APPETIZER

375 135 16
                                    

"Hati yang tadinya begitu hangat, tiba-tiba mulai merasakan dinginnya angin malam. Sekejap saja, hati yang sudah terjatuh seketika merasakan luka."

***

Hujan sudah berhenti. Malam pun semakin larut. Arif tak ingin mengakhiri malam ini dengan seratus persen kegagalan. Dia segera meminta kunci mobil yang ada pada Abdul.

"Masih niat mau nyupir? Nggak ada cerita!" seru Abdul. Arif tak mau menghabiskan waktu dengan perdebatan yang hanya akan membuatnya semakin malu. Tangan panjangnya langsung menarik tas WB hitam di balik tubuh Abdul.

"Ssset, dah!" celetuk Abdul.

"Yuk, pulang, La." Arif sudah menggenggam kunci itu di tangannya. Mala hanya terdiam dan tak berkedip. Maya melongo menatap Arif yang masih tersenyum menatap Mala. Tyo mengerutkan alis tebalnya, menanti jawaban Mala. Sementara Abdul kehabisan kata.

"Udah jam 22:35, besok masih kerja. Ntar kamu capek." Arif mengharap jawaban Mala akan mengakhiri malam ini menjadi indah. Debaran di dadanya masih begitu terasa.

"Terus .. Abdul ..?" balas Mala sambil melirik pria dengan wajah memelas itu.

"Bisa anterin Abdul, Mas?" tanya Arif pada Tyo. Pria itu langsung mengangguk dengan senyuman terpaksa.

"Beneran nggak apa-apa, Mas?" tanya Abdul.

"Deket, kan? Lima menit juga nyampek, toh." Tyo meyakinkan Abdul.

Mereka bergegas keluar restoran. Arif tak bisa memalingkan pandangannya dari wajah Mala. Keduanya berjalan ke parkiran mobil. Abdul, Maya dan Tyo menuju parkiran motor. Tetapi, Tyo mengikuti Maya.

"Sini, kunci motor kamu, May. Biar, aku anterin."

"Loh, Abdul?" Maya sedikit bingung dengan ajakan Tyo tadi.

"Mas Abdul yang bawa motorku, katanya mau mampir ke rumah,"

"Serius?" tanya Maya sambil menyerahkan kunci itu.

"Aku ndak tega kamu pulang sendirian, udah malam begini."

Tyo segera menyalakan dan memutar balik motor Maya. Gadis itu masih tertegun melihat sosok Tyo di depannya. Ia tak bisa menahan senyuman dari bibirnya tipisnya. Udara malam setelah hujan deras tadi, mendadak hangat. Seperti segelas teh panas dengan sensasi manis di atas lidah. Setengah perjalanan, Tyo baru bersuara.

"Makasih,ya, May."

"Untuk?"

"Karena kamu udah jagain Mala selama aku nggak ada di samping dia,"

"Sebenarnya dia yang jagain aku, Mas,"

"Ya, aku ngerti. Kalian saling menjaga. Semoga saat aku nggak ada, kamu bisa terus jagain dia,"

"Sesayang itu, ya, kamu sama Kak Mala?" tanya Maya dan Tyo hanya menjawab dengan senyuman.

Hati yang tadinya begitu hangat, tiba-tiba mulai merasakan dinginnya angin malam. Sekejap saja, hati yang sudah terjatuh tentu akan merasakan luka. Bahkan Maya tidak mengerti dengan perasaannya malam ini. Sesampainya di rumah, Mala dan Arif belum sampai. Tyo nampak clingak-clinguk lampu rumah yang masih padam. Maya memahami itu.

"Yowes, aku balik dulu ya, May." Tyo memberikan kunci motor itu pada Maya.

“Tunggu, Mas. Tadi aku lihat Mas, suka sama makanan pembukanya,” ucap Maya menyodorkan sebuah bungkusan.

“Lumpia? Makasih, ya, May.” Tangan Tyo meraih sekotak lumpia.

“Sama-sama. Hati-hati ya, Mas, Dul, ucap Maya. Abdul dan Tyo pun bergegas pergi.

DINNER [AGT '22| TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang