Queenala selalu percaya kalau satu-satunya anggota keluarga yang bisa ia pilih adalah pasangannya. Nala masih berusia 18 tahun ketika memutuskan menyudahi pencariannya. Ia memilih satu laki-laki yang ia percaya bisa jadi jodohnya kelak.
Laki-laki i...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Perjalanan pulang Nala dan Arka diisi sepi. Tidak ada percakapan, apalagi tawa. Hanya hening yang tercipta. Kepala Nala dibuat sibuk dengan berbagai pilihan untuk meminta maaf. Meski aroma ayam goreng yang sangat ia sukai kini tengah menyerang, Nala tetap sibuk dengan kepalanya sendiri. Namun, tiba-tiba Arka berhenti di sebuah warung yang cukup besar.
"Ayo, turun!"
Meski bingung, akhirnya Nala turun dari motor. "Mau beli apa, Ka?"
"Anak-anak nitip lilin. Hampir aja kelupaan."
"Buat apa?" Nala sama sekali tidak bisa berpikir.
"Ketua kelompok kami, kan, ulang tahun. Anak-anak mau pada kasih kejutan. Makanya tadi gue cegah Gara buat pergi."
Nala mengumpat. Umpatan itu ia lontarkan untuk dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia lupa hari ulang tahun sahabatnya, bahkan teman sekelompok Gara yang baru kenal dua minggu bisa tahu hari penting itu. Nala tertunduk lesu dan tidak bisa berpikir lagi.
"Kenapa, Nala?" Arka bertanya sebelum mereka pergi dari warung tersebut.
"Gue lupa kalo Gara ulang tahun."
Arka tertawa kecil. "Terus? Kan, nanti bisa rayain bareng-bareng. Hawu bilang, ulang tahun itu hari spesial buat Gara. Makanya anak-anak juga pada heboh."
Nala tidak sadar kalau Arka sudah berbicara dengan kalimat panjang. Tidak lagi dengan kalimat-kalimat pendek menggantung.
"Kenapa lo nggak cari hadiah atau lo mau kasih kejutan duluan? Pasti Gara seneng. Anggep aja lo sengaja nggak ngucapin ulang tahun, buat kasih kejutan."
"Betul juga."
Nala langsung kembali ke warung dan segera membeli satu buah roti dan satu lilin besar yang biasa digunakan untuk penerangan saat listrik padam. Untuk hadiahnya, Nala akan memberikannya nanti. Ada satu hal yang selalu ingin Nala berikan pada Gara. Gadis berjaket abu-abu kebesaran itu tidak lagi tertunduk lesu, kini ia semangat untuk menyusun rencana.
Setibanya di posko kelompok Gara, Nala langsung menyalakan lilin. Ia sempat meminta bantuan Arka untuk menunjukkan lokasi kamar mereka.
Nala tidak perlu repot-repot memastikan kalau Gara ada di kamar tersebut. Melihat sifat Gara yang selalu diam kalau kesal, laki-laki itu pasti masih terjebak dalam kamar karena rasa kesalnya. Nala mengetuk jendela kamar dengan keras, kemudian ia mundur dua langkah setelah mendengar suara langkah kaki dari kamar.
Begitu jendela dibuka, Nala langsung memasang senyum lebarnya. "Selamat ulang tahun, Gara."
Gara tidak kelihatan senang. Ia hanya menatap Nala dengan wajah datar.
Bukannya merasa bersalah Nala malah cengar-cengir. "Lo pasti bete banget karena gue belum ngucapin, ya?"
Gara mendengkus. "Gue kira, lo udah terlalu sibuk buat ngejer cinta Pangeran Dua Ratus Rupiah lo itu sampe enggak peduli lagi sama gue."