Bona mengunyah roti berlapis secara perlahan sambil melihat Seola didepannya yang mondar-mandir kesana kemari tanpa arti.
"Katanya janji jam sembilan." Untuk kesekian kalinya lelaki itu mengecek jam dinding rumah. "Sekarang udah jam berapa coba?"
Jam Sebelas.
Seola sudah menunggu dengan gelisah sejak tadi pagi. Temannya yang bernama Ralph berjanji pukul sembilan untuk memberikan sebuah mixtape kepadanya. Sudah berkali-kali Seola coba hubungi, namun lelaki itu tak menjawabnya sama sekali.
Bona yang sudah merasa pusing, akhirnya menepuk sofa kosong sisinya supaya Seola menempatinya. "Duduk dulu. Daritadi kamu kan belum sarapan, ini makan rotinya. Biasanya orang kenyang marahnya berkurang."
Dengan kasar Seola mengambil roti yang ditawarkan Bona dari atas piring, lalu duduk disamping wanita itu. Lelaki itu memakan rotinya dengan perasaan dongkol.
"Tenang sayang. Tarik nafas." Bona menenangkan Seola dengan menepuk bahu lelaki itu berulang kali.
Detik berikutnya, suasana menjadi hening. Setelah menghabiskan rotinya, Seola memilih menyibukan diri dengan ponselnya dan mengabaikan Bona yang terdiam disampingnya. Bona sesekali melirik kearah Seola, tapi sama sekali tak berniat mengusik lelaki itu dengan obrolan-obrolan tak berarti, takut menyinggung perasaan Seola yang sedang tidak karuan.
Sekali lagi Bona melirik kearah Seola yang mulai mengangkat genggaman ponsel lalu meletakannya disamping daun telinga.
"So?" terlihat Seola terdiam sangat lama sampai akhirnya lelaki itu menutup pembicaraan tanpa banyak kata.
"Gimana? Ralph jadi dateng?" tanya Bona cemas. Melihat ekspresi wajah Seola membuat firasat Bona jadi sangat tak enak.
Seola menggeleng sekilas. "Dia ingkar janji." Dengan kasar Seola melempar ponselnya dimeja berlapis kaca.
"Seenaknya aja baru jam segini udah ngabari nggak bisa dateng gara-gara ada acara lain. Padahal kan dia bisa ngabarin dari tadi kalo... Ah udahlah." Seola menjatuhkan punggungnya di punggung sofa lalu mengangkat lengan kanannya untuk menutupi matanya yang mulai memanas.
"Udah gitu, waktu ditanya kapan bisa dateng. Dia nggak bisa mastiin. Jadi orang kok plin plan banget."
"Ralph emang gitu ya orangnya?"
Seola menyingkirkan tangannya lalu menegakan badan. Lelaki itu mengangkat bahunya lemah. "Kurasa dia nggak begini." Seola menghembuskan nafasnya panjang dan tertunduk lesu. "Waktu memang bisa merubah orang-orang."
"Sini peluk." Seola menoleh, menatap Bona yang sudah merentangkan kedua tangan lebar dan tersenyum manis kearahnya.
Dengan senang hati Seola segera meluncur dalam pelukan Bona. Lelaki itu langsung memeluk Bona erat, bahkan mengusak leher wanitanya seperti anak kecil.
+++++
"Masih marah?"
"Sedikit." Seola mengangkat bahunya sekilas. "Rasanya emang bikin marah sama kecewa kalo udah dapet janji palsu begini. Tapi mau gimana lagi? Mungkin dia emang nggak niat mau kasih mixtape itu ke aku, atau emang mendadak berubah pikiran."
Bona tertawa kecil melihat wajah cemberut Seola. "Saatnya move on. Makan yang banyak, biar lupa." Bona menyuapi salad buah kearah Seola beberapa kali.
"Tapi kan?"
"Apa?"
"Sayang, kamu itu kan penulis lirik. Produser musik. Tinggal buat sendiri, aku jamin punyamu lebih bagus." Ujar Bona bermaksud menghibur Seola yang sudah terlihat putus asa.
Seola menghela nafasnya. "Sayang, masalahnya bukan disitu. Exy masalahnya juga udah klop sama mixtape punya Ralph."
"Exy juga tau tentang ini?"
Seola mengusap wajahnya gusar, terlihat frustasi. "Sebelum aku nge-iyain buat nerima tawaran Ralph, aku minta saran sama Exy dulu. Eh, tau-tau ternyata cocok. Exy juga ngusulin buat masukin kesalah satu tracklist lagu comeback kita."
Seola menatap Bona sendu. "Aku harus gimana ngomong ke Exy nanti kalo Ralph nggak jadi ngasih mixtape-nya?"
"Dia pasti ngerti. Atau perlu aku marahin si Ralph karena udah ingkar janji?"
"Sayang." Seola tanpa sadar mengembangkan senyumnya melihat air muka Bona yang sepertinya serius ingin memarahi Ralph. "Kamu nggak perlu naklukin seluruh dunia buat balas dendam."
Bona tergelak. "Duh, kata-katamu." Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Padahal aku nggak kepikiran sampai sejauh itu loh."
"Ya udahlah. Kadang-kadang kesedihan, kemarahan, kekecewaan nggak perlu diganti sama sesuatu saat itu juga, kan?"
"Berasa kayak lagi di drama."
Seola memutar bola matanya dan mendengus sebal. "Kamu ini, lagi serius juga." Lelaki itu menjepit hidung Bona pelan. Merekapun sama-sama tertawa karena merasa lucu pada kelakuan masing-masing.
~~~~~~~~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Discover : Time, Love, & Died
Short StoryKisah bagaimana caranya untuk kembali mengatur waktu mencari kebahagiaan cinta sesungguhnya diantara mereka semua, meskipun harus dipisahkan oleh maut. Tapi bukankah hati masih tetap menetap bukan? Cinta juga tidak akan hilang begitu saja, kan? | Di...