33. Lost & Willing

151 17 5
                                    

Dengan tatapan kosong, Seola mengamati tetesan-tetesan air dari mulut keran yang baru saja dia matikan. Namun setelah diam beberapa saat, Seola kembali menyalakan keran dan langsung meletakan tangannya disela sela air yang mengalir deras, lalu membasuh wajah dan menggosoknya kasar.

Setelah mengenakan kacamata dan jasnya yang tergantung dibelakang pintu toilet, buru-buru Seola keluar dari sana untuk pergi menghampiri Bona.

Namun saat akan mengambil langkah lebar setelah menutup pintu, langkah Seola justru tertahan bersama perhatiannya yang teralihkan begitu mendengar namanya disebutkan, meskipun terdengar ragu.

"Betul kan, Seola Kim?"

"Wu Xuanyi?"

Seola mengerjapkan matanya cepat, lalu menelisik lelaki berjas putih didepannya dengan tak percaya. Dengan senang hati dia menyambut rentangan tangan lelaki itu dan memeluknya sesaat.

Seola benar-benar tidak percaya bisa bertemu dengan sahabat lama dan jauhnya ada disini.

"Lama tidak berjumpa, kak."

"Bagaimana kabarmu Wu?"

Yang diyakini sebagai Xuanyi itu tergelak. "Seperti yang kau lihat sekarang. Kau sendiri bagaimana kabarmu, kak?"

Seola ikut tergelak. "Baik."

"Kudengar kau ada di Jerman, kenapa bisa ada di Korea?" tanya Seola penasaran.

"Akhirnya aku dipindah tugaskan disini. Senang kan bisa bertemu dengan sahabatmu ini, huh?"

Dengan jahil Xuanyi mengapit leher Seola dengan lengannya. Dan begitu Seola memukulinya beberapa kali, dia pun melepaskannya, lalu mereka berdua berakhir tertawa bersama.

"Sepertinya enak jika perbincangan ini ditemani segelas kopi. Ayo kak."

Seola terdiam, tidak langsung menjawab ajakan Xuanyi. Hatinya bimbang, dia ingin sekali menerimanya, dia juga tidak enak jika harus menolak apalagi ini adalah pertemuan mereka setelah sekian lama, namun disisi lain dia harus segera ada disisi Bona.

"Bagaimana kak?"

Merasa hatinya sudah mantap, Seola akhirnya mengangguk. "Boleh."

Xuanyi mengangguk semangat, dia kembali mengapit leher Seola untuk diajak melangkah bersama.

"Hitung-hitung sebagai perayaan pertemuan kita. Lalu lain kali ajak yang lain, kita party sama-sama."

"Bisa atur waktu."

Baru berjalan beberapa langkah, keduanya tiba-tiba tertahan dan sama-sama menoleh kebelakang meskipun yang dipanggil hanya salah satu dari mereka.

"Dokter Wu!"

Seorang perawat lelaki yang memanggil Xuanyi berjalan cepat, terlihat sangat buru-buru. Namun begitu berdiri dihadapan Xuanyi, perawat itu bisa mengatur nafasnya dengan baik.

"Ada yang bisa kubantu?"

"Ada keluarga pasien meminta tolong untuk menandatangani ini." Perawat itu menyerahkan sebuah map berwarna hitam ketangan Xuanyi yang langsung melihat isinya sekilas.

"Asuransi jiwa?"

"Iya. Keluarga pasien yang meninggal tiga hari yang lalu, katanya perlu tanda tangan dokter penanggung jawab untuk pencairan."

Xuanyi meraba raba saku jasnya. "Ikut keruanganku. Aku tidak membawa pulpen."

Seola yang berada diantara mereka tiba-tiba jadi merasa tidak enak dan canggung.

"Um, Xuanyi. Sepertinya lain kali saja, kau sedang sibuk."

Xuanyi tersenyum dan menggeleng. "Tidak apa-apa kak, kita bisa mengobrol di ruanganku. Hanya tanda tangan. Lagipula sebentar lagi jamku juga akan segera habis."

Discover : Time, Love, & DiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang