Chapter 15

3.7K 341 18
                                    

Setelah sholat isya dengan arahan Ziva mereka sampai di sebuah taman hiburan. Sejak turun dari motor Ziva terlihat sangat bahagia.

"Mas Om! Mas Om! Naik itu yuk!" Kata Ziva sembari menunjuk sebuah wahana yang sepertinya extreme.

"Hahaha, nanti saja. Oh, tas kamu sini biar aku yang bawa," kata Bagas mengadahkan tangannya.

"Oh! Makasih!" Kata Ziva langsung melorotkan tas ransel itu dari bahunya kemudian memberikan pegangan pada suaminya.

Bagas yang tidak terlalu siap menerima ransel itu, apalagi ternyata tas Ziva itu berat. Lebih berat dari tasnya, yah jauh lebih berat. Apa saja yang dibawa anak ini ke sekolah.

Tanpa mempedulikan Bagas dan tasnya yang jatuh karena si penerima tidak siap. Ziva justru malah berjalan lebih dalam menuju wisata taman hiburan tersebut.

"Memang deh," guman Bagas kemudian mengangkat tas Ziva dan segera membawa tas itu menuju bahunya. Kemudian dengan cepat mengikuti sang istri agar tidak ketinggalan.

Oke, disaat ini mereka masih terlihat seperti remaja yang berkencan. Ziva dengan tampilan dan gaya khas anak SMA. Sedangkan Bagas yang memang memiliki wajah baby face dengan style yang memang tidak ketinggalan jaman di usianya.

"Jangan cepat-cepat, nanti kamu hilang," kata Bagas menggandeng tangan Ziva saat gadis itu sudah berada di jangkauannya.

"Ih! Aku mau main Mas Om," kata Ziva tidak sabaran.

"Iya tunggu saya, nanti kamu beli tiketnya bagaimana?" Tanya Bagas dan Ziva berhenti kemudian berpikir, ada benarnya juga ucapan suaminya.

"Yaudah Yuk! Sugar daddyku!" Kata Ziva langsung menarik tangan Bagas memuat sang empu agak terseret.

"Hei, kamu memanggilku apa?" Tanya Bagas namun tidak ada raut kemarahan atau nada tinggi. Ia malah tersenyum saat Ziva berbalik.

"Sugar daddy! Mas Om kan sudah tua, terus cowokku. Jadi, sugar daddy halalku dong!" Jawab Ziva dengan polosnya.

"Benar..." Bagas mengangkat tangannya dan mengusap-usap kepala istrinya. "Thats right my Baby Girl."

Blush!

Wajah Ziva langsung bersemu, ditengah keramaian yang mengabaikan keduanya. Saling tidak menghiraukan, perasaan nyaman menyelimuti hati kedua manusia ini.

Sejenak mereka terdiam, menikmati kehangatan pancaran kasih sayang masing-masing. Namun tidak lama keduanya kembali dibawa ke alam sadar. Karena sepertinya debit volume orang di tempat ini bertambah sehingga mereka sering tersenggol disana sini.

"Sebaiknya kita menyingkir dulu," kata Bagas kemudian ganti memegang tangan Ziva kemudian meraih bahu istrinya untuk melindungi agar tidak bersentuhan dengan orang lain. Mereka segera mencari tempat yang setidaknya masih nyaman untuk berjalan.

"Jadi, kita akan kemana dulu?" Tanga Bagas, saat ini keduanya sudah berjalan berdua.

"Kemana ya? Aku juga bingung, soalnya jarang ketempat beginian. Terakhir waktu aku SMP diajak keluarga Papi," kata Ziva masih melihati sekitar dengan bingung.

"Naik kora-kora yuk!"

Bagas mengikuti arah tunjuk Ziva, sepertinya gadis itu cukup bersemangat. Dan... ayunan besar itu namanya kora-kora? Aneh!

"Kamu tidak takut?" Tanya Bagas juga tidak bermaksud menghentikan sang istri.

Sedangkan Ziva langsung menggeleng cepat. "No! Aku suka banget naik itu dulu sama Chatrine."

"Ayo Mas Om!" Kata Ziva langsung menarik tangan Bagas yang hanya mengikuti.

Karena tidak terlalu antre mereka segera memesan tiket.

Masya Allah & AstaghfirullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang