22. Lunch Together

7.7K 787 14
                                    

[Aku udah di lobi, ya.]

Aslan tersenyum lebar saat membaca pesan yang baru saja dikirim Bintang. Ia langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri sang asisten.

“Tidak ada pasien yang mau kontrol lagi, kan?”

“Gak ada, Dok. Sudah semuanya. Dokter hanya perlu siap-siap untuk operasi jam dua nanti,” jawab sang asisten.

Lelaki 32 tahun itu mengangguk paham. “Kalau begitu, kita istirahat dulu. Ini juga sudah jam makan siang. Saya duluan, ya.”

“Silakan, Dok.”

Aslan berlenggang meninggalkan ruang kerjanya. Meski samar, ada senyum di bibir tipisnya. Dia terus melangkah dengan penuh percaya diri, membelah lalu lalang manusia di koridor rumah sakit. Jika ada yang menyapa, Aslan hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

Langkah Aslan perlahan melambat saat netranya menatap figur seseorang yang duduk di kursi kedai teh lobi rumah sakit. Seperti biasa, Bintang akan selalu memesona. Dia sangat cantik dengan balutan baju hitam lengan panjang, slit skirt merah floral, dan boots hitam. Rambut panjangnya ia tata dengan gaya messy bun, menambah kesan seksi.

“Hei, jangan ngelamun!” tegur Aslan seraya menarik kursi di samping Bintang.

Perempuan itu terperanjat. Lalu, melayangkan pukulan di bahu Aslan. “Kalau jantung aku lompat, mau tanggung jawab?” sewotnya.

“Maaf, maaf,” ucap Aslan sembari nyengir kuda. Atas inisiatif sendiri, dia menarik sebuah kotak makan dari hadapan Bintang. “Ini buat saya? Kamu yang masak?”

“Iya. Bukan.” Bintang tersenyum manis. Amat manis sampai pandangan Aslan hanya terkunci padanya. “Ini emang makan siang buat kamu. Tapi, bukan aku yang masak.”

“Terus?”

“Mama,” jawabnya dengan cepat.

Karena pergerakan Aslan terhenti, Bintang yang membuka satu per satu kotak makan yang ia bawa dari rumah. Ia menata kotak nasi, steak ayam, tumis tahu, sendok dan garpu di atas meja. Tidak lupa dengan termos berisi kopi karamel panas yang mengeluarkan aroma candu. Terakhir, Bintang mengeluarkan potongan semangka.

“Nah, yang ini baru kerjaan aku,” katanya dengan penuh rasa bangga.

Pandangan Aslan beralih pada sejumlah makanan yang ada di atas meja. Dari semua masakan menggiurkan itu, Bintang hanya mengerjakan bagian semangka.

“Saya jadi gak enak sama Tante Firda,” gumamnya.

“Gak usah ngerasa gak enak segala. Mama semangat banget turun ke dapur waktu tahu aku mau bawa makan siang buat kamu. Mama yang menawarkan diri buat masak. Katanya, daripada kamu kenapa-kenapa gara-gara masakan aku, mending mama yang bikin makan siangnya.” Bintang menepuk bahu Aslan. “Tapi, kalau kamu mau berterima kasih, kamu bisa telepon mama nanti. Bilang juga kalau aku beneran datang ke sini.”

“Kamu terus terang sama mama kamu? Beneran bilang kamu ke rumah sakit, buat ketemu saya?”

Bintang mengangguk. “Ya, iya. Lagian, gak ada alasan juga buat bohong.”

Alis Aslan terangkat tinggi. “Terus, gimana reaksi mama kamu?”

“Kamu tahu sendiri, lah.”

Fly to You [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang