"Jadi Ferdi itu emang udah niat mau jeblosin Pak Rifky ke penjara? Begitu, kan, maksudnya?" tanya Tia tak percaya. Ia tampak gusar dengan kesimpulannya sendiri. Lalu menyeruput lemon squash yang dipesannya tak sabar. Sementara, Dimas menatap gadis di hadapannya lekat.
"Lalu tujuan pertemuan kita ini apa? Agar saya mau bersaksi untuk Rifky?" tanya Dimas dengan tak melepaskan pandangan dari Tia. Membuat gadis berkerudung jingga tersebut sedikit tersentak. Tak menyangka jika akan mendapat pertanyaan to the point begitu.
"Hmm ... maunya sih begitu. Siapa tahu Mas Dimas berkenan membantu Pak Rifky," jawab Tia ragu.
Tanpa diduga, Dimas malah tertawa membuat Tia semakin bingung dengan sikap lelaki di depannya. "Asal kamu tahu, ya. Kamu bukan orang pertama yang minta hal itu. Malah Rifky sendiri sudah beberapa kali datang langsung ke saya. Sayangnya, saya sudah janji untuk menjauh dari semua yang berhubungan dengan Ferdi. Jadi, maaf sekali, ya, Tia. Saya belum bisa bantu."
Tia terdiam mendengar hal tersebut. Harusnya ia sudah bisa menduganya, semua ini tak semudah yang dibayangkan. Karena kalau memang Dimas berniat membantu, pasti sudah dilakukannya sejak awal, bukan malah menghilang tanpa kabar. Namun, tiba-tiba ia teringat sesuatu, siapa tahu Dimas juga mengetahui siapa orang yang berusaha menyingkirkan Papanya.
"Hmm, Mas Dimas tahu kenapa Ferdi sangat ingin menjebloskan Pak Rifky ke penjara? Apa di antara mereka ada masalah pribadi?"
Lagi-lagi Dimas tak langsung menjawab, tapi melihat Tia intens seolah tengah menilai sesuatu. "Kenapa kamu bilang begitu?"
Tia mengangkat bahu. "Ya, nggak tahu. Tiba-tiba kepikiran begitu aja. Soalnya nggak mungkin orang begitu gigih ingin memasukkan orang lain ke penjara kalau nggak punya dendam pribadi. Iya, kan?"
Dimas mengangguk pelan. "Mungkin masalah uang perusahaan waktu itu. Mungkin loh, ya."
"Uang perusahaan apa, Mas?"
Sejenak Dimas tampak ragu, tapi akhirnya ia menjawab juga pertanyaan Tia. "Kalau nggak salah, Rifky sama Ferdi pernah menyalahgunakan uang perusahaan. Saat itu mereka masih sama-sama di divisi marketing. Ibunya Rifky sedang sakit keras, jadi dia bermaksud pakai uang itu untuk berobat. Entah kalau Ferdi. Tapi, tak tahu gimana ceritanya, Rifky malah menghadap Pak Ali lalu mengakui semuanya."
Dimas terdiam seraya menghela napas panjang. Tia mendengarkan sembari menahan napas, degup jantungnya mulai tak beraturan. Tapi ia tak ingin menyela perkataan Dimas, jadi ditunggunya saja hingga lelaki berkulit sawo matang ini selesai bicara.
"Pasti bisa kamu bayangkan gimana marahnya Ferdi saat itu. Karena ia langsung dikeluarkan tanpa hormat. Sementara Rifky malah diberi kesempatan untuk mengembalikan uang perusahaan dengan cara dicicil. Sampai akhirnya suatu hari, Rifky yang sedang jadi bulan-bulanan Ferdi dan teman-temannya, ditolong oleh seorang bapak-bapak. Tapi terakhir yang saya dengar, bapak itu yang jadi sasaran Ferdi berikutnya dengan-"
"-kecelakaan mobil. Begitu, kan?" Tia yang sudah paham alurnya akan ke mana, langsung memotong ucapan Dimas. Sekuat tenaga ditahannya bulir bening yang hampir tertumpah. Akhirnya ia mengetahui kisah sebenarnya tentang kecelakaan yang menimpa Papanya.
Sementara Dimas sudah benar-benar terkejut. Lantas melihat Tia dengan tak percaya. Seolah bertanya bagaimana ia bisa mengetahui akhir kisah tersebut. Tia yang memahami arti tatapan Dimas, segera mengeluarkan foto yang tempo hari ditemukan di ruangan Rifky. Jelas saja Dimas semakin kaget demi melihat foto tersebut. Menatap Tia dan foto tersebut berganti-ganti.
"Kamu ... dari mana kamu tahu cerita itu? Lalu foto ini ... dari mana kamu dapat foto ini?"
"Saya anak perempuan yang ada di foto ini, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT] Secret Admirer
RomanceMendapatkan pekerjaan yang bagus dan kuliah di jurusan idaman adalah impian Tia. Entah mana yang lebih dahulu, boleh-boleh saja. Tapi apa jadinya jika ia malah keburu dilamar oleh Rifky, atasannya di kantor yang terkenal dingin terutama terhadap wan...