Chapter 33

2.9K 197 27
                                    

"Baby, mari," kata Bagas setelah mengunci pintu rumah, sepertinya Ziva sudah tidak marah. Terlihat dari wajahnya yang sudah kembali normal.

"Mas Om! Temanya kan sudah anak muda, kok pakai mobil?" kata Ziva dengan kesal saat melihat Bagas membawa kunci mobil.

"Eh? Kamu mau bagaimana?" tanya Bagas bingung.

"Kan aku mau kencan kek dulu, ya naik motorlah!" Ziva meninggikan suaranya karena kesal suaminya ini kok jadi tidak peka, padahal beberapa saat lalu sok godain dia.

"Oh naik motor ya? Tapi hari ini kita belanja, tidak apa kamu yang bawa? Atau pakai motor matic saja," kata Bagas dan Ziva makin geram.

"Mas Om sudah sekeren ini mau naik motor matic? Astaghfirullah! Nih! Tadi aku dah minta izin Bang Evaz, gak apa pinjem motornya. Udah ayo-ayo, lama-lama jadi ikut lemot juga aku," kata Ziva langsung menarik Bagas dan pria itu hanya bingung lalu menuruti sang istri saja.

Akhirnya setelah drama yang membuat Ziva kesal, mereka sudah keluar pesantren dengan menggunakan motor pinjaman dari Revaz.

Saat ini Bagas tengah fokus mengemudi dan Ziva juga duduk di belakang sambil memeluknya. Dasar pria gak peka, Ziva itu kangen-kangen masa SMAnya yang sering diajak keluar Bagas tahu!

"Baby, jamaah isya dulu ya," kata Bagas saat mendengar suara adzan.

"Hem," jawab Ziva dan tidak lama mereka berhenti di musholah yang paling dekat.

"Eh, Mas Om, aku lupa tadi tidak bawa mukenah, gimana ini?" tanya Ziva bingung.

"Kamu pinjam saja milik mushola," jawab Bagas memberi solusi dan Ziva mengangguk.

Setelah wudhu mereka ternyata bertepatan selesai barengan. Namun saat Ziva masuk ke mushola, mencari biasanya ada lemari untuk simpan mukena dan Al-Qur'an.

Ternyata di sana tidak ada mukenah, hanya ada satu, itupun untuk anak-anak. Sepertinya sedang dibersihkan deh, soalnya ia cuma lihat tas-tasnya.

"Ada apa Baby?" tanya Bagas saat melihat istrinya terlihat tidak bersemangat.

"Tidak asa mukenahnya," jawab Ziva sambil bergeser agar melihat.

"Hem... sebenarnya kamu tahu jika mukenah hanya budaya?" tanya Bagas dan Ziva mengangguk.

"Pakaian kamu saat ini sudah menutup aurat."

Ziva mengangguk-angguk, benar sih ia juga memakai rok panjang, lalu bajunya panjang. Menggunakan hijab, memakai kaos kaki, juga masih bersih. Dan benar, telapak tangan dan wajah, kan bukan aurat perempuan.

"Insya Allah tetap di terima. Kamu tahu, selama aku si Mesir saat sholat berjamaah, tidak ada perempuan yang menggunakan mukenah loh," kata Bagas dan Ziva mengangguk-angguk, ia tahu itu.

"Okelah! Ya sudah Mas Om ke sana dulu hush! Hush! Aku mau qobliyah," kata Ziva dan Bagas tersenyum.

"Masya Allah istriku," gumamnya sambil pergi ke shaf depan sementara Ziva langsung blush.

Tidak ingin larut, Bagas memang berbahaya untuk kesehatan jantungnya. Akhirnya Ziva mengambil shaf di belakang dan saping sendiri. Ia segera sholat walau tidak peduli dilihati banyak orang karena tidak memakai mukenah sendiri.

Hingga waktu jamaah selesai, Bagas menghampirinya.

"Sudah selesai Baby?" tanya Bagas dan Ziva mengangguk.

"Yok lanjut lagi," kata Ziva segera menarik Bagas dan pria itu hanya tersenyum kemudian mereka segera keluar.

Jujur, tidak jarang sejak tadi Ziva di omongin, bahkan sampai ia bersama Bagas memakai sepatu dan keluar dari musholah. Keduanya lebih memilih cuek saja, sebenarnya malas berdebat.

Masya Allah & AstaghfirullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang