7 - 12 Friary Lane

30 12 0
                                    

Belinda tak tahu apa yang harus diperbuat. Ia tak punya adik, dan ia belum pernah punya teman karena sebelumnya ia belajar dari seorang governess. Belinda menyodorkan sepiring biskuit lebih dekat ke arah Elise. "Kenapa kau menangis?"

Pertanyaannya pasti salah, karena begitu diucapkan, Elise makin tersedu-sedu. Gadis itu kewalahan mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir dengan sapu tangannya. Lalu, ia menatap Belinda. "Ini semua salahmu! Aku jadi basah kuyup. Kalau aku sakit besok, itu juga salahmu. Kalau aku sampai mati, itu juga salahmu. Belinda, aku sangat membencimu! Sepertinya, hanya dengan mengatakannya di depanmu aku baru merasa puas," katanya, lalu menangis lagi.

Belinda sungguh tak mengerti dengan jalan pikiran Elise. Ia hanya memutar mata. Ia sudah lelah untuk mulai berkelahi. Teh chamomile yang ia teguk dari tadi juga seakan menormalkan pikirannya kembali, dan membuatnya berpikir kalau meladeni Elise adalah hal yang sia-sia.

Elise juga memutuskan untuk tak terus-terusan menangis. Untung saja Hattie telah menggeser partisi kayu, sehingga mereka terlindung dari pandangan para pengunjung. Kalau tidak, ia yang akan malu, pikir Belinda sembari melihat Elise yang sedang menggigit sebuah biskuit.

Hujan badai itu tak kunjung berhenti. Hari mulai malam. Pengunjung Hat by Hazel terdengar mengeluhkan cuaca ganas ini. Belinda mendengar guliran roda yang teredam oleh derasnya air hujan, dan takjub saat menyadari ada satu dua pelanggan yang nekat menerobos hujan dengan kereta kuda mereka.

Api di perapian yang meletup-letup menghangatkan kaki Belinda. Namun, tubuhnya masih terasa dingin. Hattie datang beberapa saat kemudian. Ia meletakkan dua buah selimut di atas meja. "Ini untuk berjaga-jaga kalau sampai malam hujan tak kunjung reda. Jangan khawatir, cuaca seburuk apapun, Palais Lyle pasti akan melakukan yang terbaik untuk menjemput murid-murid yang masih di luar. Untuk sementara, kalian bisa pakai gaun ini. Pasti tak nyaman pakai gaun yang lembab. Oh, ganti saja di sini. Tak ada yang melihat kalian, kok. Selamat malam. Apakah mau tambahan biskuit?"

Kedua gadis kecil yang kelaparan itu mengiyakan. Untung saja, meskipun mungil, Hat by Hazel tak pernah kekurangan simpanan makanan. Tak lama kemudian, dua piring kudapan sudah tersedia di atas meja.

"Aku ingin ganti baju. Belinda, kau berbalik dan jangan membuka mata," ucap Elise.

"Baiklah, kau juga hadap sana. Aku ingin ganti juga."

Setelah berganti baju, akhirnya mereka merasa lebih nyaman. Keduanya memakan kudapan hingga kenyang. Selimut tebal membungkus tubuh kedua gadis itu. Badai telah berhenti, namun hujan tak henti-hentinya turun. Elise mengocehkan soal seakan-akan akan hujan selamanya, saat Belinda terkantuk-kantuk di telapak tangannya.

"Sebaiknya Miss Frost cepat mengirimkan jemputan untuk kita. Aku tak mau tidur di sini. Yang benar saja, ruangan selembab ini pasti banyak tikusnya."

"Semoga saja Molly ingat untuk memberi makan Sapphire. Ia pasti sudah mengeong kelaparan di tempat tidurku. Aku sangat merindukannya."

"Entah kenapa aku selalu sial belakangan ini, mungkin karena pengaruh seseorang dengan huruf depan B."

Lalu, Elise berhenti mengoceh. Belinda membuka mata. Rupanya Elise yang harusnya duduk di depannya sudah tidak ada! Belinda melihat ke sekeliling ruangan. Tapi ia tak menemukan Elise dimanapun. Hujan masih turun. Dengan panik, ia berkeliling toko, namun Elise tak ada dimanapun. Samar-samar, ia mendengar Hattie yang sedang berbicara dengan riang dari arah ruang makan. Rupanya, pemilik toko juga menjamu para pengunjung di dalam.

"Apakah kau lihat temanku?" tanya Belinda begitu ia berhasil mendapatkan perhatian Hattie.

"Tidak, Sayang. Mungkin dia tersandung selimutnya sendiri dan tergulung di dalamnya, hahaha. Dia begitu mungil, mungkin tak terlihat. Coba kamu periksa sekali lagi. Oh, baiklah, scone akan segera datang!"

Belinda mengusap matanya. Ia berjalan menuju bagian teras, mungkin Elise menunggu hujan di sana. Tak ada. Saat Belinda hampir putus asa, ia melihat seseorang yang nekat menembus hujan di kejauhan. ELISE! Belinda yakin orang itu adalah Elise. Ia hafal sekali dengan postur tubuhnya, dan juga mereka mengenakan pakaian yang sama.

Belinda menyambar salah satu payung yang ada dalam tempat payung. Ia menarik napasnya sebelum membiarkan air hujan memukuli payung itu. Ia berteriak keras, "ELISE, KEMBALILAH! Kau akan sakit." Namun, Elise seakan tak dengar. "Sabar saja dan tunggu jemputan dari sekolah."

Hantaman air hujan menenggelamkan suaranya. Berlari pun tak mungkin karena bisa-bisa ia terpeleset. Saat Belinda mendongak, ia menyadari kalau Elise mengambil jalan yang salah. Itu bukan jalan menuju Palais Lyle.

Namun, langkah Elise terlihat mantap. Tak mungkin juga Elise tak sadar, karena kilat yang menyambar-nyambar membuat sekeliling mereka seterang siang hari. Belinda pun menyadari sesuatu. Elise sudah merencanakan ini! Ia berceloteh seperti tadi untuk memastikan apakah dirinya sudah tidur atau belum. Saat ia tak bereaksi, gadis itu mengambil kesempatan untuk kabur.

Entah apa yang ingin dilakukan Elise sampai rela hujan-hujanan seperti ini?

Belinda memutuskan untuk membuntutinya. Ia menjaga jarak beberapa meter dari Elise supaya gadis itu tak sadar. Elise terus berjalan hingga menyeberangi kanal, yang merupakan batas bagian selatan desa Lylefox.

Mereka terus berjalan hingga melewati museum. Elise berbelok di salah satu jalan kecil, yang membuat jantung Belinda mencelos. Askew Coral. Daerah ini merupakan kawasan yang terkenal di kota Aethelmoore dengan banyaknya kriminal dan penjahat di dalamnya. Elise berbelok kembali menuju Friary Lane. Ia menyusuri jalan itu sebelum berhenti di depan sebuah bangunan. Kilat yang tiba-tiba muncul membuat Belinda bisa melihat bangunan dua lantai itu dengan jelas.

Elise mengeluarkan sesuatu dari dalam saku gaunnya. Ia menggunakannya untuk membuka pintu. Refleks, Belinda menutup mulutnya dengan telapak tangan. Elise bahkan memiliki kuncinya!

Melihat bagaimana Elise yang susah payah menyembunyikan ini (meskipun tak berhasil), dan bagaimana Elise yang menerjang hujan badai demi mencapai rumah ini, pasti ini adalah suatu rahasia yang penting. Belinda menggigit pipi dalamnya. Mungkin ia bisa menggunakan informasi ini untuk mendapatkan liontin itu dari Elise.

Saat Belinda ingin kembali, pintu rumah itu terbuka kembali. Elise terlihat keluar. Lampu dari dalam rumah membuat Belinda bisa melihat kalau Elise sedang membawa sesuatu. Sebuah kotak.

Belinda pun mengurungkan niatnya untuk kembali. Ia mengikuti Elise dari kejauhan lagi. Mereka keluar dari area Askew Coral. Bulu kuduk Belinda berdiri saat mendengar tawa para pria yang sedang berkumpul dari sebuah rumah. Diam-diam, Belinda bersyukur hujan turun dengan deras, mengalahkan niat-niat jahat para penjahat untuk beraksi di malam hari. Meskipun tak mengalahkan niat seorang Elise.

Tujuan Elise selanjutnya adalah kantor pos. Letaknya tak begitu jauh dari museum. Gadis itu masuk ke dalam setelah meletakkan payungnya di teras.

The Tale of 12 Friary LaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang