Chapter 10

4.3K 351 16
                                    

Ziva sampai di tongkrongan lebih dulu, tentu saja. Ia tadi berkata jika kecepatan berkendara Bagas itu lebih lembat dari orang berjalan.

Saat sudah dekat Ziva melepas helmnya. Kehadiran Ziva membuat semua orang terkejut. Mereka tentu saja mengenalnya.

"Woi! Ukhti kita balek nih!" Teriak beberapa anak membuat Ziva menjadi pusat perhatian.

"Weh! Lo balik juga, kangen Mas nih!" Kata Ancom tidak percaya. Saat mengatakan hal itu Ancom tidak sadar jika ada sepasang mata yang menatapnya tajam.

"Tempat ini gak seru kalau gak ada lo Ziv," kata Hery tersenyum pada Ziva.

"Welcome back our Qeeun," kata Ethan berlagak hormat membungkuk menyambut seorang ratu ala kerajaan.

"Senang lihat lo lagi Ziv," kata Harold tersenyum tipis pada Ziva.

Oh, Bagas rasanya geram melihat ini semua. Kenapa yang menyapa Ziva secara dekat adalah para cowok. Sepertinya keputusan yang salah ia mengajak Ziva ke tempat ini yang nayatanya adalah tongkrongan istrinya.

Sebenarnya, tanpa Ziva sadari Bagas sudah berada di tempat ini. Mungkin karena ia melepas resleting jaket dan tetap mengenakan helm, membuat Ziva tidak terlalu memperhatikannya. Apalagi gadis itu tengah temu kagen dengan para temannya.

"Mau balap? Lumayan taruhannya," kata Ethan dengan santai.

"Berapa?" Tanya Ziva semangat.

"70," balas Harold.

Ziva tersenyum, tapi ia ingat dirinya datang dengan seseorang. Ia mencari keberadaan Om-Om itu terlebih dahulu. Seharusnya mudah bukan? Tadi ia memaki jaket bomer tertutup. Atau jika melepas helmnya tinggal cari orang yang memakai kupluk seperti hendak pengajian.

Namun nihil, Ziva tidak melihatnya diantara kerumunan. Dimana suaminya itu?

"Ziv, lo cari sesuatu?" Tanya Heri bingung.

"Bentar, gue lagi cari orang yang naik Kawasaki ZX-6R," jawab Ziva karena ia tidak menemukan suaminya. Masa belum sampai? Lemot banget sih.

"Beh, tunggangannya," kata mereka kaget.

"Itu gak sih?" Tanya Harold sembari dagunya menunjuk sebuah arah.

Ziva mengikutinya. Astaga, kenapa bertransformasi suaminya. Kemana jaket yang ia gunakan? Juga pilihan tetap memakai helm dan hanya membuka visornya membuat Ziva kagum.

'Keren!' Batin Ziva tidak tahan untuk tidak memuji penampilan keren suaminya.

Menggelengkan kepala singkat, ia bergerak menuju tempat Bagas. Jika seperti ini mereka terlihat seperti anak SMA yang berpacaran. Ziva memang masih SMA tapi suaminya ini dosen!

Ziva menghampiri suaminya. Dengan hanya menggunakan kaos, duduk dengan santai di atas jok motor dan jaket yang diselampirkan di stang motor membuat Bagas terlihat cukup keren.

"Ada apa?" Tanya Bagas santai.

"Mereka mengajakku balapan sekarang. Boleh?" Tanya Ziva pada suaminya. Walau jawabannya tidak, ia tetap akan maju.

"Sure, kuberi kebebasan di sini," balas Bagas santai membuat Ziva sangat tidak percaya. Apakah suaminya ini sungguh-sungguh? Ia bisa balapan lagi?

"Terima kasih!" Balas Ziva senang. "Thanks husband," lanjutnya pelan kemudian pergi.

Bagas cukup terkejut saat Ziva mengatakan hal tersebut. Namun kemudian ia tersenyum, sepertinya istrinya benar-benar lebih menyukai bahasa gaul ketimbang bahasa santri.

Dan di sini, Bagas mengamati sang istri yang tengah bersiap memacu motor yang dipinjam dari temannya.

Hingga balapan itu dimulai dan beberapa saat Ziva melewati garis finish pertama kemudian disusul beberapa pengendara lain.

Masya Allah & AstaghfirullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang