Bab 29 - Kekaguman

667 74 18
                                    

Tia mengerjap pelan. Lagi-lagi menemukan Rifky yang tengah asyik bekerja di depan laptop. Padahal ia yakin, hari masih malam, menilik dari lampu kamar yang temaram dan suasana sekitar yang sepi.

"Rajin banget, Mas. Udah malam masih kerja aja," gumam Tia lirih, tapi bisa didengar Rifky dengan jelas. Lelaki itu mengalihkan pandangan dari layar datar dan tersenyum ke arah istrinya.

"Kok, udah bangun? Masih malam ini." Tangan Rifky terulur untuk mengusap rambut Tia lembut.

"Beneran ini baru jam satu?" tanya Tia setelah melihat jam yang tertera di layar ponsel. Rasa haus yang terasa memaksanya untuk bangkit. Sayang, ngilu di bagian bawah tubuh membuatnya mendesis tanpa disadari. Demi mendengar hal itu Rifky menoleh dengan kening berkerut.

"Tia, kenapa? Kamu mau ke mana?"

Namun, Tia hanya meringis seraya memaksa tubuhnya untuk bangun lalu beranjak ke luar. Rifky meletakkan laptop dan mengejar istrinya yang sudah menuruni anak tangga. Rifky menawarkan untuk mengambilkan saja yang dibutuhkan, tapi Tia menolak halus dengan mengatakan kalau ia juga lapar.

Setiba di lantai bawah yang sepi, keduanya langsung menuju dapur. Rifky menawarkan untuk memasakkan mie instan yang langsung diiyakan Tia yang sedang mengambil botol di kulkas. Lantas duduk di meja makan seraya menunggu Rifky yang sedang memanaskan air di panci.

Tak lama kemudian, dua mangkuk mie instan kuah sudah dibawakan Rifky ke meja makan. Tia menyambut dengan suka cita, mengingat sejak pulang dari Dufan tadi ia belum makan sama sekali. Beruntung, Rifky memaksanya untuk langsung mandi, sebelum tertidur tadi.

"Laper banget, hmm? Kasian banget, nggak diurusin suaminya," ujar Rifky heran sambil mengamati Tia yang makan dengan lahap.

"Iya, nih. Cacing di perut udah minta diisi." Tia mendesis kepanasan, tapi tak mengurangi kecepatan makannya.

"Ya udah, makan yang banyak biar cepet gede," timpal Rifky sambil terkekeh pelan.

"Huuu, gede nggak, gendut iya. Tia nggak mau gendut ah, ntar Mas Rifky cari yang lain lagi," kilah Tia sambil menjulurkan lidah.

"Nanti kalo hamil, kamu juga pasti bakal gemuk dengan sendirinya. Contohnya aja ibu-ibu di bagian produksi, yang hampir semuanya sudah berkeluarga."

Mendengar kata hamil, ingatan Tia kembali pada kegiatan yang tadi mereka lakukan. Perlahan rasa panas menjalar ke pipi membuat wajahnya memerah. Namun, seulas senyum tipis hadir di wajahnya mengingat perlakuan manis Rifky padanya, meski kini menyisakan rasa sakit dan ngilu yang membuatnya susah untuk berjalan. Beruntung lelaki itu tak lupa mengunci pintu karena tak lama kemudian, terdengar suara Mama dari bawah.

"Tia? Kok jadi diam?" Pertanyaan Rifky membuat Tia kembali tersadar.

"Eh, ng-gak, kok, mienya masih panas," jawab gadis tergagap, tak ingin suaminya tahu apa yang tadi dipikirkannya.

"Panas apa sakit?"

"Sakit! Eh … apanya yang sakit?" Tia kembali tergagap saat Rifky melihatnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Jadi, tadi ngelamun mikirin sakitnya?" pancing Rifky lagi.

"Eng-nggak, kok. Tia … hmm, cuma mikir kenapa Mas Rifky tuh rajin banget kerja. Sampe jam segini aja masih kerja. Emangnya nggak ngantuk apa?" Tia sengaja mengalihkan perhatian, agar tak perlu menjawab pertanyaan yang hanya akan mempermalukan dirinya saja.

Rifky menyodorkan mangkuknya yang masih utuh saat dilihat mangkuk istrinya telah kosong. Namun, Tia menggeleng dengan cepat, memberi isyarat jika sudah cukup kenyang. Jadilah Rifky mulai menyuap mie instan jatahnya.

[TERBIT] Secret Admirer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang