MINERAL WATER

317 101 8
                                    

"Aku bakal nunggu sampai kamu benar-benar siap, sampai kapanpun."

***

Mobil Mala berhenti di alun-alun tidak jauh dari kantor. Dia duduk di salah satu kursi panjang yang kosong. Mengeluarkan sebuah kotak dari paper bag-nya. Beberapa saat kemudian Erwin muncul. Pria itu duduk di samping Mala.

"Udah lama?" tanya Erwin.

"Baru 5 menit," ucap Mala

"Jadi apa cerita kita sekarang?"

"Nggak ada, sih. Nggak penting juga, cuma..aku pengen lebih tenang aja dengan kasih ini ke kamu," ucap Mala sambil menyodorkan kotak putih itu. Erwin langsung membukanya.

"Ini emang untuk kamu, La."

"Nggak bisa, Win. Ini semua masih mengganggu aku, saat ini aku udah yakin sama pilihan aku dan nggak mau berubah pikiran lagi,"

"Pak Arif?" tanya Erwin dan Mala mengangguk pelan. Pria itu langsung mengerutkan dahinya. Dia menggenggam kotak itu erat-erat. Giginya merapat. Bola matanya mulai menatap tajam.

"Kamu udah yakin sama pilihan kamu? Yakin nggak bakal berubah? Yakin nggak bakal patah hati lagi?" Nada suara Erwin mulai terdengar tinggi. Mala langsung berdiri dan bergegas meninggalkan Erwin.

"Mau ke mana?!"

"Aku ke sini cuma untuk menyelesaikan, bukan mengungkit yang udah-udah. Aku capek." Langkah panjang Mala dikejar oleh Erwin yang meraih lengannya.

"Kamu tahu-" ucap Erwin tertahan saat melihat kedalaman mata Mala. Tidak lagi terucap. Sama seperti dulu. Egois. Dia tidak pernah mengalahkan rasa egois itu dalam dirinya. Beribu rindu di dalam dada ingin meledakkan diri. Tetapi, rasa egois itu berhasil meredamnya.

"Apa?" tanya Mala pelan. Erwin menghela napas dan melepas Mala.

"Besok aku kembali ke Lampung," ucap Erwin. Hati Mala sempat bergetar. Dia tidak ingin kalah kali ini.

"Kalau gitu, hati-hati di jalan." Mala meninggalkan Erwin.

Perempuan itu segera menyalakan mobilnya dan berlalu tanpa melihat ke belakang. Kali ini dia berhasil. Untuk pertama kalinya. Hatinya sungguh lega. Dia berharap benar-benar sudah berdamai dengan dirinya sendiri. Abdul masih mengikuti Mala dengan motornya. Kali ini Mala berhenti di kafe. Tentu saja. Kopi. Satu hal di muka bumi yang membuatnya merasa tenang. Begitu Mala duduk di sudut meja itu, Abdul menghampirinya.

"Lo ada di sini?" tanya Mala.

"Gue ngikutin lo dari tadi, sejak di alun-alun." Mendengar kata-kata Abdul itu wajah Mala berubah.

"Ngapain lu ngikutin gue? Disuruh Mas Arif?"

"Disuruh hati gue, hati gue ini bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi sama lo?"

"Semuanya udah berakhir, Dul, udah selesai. Gue.. gue rasa.. gue udah sembuh dan nggak perlu menceritakan ini sama siapapun termasuk lo, mungkin gue bakal cerita ini sama Mas Arif saat gue benar-benar udah memutuskan memilih dia,"

"Jadi lo belum buat keputusan?"

"Biar waktu aja yang menjawabnya nanti,"

"Kalau sampai lo patahin hati Mas Arif, gue nggak akan pernah maafin lo, Kak. Begitu juga sebaliknya. Karena gue sayang sama kalian berdua. Gue bener-bener berharap lo adalah cinta yang pertama dan terakhir dalam hidup dia," jelas Abdul.

"Gue nggak pernah melihat kebahagiaan dari wajahnya selain melihat wajah lo, gue nggak pernah lihat dia ketawa seperti saat dia bersama lo, nggak pernah melihat dia setakut itu saat lo nggak ada di hadapan dia bahkan cuman 5 menit, apalagi saat lo suka tiba-tiba hilang, dia udah kayak mau mati. Terus gimana mungkin gue bisa menikah sama Mbak Kiki, meninggalkan dia dengan keadaan seperti ini? Lo masih belum benar-benar memutuskan. Jangan kasih harapan kosong, dia bisa mati sekali lagi, kali ini gue bisa benar-benar kehilangan dia, Kak." Wajah Abdul berubah mendung. Matanya mulai berkaca-kaca. Memelas. Tersesat. Tiba-tiba semua kalimat itu memberatkan Mala.

*******

Entah kenapa takdir sangat suka melihatnya gusar. Bingung. Tidak lelah takdir bertubi mengulang kisah luka yang sama. Membuat hatinya dilema. Bahkan dia tidak lagi bisa merasa sedih atas kesedihan perempuan yang mencintainya. Maya masih belum ingin kembali ke rumah Mala. Dia menginap di salah satu rumah teman kampusnya. Rania.

Nia menelepon Tyo dan meminta menjemput Maya dari kampus karena motor Nia mogok. Hal itu tanpa sepengetahuan Maya. Perempuan itu menyesal meninggalkan motornya di rumah Nia. Dia akan terlambat pergi bekerja sore itu. Mereka duduk di pinggir taman. Melihat Tyo yang datang Maya langsung melebarkan bola matanya kepada Nia.

"Ayo nanti kamu telat kerja," ajak Tyo. Dengan sangat terpaksa Maya menaiki motor hitam itu.

Selama perjalanan mereka tidak ada satupun dan mengeluarkan kata-kata. Yang ada hanya kebisingan jalanan. Maya menahan air matanya. Kedua tangannya mengepal terus menahan luapan air mata yang akan segera mendobrak. Begitu sampai di depan kafe Maya langsung turun dan tidak ingin melihat wajah Tyo.

"May!!" panggil Tyo. Langkah kaki Maya pun terhenti.

"Jangan panggil aku, sampai kamu udah selesai sama Kak Mala. Aku bakal nunggu sampai kamu benar-benar siap, sampai kapanpun." Maya bersuara dengan tegas tanpa menoleh. Tanpa melihat wajah Tyo.

Kali ini jantung Tyo seperti tertusuk pisau berkali-kali. Dia tidak merasa sakit. Hanya sedikit goresan luka. Ya. Sudah mati rasa pikirnya. Tetapi, kalimat itu mengguncang isi kepalanya. Kedua tangannya bergetar hingga tidak bisa menyalakan motor. Dia memilih untuk turun dan mencari tempat untuk menyendiri dan menghabiskan beberapa batang rokok.

Tyo menuju ke belakang gedung kafe di sana ada beberapa karyawan yang sedang menikmati rokok mereka. Saat mengeluarkan bungkusan rokok itu dari kantongnya dan hampir saja menyalakan korek, entah kenapa hati Tyo tiba-tiba tergerak akan satu hal. Kenangan-kenangan bersama Maya, beberapa saat terlintas dipikirannya. Senyuman, tawa, marah, manja, kekuatan, kesabaran dan rasa itu. Cinta.

Tyo kembali menuju motor dan bergegas pergi. Maya melihat itu dari balik dinding kaca. Tyo menelepon Abdul memastikan keberadaan Mala. Terasa canggung saat ingin langsung menelepon Mala. Tapi, ada banyak hal yang harus diselesaikan kali ini. Tyo tidak ingin kehilangan. Lagi.

*****

TERIMA KASIH RAANGERS, SUDAH MEMBACA EPISODE INI, PANTAU TERUS YAA✌️

Jika berkenan mohon kritik dan saran membangun ☺️ ambil sisi positif dan buang negatifnya ya😂 semoga kalian terhibur membaca kisah ini.

Follow akun penulis Storial/ Ig/ Twitter @raakrtk ✌️

DINNER [AGT '22| TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang