Bintang hanya menoleh sekilas saat pintu kamar mandi terbuka. Lalu, ia kembali memperhatikan layar televisi. Dia sama sekali tidak memedulikan sosok Aslan yang lewat sembari bertelanjang dada, hanya fokus pada serial drama Korea yang ditontonnya sejak setengah jam yang lalu.
Sementara itu, Aslan juga bertingkah acuh tak acuh. Dia sibuk membuka isi koper, mencari kaus oblong yang cocok untuk panasnya kota Semarang. Setelah mengenakan pelembab wajah, menyisir rambut, dan menyemprotkan parfum, Aslan hanya duduk di sofa sambil memainkan ponsel. Ia tidak menanyakan kondisi Bintang atau apa yang dia butuhkan.
Siapa yang tidak kesal setelah di-prank? Ya, Bintang lupa akan Aslan tadi hanya sebuah kebohongan!
Aslan heran, bisa-bisanya ide untuk mengerjainya masih muncul di kepala Bintang setelah ia mengalami kecelakaan. Kepalanya masih dalam tahap pemeriksaan, ia juga baru bangun dari efek obat penenang, semua orang sedang mengkhawatirkannya, tetapi Bintang masih bisa melakukan akting untuk mengerjai Aslan.
Pakai ada skenario mengaku pacarnya Elio segala! Jika hanya ada mereka berdua di ruang rawat, Aslan sudah pasti akan memukul kepala Bintang dengan tiang infus.
“Lan?”
Pergerakan jemari Aslan terhenti karena panggilan perempuan itu. Namun, dengan cepat ia mengendalikan diri. Aslan sedang marah, jangan goyah hanya karena satu panggilan.
“Aslan, aku haus. Bisa tolong ambilin minum?”
Dengan penuh hati-hati, Aslan melirik Bintang melalui sudut matanya. Gelas ada di atas nakas dan Bintang mampu mengambilnya sendiri. Aslan tidak boleh terpengaruh karena suara manjanya.
Bintang berdecak. Dia berusaha memutar otak, mencari cara supaya Aslan mau menghampirinya untuk sekadar mengambil gelas yang jaraknya tidak seberapa. Begitu sebuah ide muncul, Bintang langsung kembali beraksi.
“Mas Aslaaaaaaan. Bintang haus, nih, Maaaaasss. Tolong ambilin minum, dooooong.”
Saat itu juga, Aslan langsung menoleh. Dia mengejek diri sendiri yang langsung luluh hanya karena embel ‘mas’ yang disematkan Bintang dan diiringi suara mendayu. Ia menghela napas panjang, berpura-pura terpaksa bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati ranjang. Aslan menuangkan air ke gelas sembari terus memperhatikan Bintang yang tersenyum lebar padanya.
“Nih,” singkatnya sembari memberikan gelas.
“Makasih,” sambung Bintang. Ia menyesap sedikit air di gelas itu dan diberikan kembali pada Aslan. “Makasih, ya, Calon Suami Aku yang Paling Ganteng.”
Aslan berdecih. “Bukannya kamu pacar Elio, ya?”
“Mantan, bukan pacar.”
“Tadi bilangnya pacar, tuh.”
“Mantan, lah. Udah enggak ada apa-apa antara aku sama dia. Emangnya kamu sama Chelsea, yang masih suka pelukan di depan umum padahal udah 5 tahun putus? Itu, tuh, yang patut ditanyakan. Beneran udah jadi mantan atau—”
“Kamu mau saya cium?” potong Aslan dengan cepat.
Bintang mendelik tak suka. Dengan bibir mengerucut sempurna, ia melipat tangan di depan dada dan kembali menyaksikan drama Korea. Seenaknya saja Aslan menawarkan ciuman di saat mereka masih ada masalah. Walaupun bibirnya memang terlihat lebih segar setelah mandi, tetapi Bintang tidak akan tergiur!
Lagi, Aslan menghela napas panjang. Ia menarik kursi dan duduk di samping ranjang. “Saya minta maaf atas kejadian pelukan itu. Saya gak bermaksud menyakiti kamu sedikit pun, Bi. Saya mengaku salah karena sudah memberikan kenyamanan untuk perempuan lain. Tapi, antara saya dengan Chelsea, tidak ada apa-apa selain hanya sebagai rekan kerja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fly to You [Tamat]
RomanceApa yang salah dari status lajang di usia 30 tahun? Apakah itu adalah sebuah kesalahan besar sampai orang-orang di sekitar terus bertanya kapan menikah? Hanya karena belum memiliki pasangan, hidup Bintang Skylar tidak menyedihkan sama sekali. Justru...