Dari kursinya yang hanya berjarak beberapa meter dari Elise, Belinda bisa dengan mudah mengawasi gadis itu. Meskipun pipinya merah dan bulu matanya terlihat lebih lentik dari biasanya, kemuraman tetap menghiasi setiap perilaku Elise. Saat ia mengangkat cangkirnya untuk minum, ia seakan-akan ingin tenggelam ke dalamnya, melihat gerakannya yang lamban dan penuh perenungan.
Sungguh berbeda dengan Elise yang ada di Palais Lyle.
Tirai pun dibuka. Dan saksofon melontarkan nada-nada indah yang memantul ke kain penutup jendela yang indah di seluruh ruangan. Belinda memutar otak, namun sulit berkonsentrasi saat alat musik sedang dimainkan dengan riuh. Sembari berpikir, ia melihat Elise terus-menerus, hingga tiba-tiba, kedua pasang mata itu bertatapan.
Elise terpaku. Gelasnya terhenti di udara. Kemudian ia tersedak dan menahan mulutnya dengan sapu tangannya sendiri. Sang Duke rupanya tak mau kehilangan kesempatan, ia memberikan sapu tangan miliknya pada Elise, yang gadis itu terpaksa terima dengan berat hati.
Mereka tak lagi bertatapan. Karena perhatian Belinda tersedot oleh pertunjukan drama yang tengah ditampilkan oleh Mr. Innozenze. Kisahnya tentang seorang pangeran dan putri yang sudah dijodohkan sejak lahir, namun menjelang pernikahan, banyak sekali permasalahan yang menimpa hidup mereka. Saat Belinda melihat ke arah Elise lagi, gadis itu sudah tidak ada. Hanya Sang Duke yang tengah menonton drama dengan wajah puas.
"Aku kagum Miss Northstar baru kabur ke toilet saat ini. Kalau aku jadi dia, sejak pertama kali melihat wajahnya aku langsung kabur. Kalau perlu, lima kali kabur ke toilet dengan alasan diare akan kulakukan," ucap Beatrice.
Toilet! Itu artinya, ia bisa bertemu dengan Elise secara rahasia. Maka, ia berkata pada Beatrice kalau ia juga perlu ke kamar mandi. Kalau ada tamu yang menatapnya karena ia pakaiannya yang terlalu sederhana, ia coba abaikan. Ia pun beringsut hingga sampai ke toilet.
Bertemu dengan Elise tak pernah membuat hatinya selega ini. Mata gadis itu sembab, yang oleh periasnya berusaha keras disebunyikan di bawah sapuan riasan mata. "Belinda, bagaimana bisa kamu ke sini?"
"Oh, Elise. Maafkan aku. Tak kusangka rasa ingin tahuku kemarin malah membuatmu terluka," ucapnya, lalu memeluk gadis itu, sesuatu yang tak akan ia lakukan sebelum tragedi ini. "Aku datang kemari untuk menyelamatkanmu. Ayo pergi dari sini! Kau tak perlu melanjutkan pertunangan ini."
Elise meremas jemari Belinda. "Aku tidak bisa, Belinda. Aku memang tak menyukai pertunangan ini. Jujur saja, aku takut. Aku sangat takut. Tapi ini adalah perintah ayahku. Dan mau kemana pun kau menyelamatkanku, ayahku pasti tahu semua tempat yang akan kau tuju. Anak buahnya tak terhitung jumlahnya dan sangat terorganisir. Ini jalan buntu, Belinda. Tak ada yang bisa kita lakukan."
"Tapi, apakah kau merindukan Palais Lyle?" tanya Belinda.
Elise terdiam, dan sudut matanya melembab. "Aku sangat merindukannya. Semua kebahagiaan di sana tak bisa aku rasakan di sini. Sebulan di sana adalah memori menyenangkan untukku."
"Dan kau akhirnya bisa belajar tentang hal-hal yang selama ini ingin kau pelajari."
"Benar. Aku sangat iri denganmu, Belinda, kau bisa terus belajar di sekolah itu."
"Kau juga bisa."
"Aku tak mau. Bahkan kalaupun aku bisa kabur pun, itu tak akan menyelamatkanmu dari rasa sakit selanjutnya."
Belinda tak mengerti dengan ucapan Elise. Hingga ia melihat lengan Elise yang penuh dengan bilur-bilur merah. Bagaimana bisa seorang ayah tega melakukan hal sekeji itu pada putrinya sendiri? Malang sekali nasib Elise. Namun hal itu malah membuat Belinda bersemangat mengajak Elise kabur.
"Aku tak bisa Belinda, aku tak mau mengambil resiko. Bertunangan dengan Sang Duke adalah jalan teraman yang kupilih. Ayah mungkin akan bangga padaku. Dia bilang, aku hanya akan berguna kalau berhasil menikah dengan seseorang yang berstatus tinggi lebih dari kami. Sang Duke memiliki hal itu, belum lagi kekayaannya yang tak bisa kubayangkan. Ia mungkin akhirnya akan melihatku sebagai putrinya. Kau lihat, Belinda, aku punya akhir bahagia dari pertunangan yang mungkin tak kau sukai ini. Jadi, berhenti berpikir bahwa aku perlu diselamatkan. Alih-alih, kau perlu menyelamatkan dirimu sendiri. Ayahku mudah mengingat dan mengenali orang lain. Kau mungkin takkan lolos."
Elise kembali ke dalam teater lagi. Belinda tetap di dalam kamar mandi untuk beberapa lama. Ia memikirkan perkataan Elise. Bisa-bisanya ia melupakan Lord Northstar! Kalau ia berpikiran waras, pastilah ia akan keluar dari Fairchester House yang mengerikan ini.
Namun, Belinda merasa kalau membiarkan Elise hanya akan mencelakainya. Sudah beberapa hari berlalu sejak Elise pulang ke Fairchester House hingga hari pertunangan ini. Melihat bekas luka di pergelangan tangan Elise tadi, Belinda yakin kalau itu masih baru. Seorang ayah yang tega menyiksa putri kandungnya, bahkan memanfaatkannya dalam bisnis ilegal pasti tidak akan berubah secepat itu. Elise harus dibuat sadar. Kalau tidak, maka ia akan menyesal.
Tapi bagaimana caranya?
Belinda dilanda kebingungan yang hebat. Alih-alih kembali ke ruang teater, ia malah berjalan ke arah yang sebaliknya. Sang calon mempelai tak mau diselamatkan. Apa boleh buat? Sekaranglah waktu yang tepat baginya untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
Untungnya, prajurit yang berdiri di tepi koridor setiap selang berapa meter hanya berjaga-jaga. Kalau Belinda tak mengeluarkan pisaunya (yang ia memang tak punya), maka tak akan ada masalah. Namun rupanya ia terlalu meremehkan Fairchester House. Lorong-lorong yang simpang siur (dalam pikirannya) membuatnya kebingungan. Saat ia tiba di rumah kaca, akhirnya ia pun sadar kalau ia sudah tersesat.
Ia semakin masuk ke dalam Fairchester House.
Sinar rembulan menyinari rumah kaca, membuat Belinda dapat melihat betapa indahnya tumbuhan-tumbuhan yang dirawat di dalamnya. Belinda terpaku. Ia harus kembali. Saat ia memutar tumitnya, terdengar suara kucuran air. Dan bayangan gelap seseorang terlihat di balik rimbunnya dedaunan.
Belinda menyusun alasan di otaknya, berjaga-jaga kalau ia akan ketahuan. Ia tersesat setelah dari kamar mandi, sebenarnya ia ingin pulang tapi malah makin masuk ke dalam rumah. Namun, ia begitu gugup hingga sikunya menyenggol salah satu tanaman di dalam pot saat melihat pria yang sedang berjongkok itu tiba-tiba berdiri.
"Siapa itu?" katanya.
Pot porselen itu pecah berkeping-keping. Ukiran daun mapelnya tak dapat dikenali lagi. Pria itu berjalan mendekati Belinda. Saat cahaya bulan mengenai wajahnya, pria itu jadi bertahun-tahun lebih muda, bahkan kelihatannya ia masih berumur belasan tahun.
"Oh, kau teman Miss Northstar," bisiknya. Matanya berkilau saat memandangi wajah Belinda yang panik. "Bagaimana? Apakah kamu sudah tahu cara menyelamatkannya?"
"Belum! Tapi ada permasalahan serius. Aku memecahkan potmu. Dari permukaannya, sepertinya itu pot yang mahal."
"Memang serius, sih," ucap tukang kebun itu seraya melihat pecahan-pecahan pot itu. "Tapi kalau kamu berhasil membawa pergi Miss Northstar, aku bisa menanggungnya untukmu."
Belinda tertegun sejenak, kemudian ia berkata, "Aku sempat berbicara dengannya. Tapi dia bilang dia tak mau ikut pergi denganku. Karena pertama, dia tahu kalau kemanapun ia pergi, sang Earl pasti akan mendapatkannya kembali, lalu akan menghukumnya dengan hukuman yang lebih berat. Dan kedua, karena ia mengira ayahnya akan melihatnya sebagai putrinya kalau ia bisa menikah dengan sang Duke."
"Dan kau kira Sang Earl akan berbuat seperti fantasi Miss Northstar?"
Belinda menggeleng kuat-kuat. "Aku sudah bertemu dengannya dan merasakan tangannya. Dia terlalu kuat dan liar untuk menerima anaknya adalah seorang perempuan."
"Tentu saja. Terkadang seorang calon mempelai tak sadar kalau dia perlu diselamatkan. Tak ada cara lain selain memaksanya. Aku bisa membantumu. Pennyroyal adalah solusi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of 12 Friary Lane
Teen FictionBelinda Holywell curiga kalau ayah mengirimnya ke Palais Lyle karena tak mau melihatnya lagi. Selama berada di sekolah berasrama itu, ia tak mau berteman dan terus menyendiri. Suatu hari, ia melihat liontin flute mendiang ibunya dipakai oleh seekor...