part 36

33.6K 2.9K 275
                                    

Gibran memarkirkan mobilnya di parkiran warung lalapan yang terlihat ramai. Beruntung mobilnya masih mendapatkan tempat parkir karena biasanya jika sudah ramai seperti saat ini, tempat parkir akan full dan susah mencari parkir yang dekat lagi. Warung yang mereka datangi, hanya warung pinggir jalan. Tidak semewah restoran, tapi meskipun begitu rasanya tidak perlu diragukan lagi.

"Rame banget Mas disini, atau kita makan di mobil aja ya?" Nela mengamati warung itu. Netranya tidak mendeteksi adanya meja kosong. Bahkan sampai ada beberapa orang yang antri.

"Makan di mobil." Nela mengangguk menyetujui. Karena jika masih harus menunggu takutnya nanti malah Gibran pulang terlalu malam. Kasihan laki-laki itu nanti, takutnya mengantuk saat dalam perjalanan dan malah terjadi hal yang tidak tidak-tidak.

"Aku tunggu di mobil aja ya Mas." Ucap Nela saat melihat keberadaan handphone Gibran yang terletak di dashboard. Otaknya mencerna bahwa ini merupakan kesempatannya yang tepat untuk mengutak-atik handphone dengan penuh misteri itu.

"Iya, mau yang apa?" Sesuai dugaan Nela, semoga saja Gibran tidak akan membawa handphonenya nanti. Jika tidak sia-sia saja Nela menunggu didalam mobil.

"Aku mau ayam aja, sama minumnya air mineral." Gibran mengangguk, lalu dia keluar dari mobil tanpa membawa handphonenya.

Hati Nela berdegup kencang, ini saatnya. Sebelum mengambil handphone yang tergeletak di dashboard, Nela lebih dulu mengamati Gibran. Takutnya malah setelah memesan Gibran kembali lagi untuk mengambil handphonenya. Lumayan lama Nela memperhatikan, tidak ada tanda-tanda Gibran akan kembali ke mobil. Nela meraih handphone Gibran, dan menyalakannya. Menghembuskan nafas lega karena handphone itu tidak menggunakan layar kunci apapun, tidak perlu Nela susah-susah berpikir. Nela tau ini telah melanggar privasi, tapi demi kenyamanan hatinya Nela nekat melakukan itu. Meskipun Nela bukan termasuk perempuan posesif, tapi Nela merasa perlu untuk mengetahui tentang Dina dan Gibran.

Nela mencari aplikasi berwarna hijau, mudah untuk menemukannya. Aplikasi terbuka, nampak beberapa percakapan antara Gibran dengan beberapa orang lain. Nela tidak penasaran tentang itu, yang Nela butuhkan adalah obrolan dengan nama Dina. Nela scroll dan ketemu. Sebelum membukanya, terlebih dulu Nela memperhatikan Gibran kembali. Disana Gibran terlihat tengah bercakap-cakap dengan salah seorang pria yang Nela taksir berusia sekitar 40 an? Dirasa aman Nela segera membuka obrolan itu. Hanya sedikit obrolan yang terjadi, lebih banyak panggilan telepon yang dilakukan keduanya. Jantung Nela bergemuruh, jadi selama ini Gibran masih sering berhubungan dengan mantannya dibelakang Nela? Nela ingin marah, kecewa juga dia rasakan. Apa sebegitu mudahnya Gibran memainkan dirinya.

Terdapat beberapa pesan yang berisi ajakan untuk bertemu disana, dan yang membuat Nela lebih sakit adalah Gibran malah menyetujuinya. Nela lanjut membaca hingga sampailah dia pada sebuah gambar yang beberapa hari lalu Gibran tanyakan padanya. Jadi sebenarnya Dina yang mengirimkan foto itu. Apa motifnya melakukan hal tersebut? Tentu saja jawabannya adalah untuk menghancurkan hubungan Nela dan Gibran agar dia dapat kembali dengan Gibran. Lihat saja akan Nela tunjukkan pada wanita itu bahwa disini Gibran telah menjadi milik Nela, tidak akan Nela biarkan wanita itu kembali dengan Gibran. Selesai sudah Nela membaca percakapan antara Gibran dan Dina. Nela bertekad akan menanyakan lebih lanjut pada Gibran. Jangan kira Nela akan diam saja, dia tidak ingin dipermainkan lagi. Malam ini juga semua harus jelas. Nela meletakkan kembali handphone itu di dashboard dengan sedikit kencang. Tidak peduli jika handphone itu mengalaminya kerusakan, bodo amat pikirnya.

Cukup lama Nela menunggu, hingga Gibran kembali dengan membawa dua porsi lalapan untuk Nela juga dirinya sendiri. Nela tetap bersikap biasa saja seakan tidak terjadi apapun. Untuk saat ini Nela biarkan Gibran makan dengan tenang.

"Ini." Gibran menyerahkan satu porsi pada Nela yang diterima dengan senyum. Gibran juga meletakkan dua air mineral. Mereka makan dengan khidmad.

"Aku gak mau timun, Mas ambil aja gih." Nela mendekatkan makanannya pada Gibran tanda bahwa Gibran harus segera mengambil timunnya. Gibran mengambil timun dari makanan milik Nela, dan mereka melanjutkan makan. Gibran yang lebih dulu menghabiskan makanan miliknya, lalu setelahnya disusul oleh Nela. Gibran menyerahkan air mineral yang telah dibuka segelnya pada Nela. Nela mengambilnya dan meminumnya.

"Jadi beli cakenya?" Ya tadi memang Nela berkata bahwa dia ingin membeli lagi cake seperti yang dibawakan Tante Risma tapi sekarang dia sudah tidak ingin lagi. Biarlah Nela membeli kapan-kapan saja karena yang Nela inginkan sekarang hanya pulang dan berbicara dengan Gibran.

"Jangan sekarang deh Mas, udah kenyang. Kita langsung pulang aja." Gibran menyetujui. Lalu dia mulai menyalakan mobil dan kembali pada apartemen Nela. Beberapa menit dan mereka kini telah sampai di basement. Saat Gibran ingin keluar, segera Nela mencegahnya.

"Aku mau bicara sesuatu." Ucap Nela mengawali.

"Didalam saja." Gibran kembali ingin membuka pintu, tapi segera ditahan oleh Nela.

"Disini aja." Kekeh Nela. Gibran menyerah, lebih memilih untuk menurut pada Nela. Sebelum mengatakan apapun, Nela lebih dulu mengambil nafas lalu menghembuskannya perlahan. Setelahnya, Nela menatap Gibran dan mulai membuka suaranya.

"Sebelumnya aku minta maaf dulu karena sudah melanggar privasi Mas Gibran." Nela tau diri maka dari itu dia harus meminta maaf terlebih dahulu. Gibran mengerutkan dahinya pertanda bahwa dia sedang bingung dengan apa yang Nela katakan.

"Tadi tanpa sepengetahuan Mas, aku buka handphone Mas. Disana aku baca semua obrolan kamu dan Dina. Aku juga tau bahwa yang tadi siang telepon kamu itu Dina bukan teman kamu." Lanjut Nela menjelaskan, Gibran terkejut. Jadi maksudnya Nela tau bahwa tadi siang dia sedang membohonginya? Tidak ingin memotong penjelasan Nela, Gibran memilih untuk mendengarkan wanita itu sampai akhir.

"Dari yang aku simpulkan, Mas dan Dina sering bertemu tanpa sepengetahuan aku. Mas juga sering teleponan sama Dina. Aku gak tau itu tentang urusan apa, tapi aku merasa bahwa itu bukan tentang pekerjaan. Aku juga tau kalau foto yang tempo hari Mas tanyakan itu Dina yang ngirim." Nela mengatakannya dengan penuh penekanan. Nadanya masih seperti biasa hanya saja didalam sana dia menyimpan kesedihan yang tidak bisa dideskripsikan bagaimana sakitnya.

"Yang jadi pertanyaan disini, Mas itu sadar gak sih kalau Dina itu punya maksud menghancurkan pertunangan kita?" Suara Nela naik satu oktaf. Emosinya Sudah meluap-luap ingin disalurkan.

"Dina tidak seperti itu, Nela."

"Lalu seperti apa Mas?" Teriak Nela penuh kepiluan, bisa-bisanya Gibran masih membela wanita itu disaat seperti ini.

Gibran bungkam, tidak tau akan menjawab bagaimana. Melihat air mata Nela yang terjatuh dari kelopak matanya, membuat Gibran merasa bersalah. Hatinya tidak tega membiarkan Nela menangis karena dirinya. Baru saja Gibran hendak menghapus air mata itu, Nela segera menepis tangannya.

"Aku rasa kita butuh break, kita berdua perlu memikirkan ulang tentang hubungan ini kedepannya. Jangan sampai nanti malah terjadi penyesalan." Setelah mengatakan itu, Nela keluar dari mobil dan berlari memasuki gedung apartemennya. Tidak peduli dengan orang yang menatapnya aneh.

Gibran hendak mengejar Nela, tapi dia sadar bahwa itu akan terasa percuma. Nela masih dalam keadaan emosi, Gibran akan memberikan Nela waktu. Mungkin besok dia akan menemui Nela kembali atau setelah Nela merasa tenang.

• • •

Udah ditagih suruh cepet update dan aku sempat updatenya baru sekarang. Nunggu target tercapai juga + belum sempat revisi kemarin-kemarin.

Jadi aku mau ngasih tau aja sih kedepannya mungkin aku bakal update kalau targetnya udah tercapai. Jadi kalian harus semangat vote dan komen ya.

2,6k vote + 150 comment

Selebgram in loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang