun," jawab Tyo.
"Oh. Ini kenalin suami aku, Mas Rey. Mas, ini teman kerja aku dulu, namanya Mas Tyo," ucap Tria. Tyo dan Rey berjabat tangan. Tyo pun memperkenalkan Maya pada Tria. Tanpa menambah basa-basi, Tyo dan Maya meninggalkan Tria.
Saat di kasir, Tyo terlihat memikirkan sesuatu. Tatapan matanya tidak jelas ke mana arahnya. Hatinya terombang-ambing, seperti sampah plastik di tengah lautan. Tersesat. Merasa hanya menjadi perusak semangat yang sudah Tyo bangun dengan sisa harapan yang ada.
"Totalnya dua puluh satu ribu, Mas," ucap kasir berseragam oranye itu. Tyo segera merogoh kantong celananya dan menyerahkan selembar uang berwarna abu-abu.
"Maaf, Mas ini aja," ucap Maya lalu mengambil uang Tyo dan memberikan uang lima puluh ribu kepada kasir yang terlihat bingung itu.
"Liat nih! DUA RIBU!! Ngelamun, sih!" seru Maya. Tyo pun tersadar dan segera merogoh kantongnya lagi. Maya segera mengambil kembalian dan menarik Tyo pergi.
Sesampainya di rumah, mereka menyiapkan hidangan nasi goreng dan es soda di pondok depan rumah Mala. Karena peraturan Mala tidak boleh mengizinkan siapa pun masuk tanpa ikatan darah. Apalagi Tyo, seorang pria. Dilarang keras. Tyo belum juga memulai menyantap masakan resep cinta Maya itu. Dia masih memandang tumpukan nasi dan telur dadar di atas piringnya. Tiba-tiba saja, Maya menggenggam tangan kirinya.
"Kamu baik-baik aja?" tanya Maya.
"May, perempuan tadi-," ucap Tyo terhenti. Dia sibuk mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan.
"Dia bukan perempuan yang kita gibahin tadi, kan?" sambar Maya.
"Aku dan Mala satu kerjaan dulu sama dia,"
ucap Tyo. Maya langsung paham."Perempuan itu, yang buat kamu ninggalin Kak Mala?" tanya Maya menaikkan alisnya. Tyo mengangguk pelan. Maya meraih tangan Tyo. Kini dia menggenggam erat kedua tangan besar lelaki itu
"Aku nggak seperti mereka, Mas. Aku nggak pernah meninggalkan kamu atau membuat kamu meninggalkan orang yang kamu sayang hanya demi aku,"
"Aku bukan dia. Kamu nggak perlu mempercayai kata-kata ini, cukup kamu lihat, aku lebih baik dari dia atau siapapun itu, orang yang pernah menyakiti kamu." Ucapan Maya, membuat hati Tyo yang baru saja tersambar petir kini perlahan menjelma penuh pelangi. Akhirnya bibir yang menghitam itu, memunculkan segaris senyuman.
"Aku tahu, May,"
"Ada banyak sisi buruk dalam diri aku yang belum kamu tahu. Tapi, aku yakin sisi baik dari diri aku bisa membuat kita lebih baik kalau kita terus bersama," jelas Maya.
"Seburuk apa pun itu, kamu adalah orang yang baik." Ucapan Tyo membuat segaris senyuman kecil di wajah Maya. Kalimat itu sama persis dengan ucapan Mala saat itu. Saat Maya ditinggalkan oleh dunia. Sendirian. Kedua manusia ini, bagai pinang terbelah dua. Dua manusia yang menjadi paling berarti untuk Maya.
☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕
TERIMA KASIH RAANGERS, SUDAH MEMBACA EPISODE INI, PANTAU TERUS YAA✌️
Jika berkenan mohon kritik dan saran membangun ☺️ ambil sisi positif dan buang negatifnya ya😂 semoga kalian terhibur membaca kisah ini.
Follow akun penulis Storial/ Ig/ Twitter @raakrtk ✌️
KAMU SEDANG MEMBACA
DINNER [AGT '22| TERBIT] ✓
RomanceIG/TIKTOK: @raakrtk SUDAH TERBIT (ORDER DI TOKO SHOPEE: PENERBIT.LOVRINZOFFICIAL) **** Batam, 02 Juli 2022 Setelah kehilangan yang melubangi hatinya, pertemuan tak terduga mengubah hari-hari Mala yang menyedihkan. Perempuan yang pertama kali dipata...