WARNING !!!
Didalam cerita ini ada unsur character death dan mengandung unsur dewasa, jadi dimohon untuk para pembaca bisa menyikapi cerita ini dengan baikTerima Kasih
Seola meremas tisu digenggamannya hingga lusuh tak berbentuk, lalu meletakan dipiringnya yang sudah kosong. Matanya menatap piring itu sesaat, lalu menatap sosok didepannya dengan sendu nan miris.
"Bagaimana jika kita pulang dulu? Mengambil barang-barang untuk dibawa kemari."
"Soobin sudah membawakannya kemari."
"Kukira dia akan pergi menjemput Exy."
"Sekalian." Sosok didepannya berdiri. "Aku ingin diruangan akomodasi rumah sakit saja. Akan ada banyak keluarga pasien disana. Kita bisa saling berbagi cerita."
"Tapi nanti kau tidak bisa banyak istirahat."
"Aku ingin lebih dekat dengan Juna."
Seola terdiam, dia tidak bisa memaksa. Dia juga ingin lebih dekat dengan sang putra yang sudah terbaring lama dirumah sakit.
Seola mengangguk lemah. "Baiklah."
Mereka pun pergi bersama dari kafetaria rumah sakit untuk menengok Juna di ruang perawatan intensif khusus anak-anak setelah kemarin pindah dari ICU. Mereka berdua sama-sama berdiri terpaku melihat Juna yang keadaannya masih tetap sama, bahkan tak ada perubahan sama sekali.
Juna didiagnosa mengidap meningitis dan sudah masuk pada tahap kronis, karena terlambatnya dalam penanganan.
Seola dan Bona mengetahuinya setelah membawa Juna kerumah sakit, setelah menemukan Juna yang tiba-tiba tidak sadarkan diri di ruang tamu studio ketika anak itu bermain seorang diri sembari menunggu Seola merampungkan rekamannya.
Entah kenapa setiap mengingat hari itu, Seola selalu merasa takut dan merasa bersalah. Dia selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian itu. Apalagi saat itu Juna baru saja sembuh dari demam yang cukup panjang.
Seola merasa dirinya adalah orang tua yang lalai, dan tidak bisa diandalkan menjadi seorang ayah karena ditinggal oleh Bona.
"Maaf."
Bona mengusap kedua bahu Seola yang sudah bergetar bersama kalimat-kalimat penenang. Karena sudah tak tahan, Seola akhirnya memeluk Bona dan langsung menyembunyikan kepalanya dibalik leher wanita itu bersamaan dengan tangisnya yang langsung pecah.
"Maaf, aku tidak bisa jadi ayah yang baik untuk Juna."
Bona memejamkan mata bersama bibir bawahnya yang dia gigiti kuat-kuat. Jika Seola sudah merasa begitu, apa kabar dengan dirinya yang justru pergi meninggalkan Juna hanya karena sebuah tuntutan pekerjaan, padahal tau jika Juna baru saja sembuh?
"Kita sama-sama orang tua yang lalai, sayang. Maaf karena aku justru pergi."
Bona dan Seola saling melonggarkan pelukan mereka ketika mendengar suara derap langkah yang saling menyusul terdengar mendekat. Mereka berdua menoleh, dan menemukan Exy dan Soobin, juga Eunseo dan Luda.
Exy dan Eunseo memeluk Seola secara bergantian, yang entah mengapa pelukan mereka berdua bagi Seola terasa hampa. Bukan karena dia tidak menghargai perlakukan keduanya, tapi karena dia sedang kalut dan bingung harus membalas apa dari pelukan hangat dan tepukan beserta kata-kata dukungan dari mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Discover : Time, Love, & Died
Short StoryKisah bagaimana caranya untuk kembali mengatur waktu mencari kebahagiaan cinta sesungguhnya diantara mereka semua, meskipun harus dipisahkan oleh maut. Tapi bukankah hati masih tetap menetap bukan? Cinta juga tidak akan hilang begitu saja, kan? | Di...