“Mau ke mana?”
Baru saja Bintang keluar dari kamar, sang mama sudah menodongkan pertanyaan, lengkap dengan tatapan tajam. Perempuan itu mengembuskan napas panjang. Ingin protes, tetapi Bintang paham apa yang dirasakan mamanya. Semenjak kejadian mabuk berat, sang mama jadi sedikit posesif.
“Mau pergi.” Bintang menutup pintu kamar. “Sama Aslan,” lanjutnya.
Raut wajah Bu Firda berubah saat itu juga. Beliau mendekati sang putri. “Beneran sama Mas Aslan? Enggak pergi ke kelab malam lagi?”
“Masa ke kelab pakai celana jins sama kaus oblong begini, sih, Ma?” Bintang geleng kepala. Ia pun melangkah menuju tamu. “Beneran sama Aslan, kok. Kita mau makan bareng.”
Bu Firda terus mengekori langkah Bintang. “Masa makan malam sama Mas Aslan pakai baju begitu, sih, Bi? Pakai gaun, kek. Make-up juga, kek. Jangan bikin Mas Aslan malu buat bawa kamu.”
“Kita bukan mau makan di restoran eropa, Ma. Cuma mau cari laksa gerobakan.” Bintang berbalik. Sebelum mamanya kembali protes, dia pun berucap, “Aslan yang mau, bukan Bintang, ya. Jadi, jangan ngomel lagi.”
Saat itu juga, Bu Firda melipat bibirnya. Beliau hanya diam seraya memperhatikan Bintang yang sibuk memilih sandal.
Tentu, ini adalah perkembangan yang sangat bagus. Akhirnya, Bintang dan Aslan memiliki inisiatif sendiri untuk saling mendekatkan, tidak lagi perlu dipaksa. Meski harus menanggung malu, sepertinya kejadian Bintang mabuk berat itu adalah titik awal hubungan baik mereka dimulai.
Pilihan Bintang jatuh pada flat shoes biru tua. Ia merapikan penampilannya sekilas lalu meraih kenop pintu utama. “Aku suruh Aslan tunggu di depan. Paling ketemu Mama pas pulang nanti.”
“Ya udah, gak apa-apa.”
“Mama mau pesen apa? Kali aja ada yang lagi pengen Mama makan malam ini.”
Bu Firda menggeleng dengan cepat. Beliau tersenyum lebar sambil mengusap bahu putrinya penuh kelembutan. “Mama gak butuh apa-apa. Kamu nikmati aja waktu berdua sama Mas Aslan. Inget, jangan berbuat hal yang aneh-aneh lagi. Jangan sampai Mas Aslan mundur, kayak laki-laki yang lain. Mama cuma mau lihat kamu nikah secepatnya.”
Nikah lagi, nikah lagi! dengkus Bintang dalam hati.
Tak berselang lama, terdengar deru mobil. Perempuan itu berpamitan pada sang mama dan segera keluar rumah. Wajah masamnya langsung berubah semringah begitu masuk BMW putih yang sudah terparkir di depan rumah. Saat matanya bertemu dengan netra Aslan, senyum lebar langsung terbit di wajah cantik Bintang.
“Hai,” sapa Aslan. Ia juga tidak bisa menyembunyikan senyum kebahagiaannya saat bertemu Bintang.
“Hai. How are you?”
“I feel better. Because I'm seeing you now.”
Tawa Bintang langsung pecah saat itu juga. Lalu, dia menatap Aslan sambil memicing. “Kita gak ketemu tiga hari doang, tapi kemampuan gombal kamu udah profesional banget, ya.”
“Lho, saya gak gombal. Saya beneran ngerasa lebih baik setelah lihat kamu. Biarpun hari ini saya masuk ruang operasi empat kali, tapi capek saya langsung hilang setelah lihat kamu,” jawab Aslan dengan penuh percaya diri. “Kamu gak tahu gimana susahnya tahan kangen, sih, jadi bilangnya begitu.”
“Kita cuma gak ketemu tiga hari, Aslan. Selama itu juga kita selalu kontakan, kan?”
“Ternyata, cuma saya yang kangen,” gumam Aslan sambil mencebik. Ia pun menyalakan mesin mobil dan segera menginjak pedal gas. Malam ini, Aslan benar-benar siap berkencan dengan Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fly to You [Tamat]
RomanceApa yang salah dari status lajang di usia 30 tahun? Apakah itu adalah sebuah kesalahan besar sampai orang-orang di sekitar terus bertanya kapan menikah? Hanya karena belum memiliki pasangan, hidup Bintang Skylar tidak menyedihkan sama sekali. Justru...