bagian 19

1.3K 145 1
                                    

Assalamualaikum!

Hai hai hai! Apa kabar?
Semoga selalu sehat dan baik!

Oke?

..........

Ameera mengerjapkan matanya beberapa kali, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. Dia menoleh ke samping, ketika merasakan hembusan angin yang hangat menerpa lehernya.

Terlihat Aska yang tengah tertidur pulas, di usapnya wajah mulus Aska dengan tangan hangatnya. Setelah puas mengamati wajah damai milik sang suami, Ameera melepaskan tangan Aska yang melilit di perutnya.

Ameera hendak menuju dapur mengambil air minum, tenggorokannya terasa sangat kering. Dia meringis ketika kakinya menyentuh pada lantai yang dingin.
Dia dengan segera memakai sandal berbulu khusus untuk di dalam rumah.

Ameera berjalan dengan perlahan menuruni tangga, terdengar suara gemericik air yang turun mengenai genteng rumah. Ameera dengan cepat berjalan ke arah dapur. Ameera menyukai hujan, tapi takut pada suara petir.

Dengan tangan gemetar Ameera menuangkan air kedalam gelas, lalu meminumnya hingga tandas. terdengar suara petir bersahutan, membuat tangan bergetar.

"Aaaaa.." Ameera menjatuhkan gelasnya. Dia berjongkok menutupi telinganya, "bunda," gumamnya lirih.

Tubuhnya bergetar, dia sangat tidak menyukai saat-saat seperti ini. Dia trauma pada suara petir, "Aa.." Ameera berteriak memanggil Aska, berharap lelaki itu mendengar suaranya.

"Bunda, Meera takut. Jangan tinggalin Ameera.." Ameera menangis tersedu-sedu.

"Sayang," suara familiar dengan kehangatan yang menyentuh tubuhnya, membuat Ameera tenang. Aska disini berada di dekatnya, memeluk hangat tubuhnya dan memberikan ketenangan.

"Jangan takut, ada aku disini. selamanya, akan selalu bersama Ameera," bisiknya dengan suara serak.

"A?" panggil Ameera dengan suara bergetar.

"Ya. It's okay, baby. don't cry, i'm here." Aska mengangkat tubuh Ameera, menggendongnya ala bridal style. Dengan begitu Ameera mengalungkan tangannya melingkar pada leher sang suami.

Ameera menyembunyikan wajahnya di leher putih milik Aska, menangis dalam diam. Dia merindukan pelukan hangat ayahnya, rindu akan canda tawanya, rindu akan suaranya serta sosoknya yang begitu hebat membesarnya walaupun hanya seorang diri.

Entah mimpi atau memang itu nyata, mencari kemanapun jalan untuk dirinya pulang, itu tidak akan bisa. Dia terjebak di dalam dunia ini. Seperti apa yang di katakan seorang wanita paruh baya dalam mimpinya tadi.

Flashback

Ameera melihat semuanya, disaat dirinya di kebumikan. Tubuhnya telah pergi, dia gagal melawan rasa sakit yang dideritanya. Ameera menatap wajah penuh air mata ayahnya dengan sendu.

Dalam diamnya, begitu banyak rindu yang ingin dia sampaikan pada sang Ayah, cinta pertama bagi seorang anak perempuan. Rasa ingin memeluk masih sangat menggebu dalam hatinya. Tapi, dia hanya bisa mengepalkan tangannya menahan semua rasa itu.

Semua orang telah pergi, meninggalkan Ayahnya yang tengah menangisi pilu anaknya. Jika memang ini takdirnya, jika memang ini sudah jalannya. Ameera ikhlas. Dia ikhlas jika memang tidak pernah bisa kembali pada dunianya, tak apa. Hanya saja, satu yang membuat hati Ameera sakit, sang Ayah.

Siapa yang akan mengurusnya nanti?

"Ameera." Suara seorang wanita paruh baya terdengar di telinga Ameera membuatnya terkejut.

Ameera segera menoleh ke arah suara. "Ibu bisa liat, Ameera?" tanya Ameera ragu.

Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya, "ini bukan duniamu lagi, kenapa kamu ada disini?" tanya nya terdengar heran.

"Entahlah, waktu Meera buka mata, Meera udah ada di rumah sakit," katanya dengan lesu.

"Nama ibu siapa?" tanya Ameera menatap wanita paruh baya itu.

"Rini," menyebutkan namanya. "Terus ngapain kamu masih disini?" tanya ibu Rini.

Ameera menatap sendu punggung sang ayah yang sudah mulai menjauh dari pandangannya. Ayahnya akan pulang.

"Itu, kuburan saya." Ameera menunjuk gundukan tanah yang masih basah, dengan berbagai bunga di atasnya.

"Ameera kangen sama, Ayah. Meera juga khawatir, gimana nanti nasib Ayah?" Ameera menundukkan kepalanya.

"Tenanglah. Ayahmu, pasti akan menemukan kebahagiaannya nanti. Mungkin dia akan bersedih, tapi yakinlah, itu hanya sesaat. Sekarang bisa kah kamu kembali ke duniamu?" ucapnya panjang lebar.

"Apakah ibu bisa menjamin nya?" tanya Ameera tak yakin.

"Ya. Bukankah kau sudah memiliki hidup baru di sana?" tanyanya balik.

"Tapi, itu bukan raga Meera," ungkap Ameera.

"Bukankah pemiliknya, sudah meninggalkan raganya sendiri?"

"Iya, jadi apakah sekarang raga itu milik, Ameera?" Ameera tiba-tiba saja menjadi sangat antusias.

"Itu, tau. Jadi kembalilah, kembali pada keluarga baru mu. Suamimu juga menunggu di sana."

"Lalu bagaimana caranya aku bisa pulang kembali ke dunia itu?" Tanya Ameera bingung.

"Kamu ikuti saja cahaya itu, lalu kamu akan kembali pada duniamu yang seharusnya." Ibu Rini menunjuk cahaya putih.

"Baiklah, terimakasih sudah membantuku," ucapnya tulus dengan senyum manisnya. Ibu Rini melambaikan tangannya, menatap kepergian Ameera dengan senyum lembutnya.

"Kita tidur disini dulu, ya?" suara berat milik Aska menarik kembali Ameera pada kesadaran. Ini kamar tamu.

"Lampu tidur di kamar kita tadi tiba-tiba mati," lanjut Aska.

Ameera menganggukkan kepalanya setuju. tak apa, di manapun dia tidur yang terpenting ada yang menemaninya, dia tidak ingin sendiri. 

"Meera, ngantuk pengen tidur," katanya lalu memejamkan matanya. Aska merebahkan tubuhnya di samping Ameera, membawa tubuh Ameera ke dalam pelukannya.

Ameera melingkarkan tangannya di pinggang Aska, kehangatan mulai menyerang tubuhnya. Dia merasa terlindungi ketika bersama Aska, juga merasa nyaman.

Aska mencium lama kening Ameera, dengan tangan yang mengelus punggung Ameera dengan lembut, "tidur yang nyenyak, semoga mimpi indah, my wife."

.........

Bagaimana kabarnya?

Apakah masih menunggu crush peka?

Hehe..

Semangat!!

Suamiku fiksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang