Chapter 04

4.1K 371 21
                                    

"Bismillahirohmanirrohim, saya nikah-"

STOP!

Ziva menggelengkan kepalanya membayangkan jika sampai itu terjadi. Ia tidak mau menikah muda! Tidak! Ia masih berusia 18 tahun dan belum lulus sekolah.

"HUA! Abi jahat! Mau nikahkan Ziva sama aki-aki!" Tangis dan geram gadis yang tengah mengurung diri di kamar.

Ziva sangat tidak terima, bagaimana Abinya bisa mengambil keputusan sepihak. Ia tidak mau menikah muda, terlebih lagi calonnya telah berteman dengan sang Abi sebelum kedua orang tuanya menikah.

"Bagaimana ini Ya Allah! Apa Abi akan menjadikanku istri kedua saha-wait! Abi tidak pernah suka dengan poligami," kata Ziva beepikir sejenak.

"Apa ia duda? Punya banyak anak?" Tanya Ziva mulai membayangkan kehidupan suramnya.

"Ah!!! Kenapa pakai ketahuan segala sih!" Kesal Ziva kembali tidur di ranjang dengan memukul-mukulkan kakinya.

Semuanya ini sebab kesalahannya sendiri. Ia sudah banyak mendapat peringatan dari sang Abi mengenai kehidupan bebasnya. Tapi Ziva tidak akan menyangka jika ancaman perjodohan itu benar-benar nyata. Sekarang ia harus apa?

Ziva masih di dalam kamar dan mengurung dirinya, harusnya hari ini ia bertemu dengan calon suaminya. Hari ini akan diadakan lamaran, namun Ziva sama sekali tidak ingin menemuinya.

Ziva tidak siap jika harus bertemu calon suami aki-akinya. Kenapa Abinya sangat jahat sekali. Ingin rasanya ia menangis saja. Bahkan semalam ia hanya tidur sebentar dan saat ini jam dua dini hari ia masih meratapi nasibnya.

Ziva marah, kesal, dan menyesal dengan dirinya sendiri. Bagaimana ia bisa ketahuan, dimulai dari ketahuan Papi Christiannya. Kemudian merambat pada Abinya dan sekarang semua keluarganya tahu.

"Huhuhu! Ziva ingin menangis!" Jerit Ziva saat berada dikamarnya.

"AH!!!! SIAPA SIH AKI-AKI YANG BERANI NIKAHIN PERAWAN! KESEL DEH!" Geram Ziva kemudian ia teringat sesuatu.

Ziva segera mengambil wudhu dan mukenahnya. Ia berdoa kepada Allah agar pernikahan ini dibatalkan saja. Ziva benar-benar tidak bisa membayangkan ia akan menikah dengan seorang duda beranak banyak. Pasti masa mudanya akan hilang sia-sia.

"Ya Allah.... tolong beri hamba-Mu ini kesempatan untuk menikmati masa mudanya. Bukakan hati Abi agar tahu jika putrinya ini tidak ingin menikah dengan duda," doa Ziva semakin melantur disetiap katanya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Beberapa hari Ziva mogok makan, mogok keluar, bahkan tidak hadir dalam acara lamaran kemarin. Ia tidak penasaran siapa jodohnya, pasti orang tua. Bayangkan usia Abinya saja sudah mencapai kepala lima, lalu bagaimana dengan sahabatnya itu?

Ziva ingin kabur sekarang juga, namun dua abangnya terutama Revaz selalu mengikutinya kemanapun ia pergi. Ia tidak bisa membohongi kakak pertamanya itu, Ziva benar-benar terjebak dalam sangkar yang disebut rumah.

"Mau ke mana?" Tanya Revaz menatap Ziva layaknya elang mengincar mangsanya.

"Ya Allah Bang! Ziva cuma mau kedepan beli kebutuhan wanita," kata Ziva ingin memukul wajah kakak pertamanya itu.

Ziva akhirnya melanjutkan jalannya. Tapi, Revaz dari belakang mengikuti. Bahkan pria itu rela cuti dari kantornya hanya untuk mengawasi Ziva.

"Ya Allah, begini amat hidupku," kata Ziva ingin menangis. Ia tahu Revaz mengikutinya dari belakang secara diam-diam. Ia seperti penjahat yang diikuti agen saja.

Bahkan Ziva melirik Revaz sampai mengabaikan para santri agar tidak ketinggalan mengikutinya.

'Bang Evaz keterlaluan,' batin Ziva kesal.

Masya Allah & AstaghfirullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang