Berulang kali Bintang mengerjap saat kepalanya terasa begitu pening. Ia sampai tidak bisa menyeimbangkan tubuh. Jika tidak berpegangan pada aircraft trolley, tubuh Bintang pasti sudah limbung. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha tenang dalam situasi ini.
Lo gak boleh sakit, Bintang. Kita masih punya dua penerbangan hari ini. Lo harus kuat. Harus!
Satria-pramugara satu penerbangan dengan Bintang untuk hari ini-mengernyitkan kening melihat gelagat sang senior. Bintang berpegangan erat pada troli seraya menunduk. Ia juga bisa melihat Bintang memejamkan mata erat-erat.
"Kenapa, Mbak?" tanya lelaki itu.
Kepala Bintang langsung terangkat saat itu juga. Dia memaksakan senyum dan berkata, "Enggak. Gue gak apa-apa, kok."
"Wajah Mbak pucat, lho. Masa gak apa-apa. Saya periksa, ya?" Satria melangkah. Dia meletakkan telapak tangannya di dahi Bintang selama beberapa detik. "Mbak demam. Badannya panas banget."
"Gue gak demam, kok. Ini cuma kecapekan, lo tenang aja."
"Saya kasih tahu Mbak Kirana, ya?
Bintang langsung menggeleng mendengar nama purser hari ini. "Enggak usah! Gue beneran gak apa-apa. Jangan tambah kerjaan ke Mbak Kirana. Kita juga gak punya deadheader, kan? Gue masih bisa kerja, kok. Tenang aja."
"Tapi, Mbak-"
"Daripada berdebat sama gue, mendingan lo cek emergency equipment," potong Bintang dengan cepat.
Mau tidak mau, Satria pergi meninggalkan galley. Ia sudah dengar tentang berapa profesionalnya seorang Bintang Skylar jika sudah masuk kabin. Namun, Satria tidak menyangka bahwa Bintang akan sekeras kepala ini.
Setelah memeriksa stok makanan dan kondisi pesawat, Bintang pun memasuki lavatory. Ia mengeluarkan make-up kit yang kemarin dibeli dengan Aslan dan segera touch-up. Satria berkata wajahnya pucat, jangan sampai para penumpang mengetahui kondisi tubuh Bintang saat ini.
Selesai boarding announcement, Bintang bersiap mengumumkan safety damonstration. Ia masih berdiri di depan para penumpang seraya terus memberikan senyum. Berulang kali Bintang menarik napas dalam, berusaha tenang meski tubuhnya semakin terasa tidak nyaman.
"Jika kabin mengalami kehilangan tekanan mendadak, tetap tenang dan dengarkan instruksi dari awak kabin," jelas Bintang. "Masker oksigen akan turun dari atas kursi Anda. Letakkan masker di atas mulut dan hidung Anda, seperti ini."
Bintang mejeda ucapannya, memberi waktu kepada para awak kabin untuk menyesuaikan pergerakan mereka dengan ucapan Bintang.
"Tarik tali untuk mengencangkannya. Jika Anda bepergian dengan anak-anak, pastikan masker Anda sendiri terlebih dahulu sebelum membantu anak Anda." Bintang kembali menjeda. Lalu, ia melanjutkan saat rekan yang lain memegang life vest. "Jaket pelampung terletak di bawah tempat duduk Anda dan lampu darurat akan mengarahkan Anda ke pintu keluar."
Bintang terpejam sesaat. Keringat mulai membasahi punggung, napas pun terasa begitu panas, pegangan pada PA mulai tak seimbang. Meski begitu, lagi, Bintang harus menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai awak kabin.
"Kami meminta Anda memastikan bahwa semua barang bawaan disimpan dengan aman selama penerbangan. Sembari menunggu lepas landas, harap luangkan waktu sejenak untuk meninjau kartu data keselamatan di saku kursi di depan Anda. Terima kasih."
Tidak berhenti sampai di sana, Bintang memberikan pengumuman dalam bahasa Inggris. Ia berusaha berdiri tegap meski tubuhnya semakin lemah. Bibir merahnya terus tertarik walaupun pandangan Bintang mulai mengabur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fly to You [Tamat]
RomanceApa yang salah dari status lajang di usia 30 tahun? Apakah itu adalah sebuah kesalahan besar sampai orang-orang di sekitar terus bertanya kapan menikah? Hanya karena belum memiliki pasangan, hidup Bintang Skylar tidak menyedihkan sama sekali. Justru...