Sembari terus memijat lengan kanan, Aslan menyeret kedua tungkainya, menelusuri koridor rumah sakit yang sudah amat sepi. Berulang kali embusan napas panjang keluar dari bibir tipisnya. Ia amat lelah dengan apa yang terjadi hari ini. Namun, Aslan merasa tidak berhak mengeluh karena ini adalah jalan yang ia pilih dari awal.
Setelah bicara dengan Bintang, Aslan bergegas ke OK karena ada pengajuan jadwal karena pasien tiba-tiba anfal. Setelah berhasil mengangkat tumor otak, Aslan menyempatkan diri untuk mengisi perut. Baru beberapa sendok, dia harus kembali berlari ke OK karena ada korban kecelakaan yang mengalami patah tulang belakang. Selanjutnya, pasien yang mengalami pendarahan otak. Jadi, wajar jika langkah Aslan terkesan diseret paksa, bukan? Dia sudah berdiri lebih dari 9 jam.
Masih dengan pergerakan lunglai, ia merogoh brief case hitamnya. Setelah mendapatkan kunci mobil, ia kembali melangkah. Begitu sampai di lobi, Aslan mendapati seorang perempuan berdiri sembari celingak-celinguk. Saat pandangan mereka tak sengaja bertemu, bahu lemas Aslan semakin turun. Ternyata, cobaan hari ini belum berakhir.
"Aslan?" Perempuan itu tampak terkejut.
"Belum pulang?" tanya Aslan, sekadar berbasa-basi.
"Ini mau pulang. Tapi, mobil aku kehalang sama mobil putih itu."
Pandangan Aslan mengikuti arah tunjuk perempuan itu. Lalu, dia kembali menatapnya. "Itu mobil saya."
"Oh? Mobil kamu?"
Aslan mengangguk kecil. Lalu, ia melirik arlojinya, pukul 1 dini hari. "Kamu mau pulang sekarang, kan? Saya antar."
Perempuan itu tidak menyahut, hanya menatap punggung Aslan yang kian menjauh. Dia bingung dengan sikap biasa Aslan ini, seperti tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Namun, di sisi lain, dia juga senang karena Aslan berkata akan mengantarnya pulang tanpa ragu sedikit pun.
Aslan sempat berbalik saat hendak masuk ke mobil. Dia berdecak mendapati perempuan itu masih duan di tempat, tidak bergerak sama sekali. "Mau pulang, gak? Buruan."
"Kalau kamu anter aku, mobil aku gimana?" tanya perempuan itu sembari melangkah mendekati Aslan.
"Kamu bawa mobil kamu, saya bawa mobil saya. Saya antar kamu dengan cara mengikuti mobil kamu, tidak dengan membiarkan kamu duduk di mobil saya."
"Oh, begitu, ya?" Perempuan itu menggaruk tengkuknya. Jangan tanya semalu apa dia saat ini. Dia hanya berusaha menutupinya. "Eh, tapi, gak usah repot-repot. Aku bisa pulang sendiri, kok. Lagian, kamu juga pasti capek, kan? Wajah kamu kelihatan pucat begitu, Lan."
"Chelsea, saya sedang malas untuk berdebat. Jadi, langsung masuk ke mobil kamu aja, jangan menolak tawaran saya." Setelah mengatakan itu, Aslan masuk ke mobilnya dan segera menyalakan mesin.
Pada akhirnya, perempuan itu-Chelsea-menuruti apa yang dikatakan Aslan. Dia segera melangkah dan memasuki mobilnya. Ia baru mundur setelah mobil Aslan melaju meninggalkan area parkir. Seperti yang dikatakan, Aslan benar-benar mengikuti mobil Chelsea. Sesekali perempuan itu menoleh, memastikan Aslan tidak meninggalkannya di tengah jalan.
Lucu. Chelsea tidak mau ditinggalkan, padahal dialah yang telah pergi.
Aslan tidak berniat berlama-lama di depan rumah Chelsea. Namun, dia harus urung menginjak pedal gas saat perempuan itu keluar dari mobil dan berlari kecil menghampirinya. Aslan pun menurunkan kaca pintu mobil, tahu pasti ada sesuatu yang ingin Chelsea sampaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fly to You [Tamat]
RomanceApa yang salah dari status lajang di usia 30 tahun? Apakah itu adalah sebuah kesalahan besar sampai orang-orang di sekitar terus bertanya kapan menikah? Hanya karena belum memiliki pasangan, hidup Bintang Skylar tidak menyedihkan sama sekali. Justru...