Bukan hanya tentang indahnya alam Indonesia yang akan memiliki cerita panjang. Betapa menakjubkannya hidup pun demikian.
Bagaimana kita terlahir, menatap wajah ibu untuk pertama kalinya, mencicipi ASI, belajar berjalan, bermain boneka, belajar membaur di sekolah, bertahan di kerasnya tuntutan nilai, belajar mencintai diri sendiri, memahami arti datang dan pergi, berdamai dengan luka, berusaha bangkit setelah tersakiti, dan mensyukuri rahmat Tuhan, adalah cerita panjang yang dimiliki semua insan.
"Calon pengantin baru yang satu ini emang gak ada duanya, ya? Masih aja terbang, padahal dua minggu lagi naik altar," cetus Mega sembari menggandeng bahu Bintang.
Perempuan itu menoleh dan tersenyum penuh bangga. "Iya, dong, Mbak. Harus terus semangat buat mengantarkan penumpang ke tujuan mereka."
"Gak usah sok-sokan karena tugas, Mbak. Bilang aja uangnya lumayan," sindir Erika sembari menyejajarkan langkahnya.
"Bukan lumayan lagi, Er. Anggap aja dalam empat belas hari itu gue dapet enam penerbangan per hari. Kan, lumayan, buat nambahin anggaran honeymoon." Tanpa malu, Bintang bersikap terang-terangan.
"Emang mau honeymoon ke mana, sih, Bi?" Mega terlihat penasaran.
"Maunya ke Swiss, sih, Mbak."
Erika menyikut lengan Bintang. "Jadi pengen ikut honeymoon, Mbak."
"Cari dulu cowok buat ikat janjinya, baru bilang mau ikut honeymoon. Kalau cuma numpang ke gue, sih, maaf-maaf aja."
Ketiganya tertawa bersama sembari menuju pesawat.
Bukan hanya karena uang, Bintang benar-benar ingin mengabdikan dirinya pada pekerjaan di sisa statusnya sebagai lajang. Dia menjadi begitu semangat untuk bangun pagi dan menunggu jemputan setelah mengingat nanti ia akan menyandang gelar sebagai istri dari Aslan Dewangga. Lagipula, persiapan pernikahan sudah rampung semuanya. Ia hanya perlu menjaga pola makan supaya tidak ada perubahan ukuran gaun.
"Katanya, cobaan pra nikah itu gak main-main. Emang bener, ya?" tanya Erika sembari mendekati Bintang.
Dengan penuh semangat, Bintang mengangguk sebagai jawaban. "Banyak dan lumayan serius, Er," imbuhnya. "Mas Aslan, yang biasanya selalu ngalah, mendadak keras kepala. Terus, tiba-tiba aja banyak cowok yang DM gue, minta kenalan sampai ada yang ngajak taaruf. Orang tua kami mendadak sering berantem karena beda pendapat tentang ini dan itu. Belum lagi, pacarnya adik Mas Aslan ngedadak mau nikah bareng."
"Terus, apa konflik internal dari Mbak Bintang?" Erika masih saja penasaran.
"Karena Mas Aslan jadi keras kepala, gue jadi sebel sama dia, dong. Tiap ada technical meeting sama pihak WO, pasti aja bawaannya sensi banget lihat muka dia. Boro-boro mau berangkat bareng, nanya doang juga gue gak sudi." Bintang geleng-geleng. "Untungnya, sekarang udah biasa aja, sih. Malahan, makin gak sabar buat jadi suami istri."
Erika menyimak dengan penuh saksama. "Sampai segitunya, Mbak?"
"Kalau kurang iman, udah pasti gue gila dari lama. Kalau keinginan gue buat berkeluarga gak besar-besar amat, udah pasti gue nyerah," timpal Bintang seraya melotot.
"Kok, aku ngeri, ya? Jadi takut sendiri."
"Namanya juga komitmen besar, pasti banyak cobaannya."
Entah sejak kapan Elio bergabung di galley. Bahkan, dia juga sedang menikmati secangkir kopi dan roti keju.
"Kok, lo udah ada di sini aja? Sejak kapan?" tanya Bintang sembari celingak-celinguk.
"Dari tadi," jawab Elio dengan santai. "Indah banget sore hari gue di Bali, ya? Ngemil roti enak sama kopi panas di pesawat, ditemenin perghibahan cewek-cewek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fly to You [Tamat]
RomanceApa yang salah dari status lajang di usia 30 tahun? Apakah itu adalah sebuah kesalahan besar sampai orang-orang di sekitar terus bertanya kapan menikah? Hanya karena belum memiliki pasangan, hidup Bintang Skylar tidak menyedihkan sama sekali. Justru...