Gibran dan Dina memasuki ruang yang telah di dekorasi dengan berbagai hiasan yang membuat kesan mewah tidak bisa dielakkan. Dina mengamati dengan detail dekorasi tersebut, persis seperti pernikahan impian yang diinginkannya selama ini. Terkesan modern tapi masih ada ciri khas Indonesianya. Dina berpikir akan menyewa WO yang sama saat pernikahannya nanti, entah itu dengan siapa tapi Dina berharap bersama orang yang sedang berada disampingnya saat ini.
Langkah demi langkah mereka lalui dengan di iringi tatapan dari berbagai orang yang menatap kagum kearah keduanya. Ada juga yang menatap menggoda pada pasangan yang terlihat sangat serasi itu. Hingga sampailah kedua orang itu dihadapan sepasang pengantin yang menatap penuh godaan pada mereka.
"Wah wah wah, sebentar lagi kayaknya bakalan ada yang nyusul ini." Ujar sang mempelai wanita pada pasangan didepannya.
"Doain aja. Selamat ya untuk pernikahan kalian." Dina memberi selamat pada pengantin tersebut. Gibran yang mendengar jawaban tidak terduga dari Dina, tidak berkomentar apapun. Jika dia menyangkal ucapan Dina kasihan wanita itu bisa malu didepan temannya. Lagipula kan Gibran datang sebagai pasangan dari Dina jadi dia merasa wajar-wajar saja jika mendapat ucapan seperti ini.
"Ditunggu undangannya. Silahkan menikmati acaranya ya. Kalian makan dulu aja jangan buru-buru pulang." Setelah memberi ucapan selamat pada mempelai, Dina dan Gibran berjalan menuju meja prasmanan dimana sudah tersedia berbagai hidangan khas dari Indonesia maupun makanan luar.
"Maaf ya kalau kamu gak nyaman sama jawaban aku tadi." Ucap Dina sambil menundukkan wajahnya. Mungkin dia merasa malu karena baru menyadari ucapannya yang tidak tepat dan bisa saja menyakiti perasaan seseorang jika mendengarnya.
"Tidak masalah. Aku merasa wajar karena aku sekarang datang sebagai pasangan kamu." Jawab Gibran agar Dina berhenti merasa tidak nyaman.
"Kamu mau makan apa? Biar aku ambilin." Dina sudah siap dengan piring ditangannya.
"Samain aja." Dengan semangat Dina mengambil makanan favorit Gibran yang ternyata juga berada disana. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Gibran tidak pernah Dina lupakan karena itu adalah kenangan yang sangat indah baginya dan dia tidak rela jika kenangan itu sampai pupus.
• • •
"Mas Gibran mana sih, ditelepon gak diangkat-angkat." Nela menggerutu kesal. Rasanya dia ingin membanting handphonenya saat ini, tapi kesadaran masih berada dalam dirinya.
"Terpaksa deh Gue datang sendiri." Dengan kasar Nela meraih tasnya dan memesan taksi online yang akan mengantarkannya ke tujuan. Malam ini Nela akan menghadiri sebuah pernikahan karena mempelai wanitanya merupakan salah satu rekan kerjanya yang pernah mengontraknya sebagai model dari salah satu koleksi busananya.
"Punya tunangan gini amat. Kalau lagi di butuhin aja tiba-tiba ilang gak tau kemana. Mudah-mudahan aja disana ada seseorang yang gue kenal biar nanti gak planga-plongo gak jelas."
Taksi yang dipesan Nela kini sudah sampai di depan gedung apartemen, Nela langsung memasuki taksi dan meminta sang supir agar menyetir dengan hati-hati. Selama di dalam mobil pun Nela masih berusaha untuk menghubungi Gibran tapi tetap saja berakhir dengan sia-sia.
Nela sudah sampai di gedung tempat acara berlangsung. Dengan langkah penuh percaya diri, Nela melangkah masuk kedalam gedung. Kaki jenjangnya yang memakai high heels menambah cantik penampilan Nela malam ini. Bahkan tidak jarang tatapan laki-laki disana mengarah padanya dengan penuh kekaguman.
Pertama Nela menghampiri pengantin yang kini sedang duduk di singgasananya, Nela memberi selamat juga doa baik untuk sepasang pengantin tersebut. Setelah selesai Nela menuju meja prasmanan untuk makan dan berniat segera pergi dari acaranya ini. Sepertinya harapan untuk bertemu dengan seseorang yang dikenalnya tidak dikabulkan. Daripada dia planga-plongo lebih baik dia bergegas agar tidak terlihat semakin bodoh.
"Hai." Sapa suara dari belakang Nela. Menoleh kearah suara tersebut dan mendapati seorang laki-laki maskulin yang tengah menampilkan senyum ramahnya.
"Hai." Jawab Nela seadanya. Dia merasa tidak kenal dengan laki-laki ini tapi tidak ada salahnya kan untuk membalas sapaan laki-laki tersebut.
"Sendiri aja?" Basa-basi laki-laki tersebut. Nela hanya mengangguk kepala sebagai jawaban.
"Mau aku temenin?"
"Saya bisa sendiri. Terimakasih." Tolak Nela halus. Jujur saya dia merasa risih dengan kehadiran laki-laki tersebut apalagi terkesan sangat sok akrab.
"Tidak apa saya temani saja." Nela semakin risih. Tapi dia memilih mengabaikan laki-laki tersebut. Langkahnya kini berjalan menuju meja untuk menikmati makanan yang telah dia ambil. Dibelakangnya, laki-laki tersebut juga turut mengikuti Nela.
Nela menarik kursi untuk didudukinya, hal yang sama pun dilakukan oleh laki-laki yang mengikutinya. Jujur Nela sekarang sudah merasa ketakutan, bisa saja laki-laki ini merupakan salah satu fans fanatik yang dimilikinya. Tapi mudah-mudahan saja bukan. Dengan cepat Nela memakan makanannya agar cepat habis dan dia bisa terlepas dari laki-laki tidak dikenal disampingnya ini.
"Santai aja aku bukan orang jahat." Laki-laki tenyata menyadari ketakutan Nela. Dia terkekeh menatap Nela yang terlihat lucu.
"Mana ada orang jahat ngaku." Ucap Nela pelan hingga hanya dirinya saja yang dapat mendengar. Tidak dipedulikannya laki-laki tersebut, Nela masih makan dengan cepat. Meskipun bukan orang jahat sekalipun tetap saja Nela merasa tidak nyaman
Setelah makanannya habis, Nela bergegas meninggalkan meja tersebut. Beruntungnya laki-laki itu sudah tidak mengikutinya lagi, Nela bisa bernafas lega sekarang. Nela Melangkah keluar dari gedung tersebut.
Tiba-tiba tatapannya menemukan objek yang dikenalinya, Nela menghampiri dengan pelan, masih berusaha meyakinkan bahwa yang dilihatnya kini adalah orang yang dikenalnya.
"Mas Gibran." Panggil Nela dari belakang. Gibran membalik tubuhnya dan tatapannya bertemu dengan Nela.
"Ngapain Mas disini?" Tanya Nela heran. Matanya melihat sekitar siapa tau dia mendapatkan petunjuk dari pertanyaannya sendiri.
"Teman saya nikah, saya diundang." Jawab Gibran dengan kaku. Dia sungguh tidak menyangka akan bertemu dengan Nela ditempat ini tapi Gibran juga lega karena kebetulan saja Dina sedang pergi ke toilet. Dan Gibran berharap bahwa Dina akan lama disana.
"Mas Gibran diundang juga? Aku tadi telepon Mas loh mau ngajakin kesini tapi gak diangkat-angkat." Sebal Nela mengingat kejadian tadi.
"Handphone saya ketinggalan di mobil." Lagi-lagi kebohongan yang dilontarkan Gibran. Resiko bohong di awal memang begini, pasti akan terlahir kembali kebohongan-kebohongan selanjutnya.
"Gak apa sekarang kan kita udah ketemu disini."
"Saya sudah mau pulang."
"Aku juga udah mau pulang kok. Bareng aja kalau gitu." Nela menatap Gibran aneh karena Gibran terkesan mau menghindar dirinya sekarang. Bahkan Nela dapat menangkap kekhawatiran dari netra Gibran. Entah apa yang laki-laki khawatirkan.
"Iya, ayo." Gibran menarik tangan Nela agar segera pergi dari sini. Gibran hanya tidak ingin Nela dan Dina bertemu kembali apalagi dalam keadaan seperti ini.
Sebelum melajukan mobilnya pergi dari gedung itu, Gibran sempat mengirim pesan pada Dina untuk memberitahu bahwa dia akan pulang duluan karena tiba-tiba ada acara dadakan.
TBC
Hayo puaskan kalian sama update dadakan kemarin. Hehehe btw kayaknya banyak yang gemes ya sama Mas Gibran, buktinya pada semangat banget komen.
Jangan lupa baca juga cerita terbaru aku ya, judulnya Married with Doctor. Gak kalah seru juga kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selebgram in love
RomanceNela seorang selebgram yang sedang naik daun karena sering kali digosipkan tengah berkencan dengan partner nya. Tapi yang sebenarnya terjadi adalah, dia sudah mempunyai tunangan seorang pengacara, yang berasal dari keluarga kaya raya. Sikapnya yang...