Tangan mungil milik Nala masih sibuk menari di atas kertas ketika suara dosennya memerintahkan untuk mengumpulkan lembar jawaban. Gadis itu langsung mengumpulkan lembar jawabannya meski tidak semua soal berhasil ia jawab. Nala tidak mau mengulangi kesalahannya yang mendapat korting nilai karena terlambat mengumpulkan lembar jawaban.
Nala segera keluar dari ruangan itu tanpa peduli tentang teman-temannya yang masih sibuk dengan kertas dan berusaha menawar waktu. Gadis berambut panjang itu merasa beruntung karena berhasil melewati satu minggu yang mengerikan. Nala akhirnya terbebas dari kewajiban belajarnya di semester ini.
Untuk mahasiswa yang sangat menjunjung tinggi metode SKS atau sistem kebut semalam, seperti Nala, hari terakhir ujian adalah hari yang layak dirayakan. Nala dan Gara punya kebiasaan untuk makan mi pedas level setan setelah menyelesaikan ujian, tetapi mereka tidak bisa melakukannya kini. Menurut Nala, mereka tidak dalam kondisi yang baik untuk makan bersama. Gadis itu masih memendam dendam pada Gara yang meninggalkannya di saat penting.
"Pasti mau makan mi pedes sama Gara, nih." Benny muncul setelah Nala berhasil mengambil tasnya dari rak.
"Enggak, kok. Sok tahu, deh." Gadis itu mengenakan jaket kebesaran favoritnya. Awalnya, jaket itu bukan miliknya, tetapi setelah empat puluh hari, ia sudah mengambil alih hak kepemilikan jaket itu dari Gara.
"Kemana, tuh, budak lo? Seminggu ini nggak keliatan. Kayaknya lo berangkat bareng Setia mulu. Jangan-jangan ribut, ya?" Jiwa-jiwa julid Benny mulai muncul.
Nala berdecak. Ia mengepalkan tangannya, kemudian satu pukulan mendarat di kepala Benny. Berhubung tubuh laki-laki itu lebih tinggi dari Nala, gadis itu harus repot berjinjit karenanya.
"Ribut betulan berarti." Benny menggangguk sambil memasang wajah berpikir.
"Udah, ah. Gue mau ke Teknik." Gerakan Nala terhenti karena Benny menarik tasnya. Gadis itu langsung berbalik dan memandang Benny sengit. "Gue nggak mau ketemu Gara. Lepas, nggak!"
Laki-laki jahil itu tidak langsung menyerah, ia melepaskan tas Nala, tetapi kini menarik ujung tudung jaket gadis itu. "Gue nggak bilang, lo mau ketemu Gara. Lo ribut sama Gara bukan karena cemburu, kan?"
Kontan gadis itu tertawa keras. "Gue cemburu sama Gara? Please, deh. Nggak ada yang bagusan dikit?"
"Bagus, deh, kalo nggak. Soalnya gue denger dia lagi bucin banget sama anak FEB."
"Bukan urusan gue!" Nala menyentak pegangan Benny. Lalu ia berjalan dengan langkah besar.
Kaki kurus Nala terlihat kesusahan menopang tubuh yang membawa tas berukuran besar. Gadis itu berjalan dengan napas yang terengah. Peluh sudah membasahi dahi, tetapi senyumnya langsung mengembang ketika melihat laki-laki yang ia kenali menghampirinya.
"Siang-siang gini, lo pake jaket buat apa?" Laki-laki berambut panjang terikat itu bertanya sambil melemparkan senyum. "Udah lama lo nggak main ke sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
SNORLAX ✓
Storie d'amoreQueenala selalu percaya kalau satu-satunya anggota keluarga yang bisa ia pilih adalah pasangannya. Nala masih berusia 18 tahun ketika memutuskan menyudahi pencariannya. Ia memilih satu laki-laki yang ia percaya bisa jadi jodohnya kelak. Laki-laki i...