Peluh membasahi punggung Belinda. Kalau ruangan itu hening maka suara degup jantung Belinda yang terlampau cepat akan terdengar. "Aku ingin mencuci piring."
"Sekarang bukan waktunya mencuci piring, harusnya kau tahu kalau kau gunakan otakmu. Bekerjalah dengan benar. Jangan menyulitkan teman-temanmu. Menjauh dari sana!"
Maka Belinda menyingkir dari wastafel sembari membawa tumpukan piring-piring pecah itu. Banyak pelayan yang melihatnya, namun karena terlalu sibuk, tak ada yang sempat memperhatikannya lebih lama lagi. Belinda berhenti dan membantu para pelayan yang menyiapkan hal remeh temeh lain. Setelah disangkanya tak ada yang melihat, Belinda pun menyelinap keluar dari dapur.
Lega sekali rasanya. Tak ada yang lebih melegakan dari hal ini. Ia membuka celemek tiruan dari sapu tangannya selama ia berjalan.
"Apakah berhasil?" tanya Albie yang tiba-tiba muncul dari kegelapan. Suaranya yang anehnya, familiar, membuat Belinda merasa lebih tenang.
"Berhasil, aku yakin aku sudah meneteskan ramuannya ke cawan yang benar," ucap Belinda dengan napas terengah-engah.
"Bagus sekali. Selanjutnya tinggal eksekusi. Kemari, bukan ke situ jalan menuju teater. Inilah mengapa aku menunggumu di depan dapur," ucap Albie sembari memamerkan deretan giginya yang rapi.
Belinda tersenyum lemah. Sejujurnya, ia tak dapat tersenyum. Pipinya kaku saat membayangkan hal beresiko yang akan ia lakukan seperempat jam lagi. Menyeret Elise keluar dari teater, oh tak hanya teater, tapi juga Fairchester House, selama satu menit. Itu hal yang mustahil.
Belinda masuk ke dalam teater bersamaan dengan para pelayan yang membawakan hidangan. Ia sudah melihatnya di dapur, sehingga tak cukup terkejut dengan menu yang mewah dan spesial ini. Namun saat menggigit sepotong daging domba, barulah ia takjub dengan rasanya. Hidangan yang sangat enak.
"Bella, kau tak apa-apa? Kalau kau sakit, kau bisa langsung naik ke atas untuk istirahat," kata Beatrice.
"Tentu saja aku tak apa- Ugh, aku agak sakit perut, sih. Perutku agak sensitif dan harus beradaptasi kalau makan menu baru," ucap Belinda, lagipula ia tak yakin ada kamar atas nama Bella Skylark di lantai atas.
"Harusnya kau diberikan menu khusus. Biar kukatakan pada ayahku, ia akan mengatakannya pada Lord Northstar. Nona Bella dari keluarga Skylark, kau alergi makanan apa saja?"
Gadis itu benar-benar baik. Matanya yang kemilau menatap Belinda dengan khawatir. "Tidak perlu. Aku tak apa-apa, kok. Efeknya tak separah itu."
Tentu saja kepergiannya yang lama setelah ia berkata ingin pergi ke toilet menimbulkan kecurigaan pada diri Beatrice kalau dia sakit perut, atau diare. Untung saja Beatrice tak memaksa lagi. Ia kembali fokus menonton drama yang sedang ditampilkan di panggung.
Panggung ditata sedemikian rupa untuk menampilkan dua buah ruangan, yaitu kamar sang putri dan kamar pangeran. Sang Putri tengah mempersiapkan diri untuk menyambut hari pernikahannya dengan gaun putih bersih yang memesona. Beberapa pelayan merias wajahnya dan menata rambutnya. Di sisi lain panggung, sang pangeran juga dilayani oleh beberapa pelayan. Ia mengenakan jaket rompi dan celana yang dihiasi dengan benang-benang emas. Bersamaan dengan alunan musik yang makin bersemangat, kedua mempelai itu berdiri. Keduanya berjalan menuju pintu yang telah dibukakan oleh pelayan mereka.
Seluruh peserta menahan napas. Resolusi telah mendekat. Dan akhir yang bahagia hanya sejauh raihan tangan. Namun, tiba-tiba seluruh lampu mati. Dan desahan kecewa memenuhi ruangan.
"Tak mungkin ada tragedi lagi, mereka sudah terlalu banyak menderita."
"Kuharap sandiwaranya belum selesai. Aku tak puas kalau belum menonton pangeran dan putri bersisian di atas panggung dengan pakaian pernikahan."
Inilah waktunya! Belinda telah memperhatikan Elise sebelumnya. Ia tahu racunnya telah bekerja. Wajahnya pucat, namun ia tak berani meletakkan kepalanya di meja, sehingga selama menonton sandiwara tangannya memegangi dahinya. Belinda segera berjalan menuju posisi Elise. Ia hanya perlu berjalan lurus, setelah kakinya terantuk kursi, maka tibalah ia di kursi Elise.
Kepala Elise langsung terkulai di lengannya setelah ia mengulurkan tangan. Gadis itu tak bisa bersuara sedikitpun. Jantung Belinda berdegup kencang. Ia merunduk untuk membawa Elise di kedua lengannya, tapi terlalu berat.
Alunan musik pernikahan lambat laun mulai mengeras. Maka, tanpa pikir panjang Belinda segera menyeret Elise keluar dari kursinya. Suara cegukan dari mulut Elise tertelan kerasnya alat musik dimainkan. Ia telah mengamati rute yang akan ia lalui untuk keluar, sehingga tak mendapati banyak kesulitan, kecuali tersandung kaki kursi yang membuat kakinya sakit.
Akhirnya, keluarlah ia dari teater. Ia mengangkat Elise begitu mereka mencapai tangga. Saat itulah, sebuah lampu dinyalakan. Lampu itu mengarah khusus pada meja Sang Duke dan Elise. Mata Belinda melebar. Rencana ini memang dikhususkan untuk gagal! Kini seluruh mata tamu teater menandang meja itu, dan menyadari kalau bintang tamu acara malam ini telah menghilang. Sang Duke yang tengah berlutut menyandang ekspresi seperti rusa yang kebingungan begitu sadar calon tunangannya menghilang.
Mata Belinda melebar. Ia menggendong Elise sekuat tenaga dan menuruni tangga. Rupanya gadis itu tak terlalu berat. Suara berisik dari dalam teater menghantui langkahnya.
"TUNGGU! NYALAKAN LAMPU!" teriakan itu membangkitkan ketakutan yang tak terkirakan di dada Belinda. Itu Lord Northstar!
Lord Northstar dan beberapa temannya memang tak makan di lantai dasar ruang teater. Ia menikmati sandiwara itu di boks penonton di lantai atas. Setelah melihat putrinya hilang, sekonyong-konyong ia melihat ke jendela, dan melihat bayangan aneh seorang gadis kecil yang menggendong gadis kecil lainnya.
Tanpa pikir panjang, ia mengeluarkan pistol dari sakunya.
Ketakutan hampir melumpuhkan kakinya. Tapi, ia berjalan lagi dengan susah payah. Elise segera sadar, ia berlari dengan lengan menumpu pada bahu Belinda.
DOR! DOR! DOR!
Suara pistol itu membuat semua orang panik. Halaman Fairchester House jadi seluas lautan. Ia seakan tak akan pernah mencapai gerbang.
"Elise, bertahanlah!"
"Belinda, sia-sia saja. Aku tahu kita akan mati. Harusnya kau tak melakukan trik jahat tadi."
Tiba-tiba, sebuah kereta kuda melesat di depan mereka. Belinda mengenal gadis itu, Beatrice! "Ayo naik! Aku tak tahu apa rencanamu, tapi naiklah. Aku harap aku lakukan hal yang benar."
Belinda membantu Elise naik ke atas kereta kuda. Saat ia akan menyusul, tiba-tiba kakinya terasa panas, dan tahulah ia kalau peluru telah menembus kulitnya. Beatrice segera melompat keluar dan menaikkan Belinda. Setelah itu, kuda dipacu dengan cepat.
"AKH!" seru Elise.
Belinda tak tahu apa yang terjadi. Namun saat darah membasahi lengan gaun Elise yang indah, gadis itu telah tertembak. Kuda dipacu kuda dengan cepat. Beberapa kuda telah dikerahkan untuk mengejar mereka. Hingga akhirnya mereka keluar dari pagar agung Fairchester House.
Belinda memeluk Elise yang kesakitan. Ia tahu, dari sekian banyak pilihan-pilihan sebelum kejadian ini, ia sudah membuat pilihan terburuk. Mempercayai ucapan Albie Granger, mencoba menolong Elise, dan masuk ke dalam Fairchester House.
Karena Lord Northstar benar-benar tak berpikir dua kali untuk melukai putrinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of 12 Friary Lane
Roman pour AdolescentsBelinda Holywell curiga kalau ayah mengirimnya ke Palais Lyle karena tak mau melihatnya lagi. Selama berada di sekolah berasrama itu, ia tak mau berteman dan terus menyendiri. Suatu hari, ia melihat liontin flute mendiang ibunya dipakai oleh seekor...