Selesai medical check-up, Bintang pun segera menarik kembali kopernya. Namun, baru beberapa langkah, ia harus berhenti karena Khansa memanggilnya. Perempuan itu melangkah cepat dengan high heels hitam mengkilatnya. Lalu, menyerahkan sebuah map biru begitu berdiri di hadapan Bintang.
“Apa ini, Mbak?” tanya Bintang seraya menatap map biru itu dan wajah Khansa secara bergantian.
“Formulir pendaftaran untuk FA recruitment rute Asia. Khususnya China, Hongkong, Jepang, sama Korea,” jelas Khansa dengan penuh kemantapan. “Saya dengar dari Mbak Mega, kamu pengen banget jadi FA rute internasional.”
Pandangan Bintang kini terkunci pada sosok Khansa. Memang ini yang diinginkan Bintang sejak lama. Namun, entah mengapa, hatinya tidak sesenang yang selama ini ia bayangkan.
“Sebenarnya, rute ke Eropa juga mau ada recruitment. Tapi, saya belum dapat informasi lanjutan. Kalau udah ada kabar, saya akan kasih tahu kamu,” lanjut Khansa. Ia pun menggerakkan map di tangannya. “Mau di ambil gak, nih? Kalau enggak, saya kasih tahu ke kru yang lain.”
Cepat-cepat Bintang merebut map itu. Ia tersenyum lebar pada Khansa. “Diambil, dong, Mbak. Masa enggak?” imbuhnya.
“Saya baru kasih tahu kamu sama Elio. Karena yang saya dengar, kalian yang paling semangat untuk daftar rute internasional.”
Elio? Dia juga mau daftar?
Khansa mengusap bahu Bintang. “Semoga Tuhan memberi jalan, ya, Bi. Saya tahu banget gimana kerasnya kamu bekerja selama delapan tahun di penerbangan domestik.”
Bintang mengangguk sopan. “Iya, Mbak. Semoga.”
Setelah menyimpan map pemberian Khansa di saku depan koper, Bintang pun kembali melanjutkan langkahnya.
Bukan perasaan ini yang Bintang bayangkan. Dalam setahun terakhir, Bintang mengira dia akan tersenyum lebar, jingkrak-jingkrak, lalu melangkah penuh percaya diri setelah mendapat kabar bahwa rute internasional membuka recruitment. Selama bertahun-tahun, Bintang menolak kesempatan ini karena mempertimbangkan sang mama. Namun, setelah dia merasa yakin untuk upgrade karier, justru hal lain yang kini Bintang pertimbangkan.
Aslan Dewangga.
Memang, dari awal Aslan menegaskan bahwa dia tidak akan membatasi karier Bintang. Dia masih bisa bekerja setelah mereka menikah. Namun, yang apa mungkin Bintang mematahkan harapan Aslan yang 2 minggu lalu? Mereka tidak akan bisa menikmati pagi bersama jika Bintang harus terbang ke luar negeri. Bahkan, bisa saja ia pulang hanya seminggu sekali.
“Mbak Bintang!”
Lagi, langkah Bintang tertahan karena namanya dipanggil. Sayangnya, panggilan kali ini tidak akan membawa kabar baik. Bintang akan uji kesabaran untuk beberapa menit ke depan.
“Mbak, apa kabar?” sapa Santi, kru yang dijadwalkan terbang ke Bali bersama Bintang.
“Baik, baik.” Seperti biasa, Bintang tetap tersenyum ceria meski hatinya menggumal. Menampilkan senyum palsu sudah menjadi keahliannya sejak memasuki dunia aviasi.
Tanpa permisi, Santi menggandeng tangan Bintang, seakan mereka memang dua sejoli yang begitu dekat. “Udah lama banget kita enggak satu flight, ya? Seneng banget, akhirnya bareng Mbak Bintang lagi,” lanjut perempuan dengan rambut sebahu itu.
“Hehe, iya.” Sekarang, Bintang cengengesan tidak jelas.
“Mbak.”
Mulai, nih. Mulai!
Santi semakin mendekatkan tubuhnya pada Bintang. “Aku denger-denger, Mbak Bintang ada sesuatu sama Mas Elio. Banyak yang bilang, kalian pernah pacaran pas kuliah. Tapi, putus karena Mas Elio selingkuh.” Ia menatap Bintang dengan atensi penuh, siap mencari kebenaran dari jawaban Bintang nanti. “Emang bener, ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fly to You [Tamat]
RomanceApa yang salah dari status lajang di usia 30 tahun? Apakah itu adalah sebuah kesalahan besar sampai orang-orang di sekitar terus bertanya kapan menikah? Hanya karena belum memiliki pasangan, hidup Bintang Skylar tidak menyedihkan sama sekali. Justru...