POTATO CHIPS

275 83 5
                                    

"Nggak apa-apa, semua orang punya ketakutan. Lo nggak harus jadi berani..,"

***

Mala meletakkan kembali lunch box itu di laci mejanya. Perasaannya berantakan seperti mejanya yang bertaburan berkas yang belum dia selesaikan. Mala mencengkram kepalanya.

"No, it's not him, La." Mala membisikkan kata-kata itu di kepalanya. Dia menghela napas dalam-dalam. Melupakan apa yang baru saja terjadi. Semoga saja bayang itu segera pergi. Seperti asap telah menghilang dari secangkir kopi yang dingin di atas mejanya.

Saat istirahat makan siang, Tyo juga tidak menampakkan wajahnya. Dia menghilang. Mala memilih makan siang dengan setengah piring nasi. Sepi. Di atas piring itu tidak ada tambahan lauk. Cukup satu cidukan sayur bayam. Mala memaksa dirinya untuk menelan setiap suapnya dengan air putih. Hambar. Seperti perasaannya kini. Panggilan WhatsApp dari Maya. Mala tidak sanggup berbicara saat ini. Dia sengaja tidak mengangkatnya.

Maya
"Mas Tyo makan siang di kafe, lo makan sama siapa?"

"Gue baru siap makan,"

"Oke. Lo nggak apa-apa, kan?"

"Gue lagi di Musala,"

Maya tidak lagi membaca pesan Mala. Mala menyudahi makan siang itu.
Sementara, Tyo sudah memasang wajah khawatir. Ada banyak hal yang harus dibicarakan. Maya masih tersenyum. Dia tahu maksud pertemuan siang itu. Tapi, dia tetap tidak memudarkan senyumannya.

"Makan dulu, Mas. Baru kita bicara yang banyak, ya,"

"Iya, May." Tyo meraih sendok dan memulai makan siang dengan nasi ayam kari. Tidak butuh waktu lama. Tidak terasa nikmatnya kuah kari dengan aroma kaldu ayam yang menyentuh lidah setiap suapnya. Hambar.

"Buru-buru banget," ucap Maya.

"Kerjaan Mas banyak May,"

"Belakangan ini memang orang-orang lagi pada sibuk,"

"May..," ucap Tyo pelan menghentikan suapannya.

"Mas, aku nggak mau bahas apapun waktu di rumah sakit,"

"Aku nggak cinta sama Mala, kamu jangan salah paham,"

"Mas..,"

"DENGERIN AKU DULU!" Tyo mengubah suaranya lebih tegas. Maya terkejut. Pertama kali dia mendengar suara dari mulut Tyo seperti itu.

Tyo menghela napas perlahan. Dia menurunkan alis tebalnya itu. Tubuhnya dia sandarkan pada kursi. Memandang wajah Maya. Dia menyelami kedukaan di dalamnya. Tetapi, Tyo harus mengatakan isi kepalanya yang sudah mengganggu tidurnya beberapa hari ini. Kebenaran.

"Aku udah pernah bilang, kalau aku nggak paham apa itu artinya cinta, yang aku tahu sekarang, aku cuma mau menjalani hidup dengan tenang. Buat aku itu udah cukup May," jelas Tyo.

"Aku sudah mencobanya. Kamu pun selalu ada. Mala dan Abdul juga sudah meyakinkan aku, kalau aku bisa menjalaninya. Tapi tetap aja May, aku belum bisa, saat ini bukan waktu yang tepat untuk aku bisa memulai semua ini sama kamu," tambahnya lagi.

"Nggak apa-apa, Mas, aku bakal nunggu sampai kamu benar-benar siap," kata Maya meyakinkan.

"Banyak yang lebih baik dari aku, May,"

"Tapi aku maunya kamu, Mas. Aku udah terbiasa berjuang. Aku kuat dan nggak manja kayak kak Mala, ya kan?" balas Maya tersenyum lebar.

"Aku nggak akan bilang seberapa besar perasaan aku. Aku mau kamu melihatnya. Pada akhirnya kamu akan mengerti. Aku baik-baik aja. Jangan pernah menghindari aku lagi, ya," jelas Maya.

DINNER [AGT '22| TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang