Chapter 16

3.2K 314 7
                                    

"Girl, bangun yuk. Tahajud dulu," guman Bagas menepuk-nepuk lembut bahu istrinya.

"Errgghhh... lima menit lagi," balas Ziva yang malah berganti posisi membelakanginya.

"Tahajud dulu, yuk." Bagas masih berusaha membangunkan istrinya untuk sholat.

"Iya-iya, aku bangun!" Balas Ziva kesal kemudian langsung duduk dengan tegap secepat kilat dengan wajah kantuknya.

Bagas tersenyum, walau masih dengan mata terpejam dan juga yang membuatnya ingin tertawa adalah rambut singa Ziva.

"Ayo wudhu dulu," kata Bagas dan Ziva dengan wajah mengantuknya berjalan seperti zombie menuju kamar mandi.

Setelah 70% sadar habis wudhu, Ziva sudah memakai mukenah dan menunggu sang suami memimpin.

Selama sholat Ziva antara sadar dan tidak. Matanya masih mengantuk kadang-kadang tubuhnya oleng.

Setelah salam kedua, Bagas menoleh ke kiri. Lagi-lagi sama seperti kemarin, istrinya itu sudah tidur kembali.

"Sampai kapan aku menunggu salim setelah sholatmu," guman Bagas pelan dengan tersenyum kecil membelai lembut pipi Ziva.

Gadis itu tengah meringkuk di atas sajadahnya dan tidur kembali dengan pulas.

Bagas memilih berdoa dahulu meminta pertolongan agar ia dapat menjadi pembimbing yang baik pada istrinya. Dan kembali mensyukuri semua nikmat yang diberikan Allah lewat orang-orang terdekatnya.

Setelah selesai berdoa, Bagas kemudian menggendong tubuh Ziva diletakkannya kembali pada kasur. Biarlah gadis ini tidur dahulu sebelum subuh. Ia akan pelan-pelan mengajak Ziva untuk berubah, hijrah menjadi kepribadian yang lebih baik.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Loh, Ziv kamu tidak sekolah?" Tanya Nadia yang kebetulan lewat saat jam tujuh Ziva masih memakai baju biasanya dan belum berangkat.

"Tidak Umi, ujiannya kan sudah selesai. Yang masuk hari ini cuma anak yang nyusul," jawab Ziva dengan santai.

"Mas Om kok belum berangkat?" Tanya Ziva pada suaminya yang masih di ruang tamu.

"Kelasnya nanti agak siang. Oh, duduk sini," kata Bagas menepuk sofa kosong di sampingnya.

"Ada apa?" Tanya Ziva bingung.

"Setelah ini kamu kan lulus, sudah ada minat mau daftar kuliah di mana?" Tanya Bagas fokus pada Ziva, bahkan ia menaruh tumpukan kertas di meja.

"Kuliah?" Tanya Ziva menatap Bagas bingung.

"Iya. Kamu sudah daftar? Atau mendapat rekomendasi dari sekolah?" Tanya Bagas kembali.

Ziva dengan polosnya menggeleng, hal itu membuat Bagas bingung. Kenapa Ziva menggeleng? Apa gadis itu masih bingung memilih kampus dan jurusan?

"Kamu masih bingung menentukannya?"

Ziva menggeleng kembali.

"Lalu?"

"Aku dah males sekolah!" Jawab Ziva dengan polosnya. "Aku lelah banget Om lihat buku-buku itu. Maunya di rumah aja habisin uang Mas Om!"

"Kenapa? Mas lihat raport kamu juga bagus loh. Kenapa tidak melanjutkan? Kita cari universitas yang cocok untuk kamu ya," kata Bagas dan Ziva menggeleng kembali.

"Gak mau! Dah capek sekolah!"

"Lalu bagaimana? Pendidikan itu penting Sayang," kata Bagas dan Ziva menggeleng lagi.

"Sudah ada Mas Om yang pinter. Kan bisa ajarin aku," balas Ziva dengan santai.

"Kamu mau kuliah di tempat Mas?" Tanya Bagas kembali dan Ziva langsung menggeleng cepat.

Masya Allah & AstaghfirullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang