Belinda mencoba bersikap tenang. "Kami ada di dalam toko. Miss Calvary membentuk ruang dengan partitur kayu supaya kita bisa beristirahat."
Amorette menangkup pipinya dengan kedua telapak tangan, sorot matanya pada Belinda. Senyum tak lepas dari bibirnya. Sungguh, mau secantik dewi pun, tak ada yang mau disenyumi oleh Amorette seperti itu. "Kalian berdua kembali ke asrama dengan gaun yang bukan milik kalian, pasti dipinjami oleh Miss Calvary. Seharusnya pakaian itu kering kalau kalian memang di dalam toko saja, tidak kemana-mana. Tapi kalian datang ke Palais Lyle dalam keadaan basah kuyup. Belinda, aku tahu pasti kau tahu sesuatu. Bisakah kau katakan padaku?"
Belinda menggigit pipi dalamnya. Ia tak yakin ingin mengungkapkannya, apalagi setelah ia menduga kalau itu merupakan rahasia Elise. Sebelum kejadian kemarin, sih, ia tak akan ragu mengungkapkannya. Kalau perlu, ia akan menyampaikannya duluan pada Amorette. Namun Elise yang berusaha keras sampai demam itu sangat menyedihkan.
Tapi semuanya hancur saat Belinda mengingat perkataan Elise pagi tadi. Diperlukan sepuluh tahun bagi Palais Lyle untuk memolesnya jadi seorang wanita. Belinda yakin Elise pasti tahu kalau ia bisa mendengar ucapannya. Ia sengaja membuatnya sakit hati. Kesal juga ia dengan Elise yang seakan tak tahu terimakasih, padahal ia sudah membantu menutupi kebohongannya di depan Miss Frost, ia juga yang menggeser partitur supaya gadis itu bisa lebih hangat. Selain itu, perkataan Elise kemarin di depan Hat by Hazel sungguh membuatnya tak nyaman. Apa yang bisa dilebihkan dari orang yang dikelilingi teman-teman palsu daripada orang yang lebih nyaman sendirian?
Tak ada.
"Aku mau memberitahumu, tapi ... Amorette, bukankah ini agak tak adil? Potongan koran yang kamu berikan padaku saja tidak berguna di pengadilan siswa."
Amorette tertegun sejenak. Mungkin karena tak menyangka Belinda akan mengikuti taktik 'pemerasan'nya. "Yah, itu sih karena kamu yang bodoh tak menggunakannya dengan benar," ucapnya, yang segera ia sambung begitu melihat sorot mata Belinda yang menajam. "Aku tahu sebenarnya apa yang kamu ingin katakan. Elise selalu pergi keluar Lylefox dengan kereta kuda sewaan setiap Selasa dan Kamis sore. Kadang-kadang ia berkata ingin membeli keperluan Sapphire, lain waktu ia berkata ingin mengunjungi museum, atau belajar di perpustakaan kota. Tapi anehnya, dia selalu tak ada di tempat yang seharusnya tuju itu."
"Kau mengikutinya!" pekik Belinda.
"Memang. Tanpa cara itu, bagaimana aku bisa dapat informasi? Tapi aku tak pernah tahu dia pergi kemana. Nah, sekarang beritahu aku, Belinda. Aku tahu kamu juga penasaran. Kenapa kita tidak berbagi informasi saja supaya kita sama-sama bisa memecahkannya."
Keraguan melanda Belinda. Ia ingin memberitahu Amorette, tapi hati kecilnya berkata kalau itu bukanlah tindakan yang benar. Elise memang mengesalkan selama ini. Tapi kalau menyebarkan rahasia yang gadis itu jaga sampai berpeluang mati, itu tindakan yang jahat.
"Sepertinya kamu masih ragu," ucap Amorette. "Belinda, karena kamu sudah membantuku menghabiskan pudingku, aku akan memberimu tawaran khusus. Rencana ini juga akan menguntungkanmu seutuhnya. Kalau kamu bersedia mengatakannya, aku tak akan memperbanyak apa yang kutulis. Tapi kamu bisa memberikannya langsung pada Elise, lalu katakan kalau aku akan memperbanyaknya kalau dia tak menyerah soal liontin itu. Ia pasti akan langsung menurut."
Mata Belinda berkilat-kilat. Sungguh rencana yang brilian, namun sangat licik. Berada bersama Amorette, lama-lama ia akan menyandingkan kata 'brilian' dengan kata 'licik', karena dua kata itulah yang bisa digunakan untuk menggambarkan Amorette.
"Benar, ya? Kamu tak akan menjualnya pada anak-anak lain?"
"Tentu saja. Kapan aku tak menepati ucapanku? Belinda, aku tahu liontin itu punya kenangan yang dalam bagimu. Mungkin ini adalah kesempatan terbaikmu. Elise berasal dari keluarga yang derajatnya berkali-kali lipat lebih tinggi darimu. Alasan dan kilahnya akan selalu diterima. Ia akan tetap memegang liontin itu, kecuali kalau kamu menyerang rahasia tergelapnya."
Benar juga. Liontin itu milik mendiang ibu. Itu yang lebih penting, kan?
"Baiklah, aku setuju. Aku akan mengatakannya."
Belinda pun menceritakan apa saja yang telah ia lihat dari hasil mengikuti Elise malam itu. Ia mendapatkan reaksi luar biasa dari Amorette. Gadis itu tak bisa menahan keterkejutannya. Matanya melebar, dan mulutnya ditutup dengan telapak tangan. "Dia masuk ke area Askew Coral? Aku tak menyangkanya sama sekali! Belinda, ini berita yang sangat bagus. Seorang putri duke yang terhormat masuk dengan sengaja ke area kumuh. Entah apa yang ia lakukan di sana. Tapi apapun itu, pasti tak ada yang bagus."
Setelah mengingatkan Amorette soal perjanjian mereka, Belinda pun melanjutkan lagi. "Meskipun malam hari, tapi Elise tak kesulitan untuk memilih jalan mana yang akan ia lalui. Padahal jalannya sangat sempit dan bercabang-cabang. Lalu ia masuk ke dalam sebuah rumah. Kukira, ia tak akan keluar lagi. Tapi rupanya ia keluar sambil membawa sebuah paket, kemudian ia kirimkan untuk ayahnya di kantor pos."
Bola mata Amorette bergerak ke sana kemari saat ia mencoba berpikir setelah menenangkan diri. "Ia pasti sudah sering ke sana. Ini benar-benar mencurigakan. Sebenarnya apa yang ada di dalam paket itu?"
"Saat petir menyambar, Elise sempat terkejut," kata Belinda seraya mengingat-ingat kejadian malam itu. "Aku tak melihat dengan jelas, tapi tutup kotaknya sempat terbuka karena pitanya kurang kencang. Aku hanya melihat aksesori mungil warna emas di dalamnya, bentuknya seperti gir yang biasanya ada di alat-alat mekanik."
Amorette tertegun, lalu mencatat ucapan Belinda. "Untuk apa ia mengirim benda seperti itu pada ayahnya? Dan apakah ada petunjuk dari bangunan itu sendiri?"
Belinda menggeleng. "Bangunan itu seperti rumah bertingkat dua biasa. Tak terlalu mencolok dengan yang ada di sekitar. Kalau jendela yang berpalang itu menurutmu mencurigakan, mungkin saja. Tapi banyak jendela rumah di Askew Coral yang juga dipalang."
"Untuk menghindari pencuri," ucap Amorette sembari menjentikkan jari. Askew Coral memang rumah bagi para kriminal malam.
Setelah Amorette menanyakan beberapa detail, akhirnya selesai juga. Wajah Amorette berseri saat mereka berpisah. "Terimakasih, Belinda! Untung saja aku mendekatimu dulu. Informasi yang sangat berguna. Dah, kembalilah ke Evertide. Kalau aku sudah selesai mencetaknya, aku akan langsung memberikannya padamu."
"Ingat, Amorette, jangan diperbanyak," ucap Belinda mengingatkan.
Dari sekian banyak murid-murid yang manis di Palais Lyle, entah kenapa Belinda malah terlibat dengan Elise dan Amorette, yang keduanya sama-sama tak biasa. Selama ia berjalan pulang ke asrama, ia tak bisa mengusir perasaan buruk di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of 12 Friary Lane
Teen FictionBelinda Holywell curiga kalau ayah mengirimnya ke Palais Lyle karena tak mau melihatnya lagi. Selama berada di sekolah berasrama itu, ia tak mau berteman dan terus menyendiri. Suatu hari, ia melihat liontin flute mendiang ibunya dipakai oleh seekor...