part 18

31.7K 1.8K 7
                                    

"Halo Ma." Salam Nela setelah panggilan nya diterima oleh sang Mama.

"Tumben banget telepon Mama duluan." Cibir Mama Nela, menyindir putrinya yang kadang lupa untuk mengabari orang tuanya.

"Ih masak anaknya telepon malah digituin." Nela cemberut karena disindir oleh Mamanya secara terang-terangan.

"Kamu sih jarang telepon Papa sama Mama, biasanya kalau bukan Mama yang telepon duluan udah tuh gak ingat sama orang tua."

"Ya udah. Maafin ya, Nela tau kalau salah. Lain kali Nela bakal sering-sering telepon Mama Papa kalau perlu setiap jam Nela kasih kabar." Jawab Nela berlebihan. Yang tentu saja tidak akan dia lakukan, mana mungkin dia mengabari orang tuanya setiap jam, sedangkan pekerjaannya membutuhkan perhatian lebih. Jika dia tidak bersikap profesional, bisa-bisa kandas karirnya dan bagaimana Nela bisa hidup foya-foya nantinya.

"Iya, ada perlu apa ini tiba-tiba telepon?" Nela diam sejenak, merangkai kata yang tepat. Setelah mendapat kata yang pas Nela menghela nafas dan mulai membuka mulutnya.

"Gini ada yang mau Nela sampaikan. Penting banget, tapi Mama jangan kaget ya." Permulaan Nela, jika dia langsung menembak pada intinya pastinya orang tuanya akan terkejut sama seperti dirinya saat mendengar secara langsung dari Gibran.

"Mas Gibran ngajak menikah." Ucap Nela pelan penuh kehati-hatian. Sedetik setelahnya, tidak terdengar sahutan dari sebrang sana. Nela kebingungan, melihat pada layar handphonenya apakah telepon masih tersambung atau tidak, dan ternyata masih.

"Ma, Mama." Panggil Nela karena sudah beberapa detik berlalu tapi masih tidak ada sahutan dari sebrang sana.

"Mama masih disana kan? Mama, kok gak nyaut sih." Nela mulai kesal karena sudah semenit berlalu tapi masih tidak ada sahutan juga dari Mamanya. Baru saja Nela hendak mematikan panggilan telepon mereka, namun Mamanya malah mengubah panggilan biasa menjadi panggilan Vidio.

"Mama kemana aja sih? Kok dari tadi diem aja." Ucap Nela setelah layar ponselnya menampilkan wajah Mamanya yang terlihat penuh binar kebahagiaan disana.

"Kamu tadi bilang apa? Mama gak salah dengar kan ini?" Mama Nela memastikan. Nela menghela nafas, Mamanya ini ada-ada saja, jadi sedari tadi dia diam saja karena masih tidak percaya dengan ucapan yang Nela katakan.

"Nggak, Mama gak salah denger."

"Wah Mama senang sekali. Akhirnya anak Mama mau nikah juga." Nela menggeleng kepala, tidak habis dengan Mamanya. Masak iya anaknya belum konsultasi tentang kegundahannya malah sudah disuruh untuk menerima saja.

"Ih belum Mama. Orang aku aja belum jawab apa-apa."

"Loh kenapa? Gibran kan udah siap itu, udah mapan juga. Pasti bisalah kalau buat menghidupi kamu sama anak-anak kalian nanti." Protes Mama Nela, terlihat tidak terima karena anaknya berani menggantung Gibran.

"Papa mana? Kasih HP ke Papa aja lah. Mama mah gitu." Pinta Nela memanyunkan bibirnya kearah sang Mama. Mama Nela melengos karena putrinya lebih memilih berbicara dengan suaminya dari pada dirinya.

"Ya udah sebentar." Di layar HP Nela, terlihat bahwa Mamanya kini sedang mencari Papa, yang ternyata sedang melihat berita di televisi. Kadang Nela merasa bosan jika harus berbagi TV dengan sang Papa karena yang dilihatnya pasti berita, sedangkan Nela tidak menyukainya. Heran, apasih yang menarik dari siaran itu.

"Papa." Nela kegirangan setelah wajah Papanya terlihat di handphonenya.

"Halo anak cantik Papa. Lagi apa nak?" Jangan heran jika Nela masih diperlukan sangat lembut oleh Papa. Sudah menjadi rahasia umum jika Nela itu adalah seorang princess di dalam keluarganya. Apapun akan Papanya lakukan jika itu akan membuat Nela bahagia.

"Lagi kangen sama Papa. Kapan ke Jakarta lagi? Nela kangen tau." Nela memajukan bibirnya dan itu terlihat sangat imut di mata Papa.

"Sabar ya. Papa masih sibuk disini, nenek juga masih butuh pengawasan. Gimana kalau Nela aja yang ke Bandung?" Papa Nela mencoba melakukan negoisasi dengan putri semata wayangnya.

"Nela masih sibuk banget Pa. Belum lagi Nela udah hampir masuk kuliah."

"Semangat anak Papa. Nanti kalau sudah ada waktu Papa sama Mama pasti datengin kamu ya." Nela mengangguk-angguk.

"Udah jangan basa-basi aja. Cepetan bilang ke Papa." Ujar Mama Nela menyela obrolan anak dan ayah itu.

"Oh iya hampir aja lupa." Nela menepuk jidatnya.

"Pa, Mas Gibran mau nikah."

"Apa? Nikah sama siapa nak? Tega banget Gibran menghianati kamu." Seru papa Nela dengan kemarahan yang tidak bisa ditahan. Nela menatap jengah Papa nya yang terkadang sangat berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

"Bukan gitu Pa. Maksudnya itu Mas Gibran ngajak Nela nikah." Nela menjelaskan dengan gemas. Papanya tidak salah, Nela saja yang kurang tepat memilih kata-kata. Lagipula respon Papanya ini sangat wajar, ayah mana coba yang tidak marah jika anaknya dikhianati begitu?

"Papa kira kamu mau ditinggal nikah sama Gibran. Kamu nih bikin Papa salah paham aja." Nela menampilkan senyumnya dengan puppy eyes. Tentu saja Papanya yang melihat sangat gemas dengan Nela, saking gemasnya bahkan handphone yang memperlihatkan wajah Nela saja dicium olehnya.

"Papa serahkan keputusan pada Nela. Yang akan menjalani kehidupan rumah tangga nanti ya Nela, Papa sama Mama tidak menuntut Nela menikah sekarang." Kali ini suasana sudah berbeda, Papa Nela terlihat serius karena ini menyangkut kehidupan putrinya di masa depan.

"Nela mau Pa, tapi belum siap kalau dalam waktu dekat." Papa Nela tersenyum, berusaha menyalurkan ketenangan pada putrinya.

"Bicarakan baik-baik dengan Gibran. Katakan apa yang mengganjal di hati kamu." Saran Papa Nela bijak.

"Mas Gibran bilang, dia siap nunggu sampai Nela lulus. Tapi gimana kalau setelah lulus Nela masih belum siap juga Pa?" Tanya Nela sendu. Masa depan tidak akan ada yang tau kan akan bagaimana. Nela hanya khawatir saja. Nela tidak ada trauma dengan yang namanya pernikahan, hanya saja dia masih merasa belum siap karena belum mengerti tentang Gibran sepenuhnya.

"Nah itu. Papa yakin sama Nela dan Gibran. Papa sebagai laki-laki tentu sedikit banyak bisa mengerti Gibran. Yang dikatakan Gibran ada benarnya nak, Gibran mungkin tidak ingin terlalu lama takut terjadi sesuatu yang tidak-tidak antara kalian."

"Papa kok mikirnya gitu? Nela kan jadi takut nanti kalau ketemu sama Mas Gibran." Nela merinding. Buat kalian yang tidak paham, obrolan ini mulai mengarahkan pada hal dewasa.

"Hahaha Papa bercanda sayang. Tidak usah takut pada Gibran, kalau Gibran berani melakukan sesuatu sama kamu kasih tau Papa. Biar nanti Papa yang balas."

"Papa jangan bercanda, Nela lagi serius loh ini."

"Ya tadi itu, Papa kan sudah kasih saran. Kamu tidak tanya sama Mama?"

"Udah, Mama malah kesenangan itu. Masa Nela disuruh langsung terima aja."

"Mama kayaknya udah kebelet pengen mantu."

"Iya dong Pa. Apalagi kalau mantunya kayak Gibran gitu, siapa sih yang gak kebelet. Udah buruan diterima aja Nel, nanti keburu Gibran sadar Lo." Celetuk Mama Nela jahil. Menjahili Nela memang menjadi kebiasaan Mamanya.

"Ih Mama ngomong nya gitu banget sih. Udah ah Nela matiin aja, ngambek sama Mama." Setelahnya tanpa mengucapkan salam, Nela langsung memutus panggil Vidio itu. Mama Nela merasa puas karena berhasil membuat putrinya kesal.

Nela ini memang unik, mana ada orang ngambek yang bilang. Sedangkan Papa Nela geleng-geleng kepala melihat anak dan istrinya.

TBC

2k vote yuk bisa yuk. Nanti kalau tercapai aku cepet up lagi deh.

Yang mau baca cepat di KaryaKarsa ya.

Selebgram in loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang