Temaram malam bisa menjadi latar yang indah bagi penikmat malam. Semakin malam semakin nikmat. Lampu-lampu jalan yang menjadi salah satu sumber penerangan memberikan ketenangan tersendiri. Sinar yang seadanya dan suara sunyi menjadi syarat kenikmatan yang tidak banyak orang bisa menikmatinya.
Salah satu penikmatnya adalah adalah Nam Dawon. Teman bahkan keluarganya menyebut dirinya sebagai manusia noktural. Bukan karena keharusan untuk bekerja part time di minimarket, bekerja di restoran malam hari, atau bahkan di sebuah club.
Tapi kegemarannya sendiri untuk menikmati malam yang ternyata sangat menyenangkan.
Dawon menyebut dirinya sendiri dengan nama yang kerena menurutnya, Night Traveler.
Itu adalah hobi Dawon setelah memberanikan diri keluar dari zona nyaman, setelah hiatus satu tahun untuk berjuang seorang diri dinegeri orang.
Biasa merasakannya sendirian, namun malam ini Dawon membawa seseorang bersamanya, Yoo Yeonjung.
Mereka sekarang duduk di pemecah ombak, menjulurkan kaki mereka di atas pasir pantai yang sudah sangat sepi, mata keduanya fokus pada ombak disana yang bergelung mendekat dengan tenang bersama tangan mereka yang saling bertaut.
Dawon menoleh, tangannya tergerak untuk membenarkan tata rambut Yeonjung yang baru saja diterpa angin. Detik berikutnya Yeonjung pun ikut menoleh ke arah Dawon, mereka saling melempar senyum.
"Bagaimana?"
"Lumayan.Pikiranku sekarang sudah lebih tenang. Terima kasih kak sudah selalu mengerti apa yang kubutuhkan." Ucap Yeonjung tulus. Senyumnya tidak hilang darisana membuat Dawon semakin melebarkan senyumnya sendiri.
Dawon dan Yeonjung sama-sama kembali menoleh kedepan. Mereka berdua terdiam bersama pikiran masing-masing.
"Jadi, apa yang kau pikirkan setelah melihat banyak hal?" tanya Dawon memecah keheningan diantara mereka. Tatapannya tidak lepas dari pemandangan didepannya.
"Aku semakin sadar jika dunia ini bukan hanya milikku seorang. Bukan juga diriku yang hanya memliki kepentingan, tapi semua orang yang ada disemesta ini memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Dan semakin aku melihat perbedaan itu, aku merasa semakin kecil."
"Kau boleh merasa seperti itu, tapi seharusnya kau jangan menyesali apapun Yoo Yeonjung, itu sudah menjadi keputusan hati kecilmu."
"Ingat, kau boleh menoleh kebelakang sana untuk mengevaluasi yang sudah-sudah. Tapi, jangan lupakan dengan apa yang ada didepan sana yang masih harus kau kejar." Lanjut Dawon memberi nasihat.
Tidak ada niatan membalas dengan suara, Yeonjung hanya mengangguk kecil bersama senyumnya yang dikulum. Entah kenapa mendengar nasihat-nasihat dari Dawon, selalu menjadi kesenangan tersendiri untuk Yeonjung, ketika orang-orang biasa menganggapnya sebagai angin lalu dengan masuk telinga kanan lalu keluar dari telinga kiri.
Karena Yeonjung merasa nasihat-nasihat itu tanpa sadar merefleksikan dirinya. Dan Yeonjung merasa sangat membutuhkannya.
"Ngomong-ngomong, kakak nggak khawatir apa setiap keluar malem kayak gini? Kalo ketangkep paparazi gimana?" tanya Yeonjung, terdengar khawatir. Dawon menoleh dan hanya menatap Yeonjung yang sedang menatap sekeliling – berjaga-jaga.
"Yoo Yeonjung." Dawon meraih bahu Yeonjung, lalu menarik perlahan sampai mereka saling berhadapan.
"Public Figure sepertiku ini juga seorang manusia. Kita semua memiliki hak dan kewajiban yang sama, termasuk dengan kebebasan."
Yeonjung dengan gugup mengangguk-anggukan kepalanya paham. Sepertinya dia sudah salah bicara.
Dawon menjauhkan tangannya dari bahu Yeonjung. Kembali dengan posisi sebelumnya bersama kepalanya yang sedikit menunduk.
"Kau jadi tidak nyaman ya Jung jika berjalan denganku?" Yeonjung dengan cepat menggeleng berulang kali. Apalagi ucapan Dawon terdengar kecewa.
"Bukan begitu, aku hanya khawatir. Aku juga khawatir jika nanti kita tertangkap paparazi, lalu kau akan dapat masalah."
Dawon mengelus rambut Yeonjung lembut. "Terima kasih sudah khawatir. Aku akan mengusahakan untuk tidak membuat atau terkena masalah. Tidak apa nanti jika harus tertangkap paparazi-paparazi itu, yang jelas aku akan mementingkan keselamatanmu dulu."
"Sebenarnya daripada khawatir jika tertangkap paparazi atau para fans, aku justru lebih merasa penasaran. Apalagi jika paparazi atau fans itu menangkap idolanya sendiri."
"Tentang?"
"Waktu yang mereka gunakan, apa tidak sia-sisa. Itu justru yang membuatku khawatir, padahal ada hal yang lebih penting yang harus mereka lakukan. Apalagi ketika harus menuntut diri sendiri untuk meniru idolanya."
"Sebenarnya aku tidak masalah, aku juga merasa senang. Karena itu salah satu bukti jika ada yang mengakui dan menyayangi kita."
"Sebentar kak, lalu jika mereka tidak sengaja bagimana? Kan tidak semua orang begitu." Tanya Yeonjung.
"Jika tidak sengaja, itu mungkin tidak masalah. Tapi lebih baik karena ketidak sengajaan bukan?"
Yeonjung samar-samar mengangguk. "Iya juga."
"Ah maaf, aku malah jadi curhat." Dawon menggeleng-geleng kecil sendiri, merasa lucu dengan dirinya karena perkataannya yang sudah melantur kemana-mana. Seharusnya malam ini ditujukan untuk Yeonjung yang ingin mengurangi beban stress dan penat. Tapi tanpa sadar Dawon malah menambahinya.
"Mutualisme."
Dawon terkekeh-kekeh mendengar jawaban Yeonjung. "Baiklah. Kalau bisa sering-sering ya?"
"With Pleasure."
"Oh iya Jung."
Yeonjung menoleh. "Ada apa?"
"Aku baru ingat, aku ingin menawari sesuatu. Tapi jika kau merasa keberatan, langsung tolak saja tidak apa. Aku tidak masalah sama sekali."
Yeonjung menaikan salah satu alisnya, dahinya mengekrut lumayan dalam. "Menawari apa?"
"Kau mau naik panggung lagi bersamaku?"
~~~~~~~~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Discover : Time, Love, & Died
ContoKisah bagaimana caranya untuk kembali mengatur waktu mencari kebahagiaan cinta sesungguhnya diantara mereka semua, meskipun harus dipisahkan oleh maut. Tapi bukankah hati masih tetap menetap bukan? Cinta juga tidak akan hilang begitu saja, kan? | Di...