Ruangan laboratorium yang dipenuhi dengan awetan daun kering dan beberapa jenis serangga itu dipenuhi mahasiswa. Semua orang yang ada di sana mengenakan jas laboratorium, jas putih untuk mahasiswa praktik dan jas biru untuk asisten praktikum. Seruan soal terakhir dari asisten praktikum menutup kegiatan post test hari itu. Salah satu asisten praktikum sudah memerintahkan pengumpulan lembar jawaban, tetapi beberapa mahasiswa masih sibuk menulis di kertasnya.
"Nala, udah. Nanti lembar jawaban lo nggak diterima." Gadis yang duduk di sebelah Nala berbisik.
"Dikit lagi." Tangan gadis itu bergerak cepat dan kakinya juga turut mengetuk lantai karena gugup. "Oke." Nala segera meletakkan pulpen dan berlari mengumpulkan lembar jawabannya.
"Praktikum kali ini selesai. Untuk lembar jawaban yang ada di tangan kiri saya bakal dapat nilai minus sepuluh poin karena keterlambatan pengumpulan."
"Yah, Kak. Telat dikit ...." Kalimat Nala terhenti karena Setia sudah menginjak kakinya.
Gadis yang duduk di sebelah Nala itu langsung memelototinya, kemudian bergerak mendekat. "Jangan protes kalo lo nggak mau ngulang mata kuliah ini. Terima aja."
Kegiatan praktikum pun selesai. Nala masih mengeluh soal nilainya yang mendapat diskon dari kakak tingkat. Gadis itu melepaskan jas laboratorium dan memasukkannya ke tas dengan asal.
"Katanya udah tobat, nggak mau telat lagi. Lo nggak telat ngampus, sih, tapi kalo telat ngumpul tugas terus, bisa-bisa lo nggak lulus mata kuliah Taksonomi."
Nala mendengkus. "Emang bener kata orang, penyesalan itu datang terakhir. Bisa mati gue kalo nggak lulus Taksonomi."
Laki-laki yang berdiri di depan Nala berdecak. "Makanya jangan kelamaan, kayak jawaban lo bener aja. Dapet minus sepuluh gitu, lo yakin kagak minus juga itu nilai?"
"Benny!" Nala melayangkan tinju ke lengan laki-laki itu. "Kalo aja lo bukan temen gue, udah gue dorong lo dari balkon."
Benny langsung menempelkan tubuhnya ke tembok. Nala memang gadis manis kalau dalam kondisi baik, tetapi gadis itu bisa seganas singa kalau sedang mengamuk. Posisi mereka yang ada di depan tangga lantai tiga tentu merugikan bagi Benny. Meski ia tahu kalau Nala tidak akan melakukan hal itu, tetapi upaya pencegahan adalah yang terbaik.
"Minggir. Gue mau ke Teknik." Nala mendorong Benny yang menghalangi jalannya.
"Mode bucin on." Laki-laki yang kadar julidnya melebihi Lambe Turah itu meledek Nala dengan suara yang dibuat-buat.
Gadis berambut panjang yang sudah menuruni beberapa anak tangga itu kontan berbalik dan melotot. "Siapa yang bucin? Gue nggak mau ketemu Gara, ya. Gue ke Teknik mau ketemu sama Meong, tahu nggak?"
Kini Benny sudah berdiri di tengah tangga, tidak lagi menempel pada tembok. "Ye, siapa yang bilang mau ketemu Gara?"
Nala jadi kesal karena Benny menjawab pertanyaannya dengan sarkas. "Awas, ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SNORLAX ✓
RomanceQueenala selalu percaya kalau satu-satunya anggota keluarga yang bisa ia pilih adalah pasangannya. Nala masih berusia 18 tahun ketika memutuskan menyudahi pencariannya. Ia memilih satu laki-laki yang ia percaya bisa jadi jodohnya kelak. Laki-laki i...