2.3

7 2 0
                                    

Shireen merebahkan tubuhnya diatas kasur, ia memejamkan matanya. Teringat kembali peristiwa tiga tahun lalu yang mengakibatkan dirinya berpisah dari sang Kakak.

Ia mengingat wajah Andre saat itu. Mungkin sekarang sudah banyak berubah darinya.

Selama ini ia mencari keberadaan sang Kakak di tempat-tempat favorit nya. Ya, di seluruh bar yang ada di kota ini. Namun nihil. Shireen tak pernah menemukannya.

Entah memang Andre tidak ada di sana, atau mungkin Andre menghindar ketika Shireen berusaha menemuinya.

Seringkali Shireen sengaja datang ke bar yang sering Andre kunjungi. Malam, sendirian.

Shireen tahu jika langsung pulang, Ibunya akan memarahinya. Maka dari itu Shireen memilih untuk menginap di rumah Gistni.

Nisa, Ibunya Gistni yang selalu membiarkan Shireen menginap di rumahnya dengan mengatakan "Shireen sedang belajar di rumahku mbak sama Gistni. Sudah malam, biarin saja dia menginap." Kepada Ibunya Shireen. Dan Ibunya pun selalu percaya.

Shireen bangkit dari tidurnya dan tangannya perlahan menyusuri nakas yang berada tak jauh dari tempat tidurnya.

Shireen mengambil album foto yang ada disana. Dibukalah album foto itu, dan terlihat jelas foto keluarganya dulu saat masih utuh.

Ada Shireen, Andre, Ibu, dan Ayahnya yang tersenyum lebar seperti sedang mendapatkan giveaway.

Lalu Shireen membuka halaman berikutnya dan terlihat foto dirinya ketika masih kecil bersama sang Kakak, Andre.

"Kak, lo dimana?" Ucap Shireen kepada foto Kakaknya sambil mengusap-usap foto itu.

Shireen kembari merebahkan tubuhnya dan menaruh album foto itu diatas dadanya, dan memeluknya.

"Lo gak kangen jailin gue kak?" Ucap Shireen lagi yang entah buat siapa.

"Lo dulu sering buat gue nangis. Tapi, kalo gue boleh pilih, gue lebih milih lo bikin nangis gue tuh kayak dulu. Rusakin mainan gue kek, atau curi makanan gue. Bukan kaya gini, lo pergi ninggalin gue sama Ibu." Ucap Shireen sambil menahan tangisnya.

Sakit rasanya, Shireen tak mau seperti ini.

Shireen tak mau kehilangan laki-laki hebat dan berjasa di hidupnya lagi. Cukup Ayahnya saja.

◖⚆ᴥ⚆◗

Keesokan paginya Hexa kembali bersekolah. Pagi ini terlihat macam-macam expresi di geng itu. Ada yang muram, sedih, kesal, dan..

"Gue berak dulu." Nuel berlari menuju toilet.

Nuel nahan berak dari tadi.

Tak lama Reas datang dengan makanan di tangan nya. Memang saat ini mereka sedang di kantin.

"Lo pada kenapa dah?" Tanya Reas seraya menatap temannya satu satu.

Hanya Gistni yang pikiran nya normal lantas menjawab pertanyaan Reas tadi.

"Gak papa gue." Jawab Gistni enteng.

Berbeda dengan Gistni, Khaila hanya menggeleng, Shireen hanya menghela nafas yang sangat berat, dan Yasa bengong.

"Woi Sa!" Seru Reas lagi sembari duduk disamping Yasa dan menepuk pundaknya.

Barulah Yasa sadar bahwa ada orang yang ngomong kepadanya.

"Eh, ngapa Re?" Sahut Yasa yang lagi dan lagi malah balik bertanya. Reas hanya geleng-geleng kepala melihat temannya yang mungkin sedang galau.

"Lo yang kenapa bego! Bengong aja." Ucap Reas sambil menoyor pipi Yasa agak kasar. Gemas rupanya Reas sama Yasa nih.

"Oh, gue. Gak papa gue." Jawab Yasa ngasal. Jelas dirinya sedang kenapa napa.

"Tekanan batin lu pacaran sama si Gistni Yas?" Celetuk Shireen yang niatnya untuk mencairkan suasana.

Gistni mendengar itu jelas tidak terima, memangnya dia apaan sampe membuat Yasa tekanan batin.

"Eh, enak aja lo! Gak mungkin lah. Yasa pasti bahagia sama gue." Seru Gistni pede sambil merangkul tangan Yasa.

Bukannya makin tenang, Yasa justru semakin mumet di situasi kayak gini. Ia ingin mengelak, namun tidak bisa.

Khaila menangkap raut tak suka di wajah Yasa. Lantas ia mencoba untuk menyelamatkan Yasa di situasi yang tak nyaman itu.

"Di sekolah kali Gist rangkul-rangkulan mulu." Ucap Khaila yang di sambit cengengesan dari Gistni. Dan Gistni pun melepas rangkulan nya di tangan Yasa.

Yasa merasa lega lantas tersenyum kearah Khaila membuat kode terimakasih udah selamatkan Yasa dari kucing garong Gistni.

◖⚆ᴥ⚆◗

The Hexa | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang