33. Turbulence

8K 725 2
                                    

Bintang langsung berpegangan pada sandaran kursi penumpang saat merasakan guncangan lumayan kuat pada kabin. Dia mengatur napas, berusaha tenang dan berpikir jernih. Tak berselang lama, seat belt sign menyala. Lalu, Bintang tersenyum pada penumpang yang ada di sisi kanan dan kirinya.

“Bu, Pak, tolong gunakan sabuk pengaman,” ucapnya, penuh kesopanan.

Mega juga bergerak dengan cepat di area bisnis. Ia segera meraih PA dan memberikan passenger announcement. “Penumpang yang Terhormat, kita memasuki area dengan cuaca yang kurang baik. Silakan Anda kembali ke tempat duduk dan mengenakan sabuk pengaman. Terima kasih.”

Para penumpang langsung menuruti interupsi itu. Mereka juga bisa merasakan guncangan itu. Perasaan damai yang sempat hadir beberapa saat lalu berubah panik hanya dalam hitungan detik.

Ladies and Gentlemen, we're experiencing some turbulence. Please return to your seats and fasten your seat belts. Thank you.” Mega mengulangi pengumuman dalam bahasa Inggris.

Erika tidak tinggal diam. Dia segera bangkit dari jump seat dan membantu Bintang untuk menarik troli menuju galley. Baru saja dia menyentuh trolley handle, guncangan kembali terasa. Kali ini, lebih kuat dari sebelumnya. Ia langsung mengunci troli dan duduk di kursi penumpang kosong di sampingnya.

“Pakai sabuk pengaman!” perintah Bintang tiba-tiba. Dia masih berdiri dan berpegangan pada sandaran kursi penumpang.

Sadar situasi semakin serius, Erika melakukan apa yang dikatakan oleh Bintang. Lalu, ia membuka kunci troli saat guncangan sedikit berkurang. “Mbak, udah aku buka.”

Bintang bergerak dengan cepat. Dia langsung mendorong troli sekuat tenaga menuju galley. Namun, belum sempat Bintang menyimpan troli ke tempat seharusnya, guncangan kembali terasa. Kali ini, mampu membuat teko di atas troli jatuh sehingga air panas tumpah tepat di atas permukaan kaki kiri Bintang.

“Ah, shit!” geramnya sembari berpegangan pada dinding pesawat dengan sekuat tenaga.

Bukan hanya teko, beberapa persediaan makanan juga turun dari tempat penyimpanan. Suasana kabin semakin gaduh di dalam sana. Mulai terdengar isak tangis para penumpang, panjatan doa, dan tak sedikit pula yang berteriak histeris.

“Tolong! Mama, tolong!”

Belum sempat kekacauan di galley bisa Bintang atasi, ia pun mendengar teriakan dari dalam lavatory. Tampaknya, seorang penumpang terjebak di dalam sana dan panik karena guncangan turbulensi yang terjadi secara tiba-tiba.

Dengan susah payah—menghiraukan kulit kakinya yang mulai melepuh—Bintang merayap mendekati pintu lavatory. Dia mengangkat pelat logam bertuliskan 'lavatory' dan menarik pin di bawahnya. Tepat setelah pintu dibuka, Bintang bisa melihat seorang anak kecil yang sudah menangis deras.

Tanpa basa-basi, Bintang langsung menyeret anak itu keluar. Namun, lagi dan lagi, guncangan besar terasa sebelum Bintang bisa mencapai barusan kursi penumpang. Karena tidak ada pilihan lain, Bintang pun mendudukkan anak itu di jump seat miliknya dan memasang shoulder harness.

“Tetap duduk, kencangkan sabuk pengaman, dan jangan panik. Semuanya akan baik-baik aja,” ucap Bintang pada anak itu.

Ia kembali bergerak, melangkah menuju pintu penumpang yang kosong. Namun, dalam hitungan detik, guncangan lebih besar kembali terjadi. Bintang tidak sempat berpegangan sama sekali, sehingga tubuhnya terpelanting, membentur cabin compartment dengan begitu kencang. Lalu, tubuhnya kembali membentur lantai pesawat dengan posisi tengkurap.

Untuk beberapa saat, segala bentuk teriakan dan tangisan histeris para penumpang tidak sampai ke gendang telinga Bintang. Ia mencoba menarik napas dalam-dalam, tetapi hanya sampai di dada karena punggungnya terasa begitu sakit. Kedua tangan Bintang meraba-raba, mencari pegangan yang cukup kuat di sisa tenaganya.

Fly to You [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang