🍁 30 - Janji,Ya

561 100 27
                                    


Semilir angin sore menerpa wajah Renza. Anak itu memejamkan matanya seraya menikmati terpaan angin yang sangat sejuk menurutnya.Dengan di temani Kak Azi yang mendorong kursi roda.

Tunggu kursi roda ? Ya,Renza belum sanggup untuk berjalan kaki dan tentunya untuk saat ini ia harus menggunakan kursi roda jika ingin kemana-mana.

"Mau jalan-jalan lebih jauh nggak?" tanya Kak Azi membuat Renza menoleh ke belakang.

"Emang boleh? Kakak nggak capek?"

"Enggak. Kalau kamu mau ayo,"

Mereka berjalan-jalan ke arah belakang rumah sakit. Kak Azi tahu,Renza pasti jenuh jika terus di dalam. Lagi pula ini juga proses penyembuhan. Renza juga harus terkena sinar matahari,kan?

"Kamu masih nerima Salsa jadi kakak kamu?" pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Kak Azi. Renza tersenyum sambil menatap lurus ke depan.

"Kak Salsa itu kakak Renza. Mau sebenci apapun Renza sekarang,Renza gak bisa lupain Kak Salsa. Kak Salsa itu kan bagian keluarga Renza" jawabnya polos.

Kak Azi di belakangnya hanya tersenyum tipis lantas mengusap air matanya yang menetes tanpa aba-aba.

Bukankah dunia yang terlalu kejam ini tidak adil untuk sosok adik yang begitu baik ini?

"Kenapa sih kamu gak bisa tegas dikit sama Salsa? Kamu gak selamanya harus takut sama Salsa" ujar Kak Azi.

"Renza diam bukan berarti Renza takut. Tapi Renza berani. Kalau Renza ngebalas Kak Salsa pake cara yang sama itu namanya Renza pengecut." ucap Renza dengan tangannya yang memainkan bunga-bunga di sampingnya.

"Sambil kamu nikmatin suasana sore, kamu makan ya kakak sengaja bawain kamu makanan" ujar Kak Azi lalu mengeluarkan kotak makanan dari dalam tasnya.

Mereka duduk di salah satu bangku panjang yang ada di bawah pohon rindang.

"Tadi kakak ada rezeki dikit,jadi kakak bisa beliin kamu ayam goreng. Mungkin ini sedikit tapi—

"Ini udah lebih dari cukup kak"

"Harusnya kamu masih belum diperbolehkan makan daging kan? Tapi kakak tahu kamu pasti bosen sama menu makanan rumah sakit"

Kak Azi tersenyum lalu mulai menyendokkan makanannya. Lihat, Renza adalah anak yang begitu sederhana. Ia tidak pernah protes ataupun mempermasalahkan latar belakang keluarganya yang serba sederhana.

"Ayo buka mulut," Kak Azi menyodorkan suapan pertama pada sang adik yang langsung diterima dengan baik.

"Kakak makan juga dong,masa Renza doang"

"Hus. Ditelan dulu kalau mau ngomong" peringat Kak Azi dan Renza hanya menunjukkan cengirannya.

"Kakak makan juga,kalau kakak gak makan,Renza gak mau makan" sungutnya kesal.

"Kakak udah makan tadi di tempat kerja, ini spesial buat kamu loh," kekeh Kak Azi.

"Pokoknya Renza gak mau"

"Ya udah,kakak makan ya"

"Maaf ya,Renza gak bisa gantian nyuapin Kakak" ujar Renza sendu lalu menatap kedua tangannya yang di perban, Untung saja tangannya tidak mengalami patah tulang atau pun di beri gips.

Kak Azi mengunyah makanannya pelan, tiba-tiba rasanya hambar ketika melihat Renza yang terlihat sedih.

Perempuan itu meneteskan air matanya,ia tahu rasanya pasti sangat sakit. Jemari lentiknya ia bawa untuk menyentuh pergelangan tangan Renza dengan lembut.

"Besok kalau udah sembuh,janji ya kamu suapin kakak" ujarnya sambil menahan tangis,Kak Azi tidak mau ada momen sedih lagi sekarang.

Mata perempuan itu basah, suaranya gemetar karena menangis.

Semesta untuk RenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang