21

1.2K 118 4
                                    


Hari berlalu begitu cepat. Terhitung telah satu minggu Reyhan dan Eunwoo berada di rumah sakit. Dokter mengatakan bahwa sore hari ini, Reyhan dan Eunwoo baru bisa diperbolehkan untuk pulang. Selagi menunggu sore, Reyhan mengajak sang ayah untuk duduk di kursi taman rumah sakit.

"Bapak.....maaf ini semua salah Rey...." Ujar Reyhan sembari menunduk tanpa berani mengangkat pandangannya. Eunwoo menggeleng pelan. Mengusap tengkuk leher anaknya dengan pelan.


"Tidak ada yang salah di sini. Kenapa berpikiran seperti itu?" Eunwoo menatap dalam sang anak. Reyhan masih terbayang dengan masa lalunya. Peristiwa yang selalu membuatnya menjadi pusat kesalahan dalam keluarga Adhitama.

"Kamu masih beranggapan tentang anak pembawa sial yang pernah mereka katakan???" tanya Eunwoo seraya memegang kedua bahu Reyhan. Sang anak tersenyum pelan.

"Ketahuan ya pak? Rey berusaha ngelupain semuanya. Tapi ingatan dan perasaan saat mereka mengatakan itu kayaknya udah jadi sahabat Rey. Emang bodoh banget si Rey pak. Disuruh ngelupain malah diinget-inget terus. Apa harus kejedot dulu ya pak baru bisa lupa? Lebih tepatnya sih lupa ingatan pak. Kayaknya bakal lebih baik gitu ya pak. Setidaknya Rey masih bisa bahagia sebelum ajal menjemput....." Eunwoo meletakkan jari telunjuknya di depan mulut sang anak. Menggeleng pelan. Tanda ia tidak suka dengan yang diucapkan oleh Reyhan.


Reyhan meraih jari telunjuk milik sang ayah dan menggenggamnya pelan. Tak lama setelah itu, ia meletakkan telapak tangan Eunwoo di depan dada pria itu.
Berujar pelan namun masih bisa di dengar dengan jelas oleh ayahnya.


"Reyhan berharap di kehidupan selanjutnya, Rey bisa dipertemukan dan diizinkan untuk menjadi anak bapak dan bibi juga adik dari kak Raka. Mengisi hari-hari dengan tawa bersama tanpa ada luka yang menghampiri dan merusak semua kenangan indah dalam ingatan Reyhan. Anak ini ingin bahagia. Jika di kehidupan ini tidak diizinkan, maka si anak berharap untuk kehidupan selanjutnya ia bisa untuk mencapai kebahagiaan itu." Reyhan tersenyum sembari menatap kedua mata Eunwoo.


"Bukan karena anak ini tidak menerima alur takdir. Hanya saja ia bisa merasakan di mana sosok yang menurutnya bisa menyayanginya, memberinya kasih sayang dengan tulus dan menerima dirinya apa adanya. Pelukan hangat serta keharmonisan dalam suatu hubungan bisa terjalin dalam sejarah hidupnya. Lingkungan yang sangat Rey idamkan sejak kecil. Jika sekarang Rey tidak bisa rasakan, semoga di kehidupan selanjutnya Rey bisa merasakan betapa indahnya angan-angan Rey saat kecil dulu." Eunwoo memeluk erat tubuh Reyhan yang ada di depannya. Air matanya telah membasahi kedua pipinya.


"Bapak akan sangat bahagia jika Tuhan mengabulkan permintaan itu nak. Bapak, bibi dan Raka akan setia menunggu kamu....." Ujar Eunwoo tepat di samping telinga Reyhan.


















'Bukan bapak yang menunggu bersama mereka, tapi kami bertiga yang mungkin akan menunggu bapak untuk bersama......'








___________________________________________


1 Tahun kemudian











"Rey jangan tidur heh! Bentar lagi jamnya bu Siska. Ntar kena semprot kalo beliau tahu lo tidur pas jamnya." Ujar Daehwi seraya mencoba membangunkan Reyhan dari tidur singkatnya.

"Sorry Wi. Gue ngantuk banget." Ujar Reyhan setelah ia terbangun. "Lo kenapa dah? Dari dulu ngantukan mulu. Emang lo tidur jam berapa? Begadang lagi lo?" tanya Daehwi pada teman sebangkunya.


"Nggak juga sih. Gue tidur tepat waktu kok. Ya kadang kala sih gue begadang." Jawab Reyhan sembari menyiapkan mata pelajaran selanjutnya.

"Awas aja besok lo masih ngantukan kek gini. Gue nginep ke rumah lo buat ngawasin jam tidur tuan muda Reyhan yang terhormat." Ujar Daehwi.

PAIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang