G

519 88 4
                                    

Selama satu minggu ini, Jeidan benar liburan. Bahkan liburan kali ini sedikit lebih berwarna dari pada 2 tahun yang lalu. Selama liburan ini pula Jeidan banyak menghabiskan waktu dengan sang mama. Bahkan sang mama juga rela cuti dari pekerjaannya dan hanya datang disaat mendesak saja. Omongan Mama Jeidan memang tidak main - main.

Meskipun begitu, Jeidan masih belum bisa jujur tentang perasaannya pada sang mama. Dia bukan tipe anak yang terang terangan mengungkapkan rasa sayangnya pada sang mama ataupun keluarga. Ia lebih senang bertindak diam diam sebagai bentuk rasa sayangnya pada keluarga.

Ada satu hal yang masih membuat Jeidan merasa kosong. Papa. Sosok itulah yang masih memberikan ruang kosong dihatinya. Mengapa disaat ia libur begini sang Papa justru harus bekerja diluar negeri.

Untuk sang Kakak, Jeidan bisa memakluminya karena sang kakak adalah seorang mahasiswa S2 diluar negeri pula. Jadi dia mencoba memahami bahwa tidak bisa seenaknya mengambil cuti.

"Kenapa Dan? Kok ngelamun?"tanya Sang mama.

"Eh, engga papa kok ma. Ayo, udah siap kan?" Ajak Jeidan langsung beranjak berdiri lalu memakai topi dan maskernya.

"Beneran? Lagi ada kerjaan? Kalo kamu lagi sibuk biar mama sendiri aja yang ke supermarket,"ucap Sang mama memastikan.

"Beneran ma, lagian kan ini hari terakhir aku libur, jadi biar aku anterin mama,"

"Yaudah deh, ayo."

Ibu dan anak itu pun lalu segera pergi ke sebuah supermarket yang biasa Mama Jeidan kunjungi. Selama libur, Mama Jeidan memang engga mengijinkan Jeidan untuk mengantarkannya. Karena anaknya itu bukan anak biasa. Melainkan idol yang mempunyai banyak fans. Ia takut jika nantinya Jeidan terkena masalah di hari liburnya. Mama Jeidan pengen Jeidan istirahat dirumah ataupun jalan - jalan. Tapi untuk kali ini Jeidan memaksa jadi Mama terpaksa mengizinkan.

🐶

"Mamah ihh, ayo buruan,"rengek seorang gadis dengan rambut tergerai bebas.

"Apasi? Ini tu mamah lagi pilih sayur yang bagus, biar nanti kalo dimakan kamu, kamunya nggak sakit."balas wanita paruh baya tanpa menoleh kearah anak gadisnya yang tengah merengek.

"Yang tadi mamah pegang tu sama aja tau, kriteria yang mamah pengen yang kaya apa?"

"Yang mulus, nggak ada lubang, warnanya seger. Nih perhatiin, beda kan?"tunjuk wanita paruh baya itu pada sayuran didepannya.

"Sama aja,"

"Udah lah ma, ayo,"

"Sstt. Berisik banget. Tadi ngapain ikut?"

"Kan mamah yang ngajak, maksa lagi."sungut gadis tadi.

"Mamah nggak maksa, cuma kalo mau ikut ayo. Tapi kalo nggak mau nanti uang jajannya Mamah potong,"

"Maksa itu mah,"

"Dahlah, ayo. Kamu mau beli apa?"tanya wanita paruh baya itu pada akhirnya.

"Nah, gitu dong daritadi. Ayo mah ke situ," tunjuk gadis tadi pada bagian rak camilan.

"Ck, cuma kesitu doang nggak berani,"gerutu wanita paruh baya itu lalu mengikuti anak gadisnya yang telah berjalan dengan trolinya.

"Yaampun Yesi,"

"Apa sih mah?"

"Ngapain beli segitu banyaknya? Mana merknya sama semua lagi. Kalo beli tuh yang beda beda gitu biar beragam. Makannya nggak bosen. Itu juga bukan cemilan yang biasa kamu makan. Balikin! Ambil 5 atau 3 aja. Kebanyakan itu,"omel wanita paruh baya tadi pada Yesi. Gimana nggak ngomel, hampir aja satu troli penuh sama camilan yang sama.

Privacy | LEE JENO |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang