🍁 34 - Jangan Takut, Ada Kami

608 103 20
                                    


Jam sudah menunjukkan pukul 17:35,dimana sebentar lagi malam akan mengambil alih siang. Tapi kita harus tahu bagaimana keadaan Renza saat ini.

Anak itu duduk termenung di salah satu bangku yang ada di taman. Renza memberikan alamat palsu pada pria yang mengantarnya tadi siang dan mengatakan jika rumahnya dekat dengan taman. Pria yang tidak mengetahui tentangnya tentu saja percaya.

Renza bahkan masih lengkap seragam sekolah juga tas yang ada di punggungnya.

"Renza?"Jenovan berjalan mendekati Renza yang tak merespon panggilannya.

Oh ya,taman ini terletak dekat dengan perempatan yang tentunya terdapat lampu merah. Kebetulan Jenovan melewati tempat itu dan melihat Renza.

Awalnya Jenovan tidak percaya jika itu adalah Renza karena jarak yang cukup terhalang,akan tetapi setelah diperhatikan dengan jelas dan ia memutuskan untuk mendekat, ternyata memang benar dugaannya.

"Ren," Jenovan duduk di samping Renza dan menatap Renza yang masih melamun.

"Oy!!"

"Ha?!" Renza terkejut lalu menoleh ke arah Jenovan.

"Kenapa Lo ada di sini?" tanya Renza tapi Jenovan langsung memutar bola matanya malas.

"Harusnya gue yang nanya. Kenapa Lo ada di sini? Bentar lagi malam,mana Lo belum ganti baju lagi," ujar Jenovan sambil menelisik pakaian Renza.

"Gue antar pulang yuk," ajak Jenovan. Barangkali Renza menunggu seseorang.

"Gue gak mau pulang" ucapan Renza membuat Jenovan yang tengah meminum air mineral tersedak.

"Kenapa? Ada masalah?" Renza mengangguk.

Jenovan menghela nafas panjang, baru saja sahabatnya ini sembuh dari luka fisiknya kenapa sudah ada lagi masalah yang menghampiri? Tidakkah membiarkan Renza tenang sejenak?

"Emang kenapa Lo gak mau pulang?" Jenovan bertanya dengan lembut, mencoba memahami keadaan Renza.

"Gue takut,Jen" Renza menoleh, wajahnya terlihat lebih sendu.

"Cerita sama gue"

"Kak Salsa,Kak Salsa dipenjara karena mencopet," jelas Renza dan hal itu membuat Jenovan terkejut bukan main.

Sebenarnya ia begitu senang mendengar kabar ini,tapi ia tidak sepenuhnya senang untuk sekarang.

"Jadi,letak permasalahannya dimana? Bukannya bagus ya kalau kakak Lo dipenjara. Biar dia ngerasain hidup susah. Oh ya,Lo gak usah belain dia. Gak usah buang-buang tenaga" celutuk Jenovan.

"Gue takut. Gue takut kalau pas gue pulang,Mama sama kakak gue kecewa karena gue gak bisa nolongin kak Salsa" Renza menunduk sedangkan Jenovan hanya mengedarkan pandangannya,ia juga kebingungan.

"Gue gak mau terluka lagi,Jen" ucap Renza lirih.

Jujur kalimat itu cukup memukul telak Jenovan. Suara itu terdengar seperti ucapan keputusasaan.

Jenovan tidak sepenuhnya bisa membantu,tapi ia tahu siapa yang paling dibutuhkan saat ini.

"Gue ke depan bentar,mau angkat telepon" tanpa menunggu jawaban Renza ,Jenovan langsung beranjak dan berjalan menjauhi Renza.

Mengambil handphonenya lalu mengotak-atiknya.

"Hallo"

"Hallo ! Apaan sih Jen,gue lagi mau sholat juga Lo nelfon!" Danu di seberang sana nampak tak suka.

"Gue butuh bantuan lo. Ini soal Renza"

"What?! Renza kenapa?!"

"Ke taman deket lapangan voli sekarang!"

Semesta untuk RenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang