CEMAS

4 0 0
                                    

"bagaimana pekerjaanmu" tanya Rani setelah melihat Yuni baru saja masuk, Ibunya yang juga berada disana hanya bisa melihat Yuni untuk sesaat lalu lanjut menyelesaikan masakan untuk makan malam, Ya, tampaknya Yuni pulang terlambat dari perkiraan jam kerjanya.

   Tanpa menjawab pertanyaan dari adiknya, Yuni langsung terduduk diam dimeja makan yang tak lama disusul dengan kedatangan Ibunya dengan makan malam yang telah siap. "sebaiknya kam,u-" belum sempat menyelesaikan ucapanyan Ibunya langsung terdiam setelah Yuni beranjak dari tempat duduknya. "Yuni udah berenti kerja, Yuni juga gak laper, Yuni mau langsung tidur, jadi jangan ganggu Yuni" ucapnya lalu pergi meningalkan meja makan tanpa menatap satu orang pun disana. "Yuniya" pangil Ibunya yang tak mendapat respon apapun dari Yuni.

"mianhae Yuni, mungkin berita itu akan cepat menyebar dan kami". "Maaf" ucap Yuni setelah mengetahui bahwa Ia diberhentikan dari pekerjaan yang baru Ia jalankan sehari, bahkan masih ada 1/4 hari lagi untuk mengenapkan waktu kerjanya menjadi sehari. Ya semua itu terjadi karna pristiwa yang dilakukan Yuni, apa lagi mengetahui bahwa Jonghyun adalah salah satu idol, Ia memiliki banyak sekali fans, ditambah prilaku Yuni itu memang diangap kurang sopan meskipun dengan niat yang baik.

   Jadi dari pada mengorbankan cafe itu, pemiliknya lebih memilih untuk memberhentikan Yuni. Itu adalah ingatan Yuni tentang bagaimana cara Ia bisa berhenti dari pekerjaanya.

   Sekarang Yuni tak tau apa yang sedang Ia pikirkan dan apa yang harus Ia lakukan, "Apa Aku benar-benar bisa merubah masa depan, bagaimana jika Dia masih melakukan hal itu" pertanyaan yang terus memutari kepala Yuni sedari tadi, Ia tak ada maksud untuk melakukan itu pada Jonghyun tapi Ia juga tak mau jika hal itu terjadi untuk kedua kalinya.

"Yuniya" triakan membuat Yuni terkejut dan menatap kearah pintu kamarnya, suara itu jelas terdengar dari luar kamarnya. "Yuniya" suara teriakan itu selali lagi terdengar, siapa lagi selain Rani yang bisa berteriak sekeras itu, muak dengan suara teriakan itu, Yuni memutuskan untuk membuka pintu dan tak mendapatkan siapa pun selain makanan yang berada diatas nampan.

   Untuk beberapa saat Yuni menatap makanan itu, dan menutup pintunya begitu saja yang tak lama Ia buka kembali dan mengambil makanan tersebut dan membawanya kekamarnya. Dengan wajah yang masih datar Yuni perlahan mengambil peralatan makan dan mulai melahap sendok demi sendok makan itu, namun tak lama setelah itu Ia terhenti setelah melihat secarik kertas berada dibawah piringnya. "Yuniya, Besok adalah perawatanku entah yang keberapa kalinya, entah sembuh atau mati Aku tetap menjalankan perawatan itu tanpa kepastian, tapi jika mati, Aku mau sekali saja Kau temani Aku untuk perawatanku" diatas kertas putih itu jelas terdapat tulisan tangan Rani, entah apa keputusan Yuni, seketika Ia menangis sampai tak terdengar suara tangis itu sendiri tapi tangis itu tak pernah Ia tahan, begitu sakitnya melihatnya menangis seperti itu.

                                    ♡♡♡

   Setelah selesai merapihkan bajunya, Yuni bergegas keluar kamarnya dan berjalan melewatkan Adik serta Ibunya yang berada dimeja makan dan Ia berjalan menuju pintu keluar. "Yuniya" pangil Ibunya. "Yuni bakal cari kerjaan lagi" ucapnya sembari bangun setelah memakai sepatunya dan perlahan membuka pintu.

"Eonni" suara yang lirih dan lembut membuat Yuni terhenti dari langkahnya, terlihat Yuni memejamkan mata menahan kesedihannya. "Lain kali aja" ucap Yuni. "itu dunia Yuni, kalau Rani belum tentu ada kata lain kali" hembusan nafas yang terdengar berat dengan suasana yang hening membuat suara hembusan itu jelas terdengar. "Yuniya, pergilah." ucap Ibunya yang telah tau keadaanya, "ingat, pulanglah tepat waktu, ini negara orang kita gak tau apa-apa" ucap Ibunya yang terlihat mengizinkan Yuni kembali bekerja.

"Yuniya" pangil Rani. "Kau tau kenapa Aku selalu terbangun lebih awal, setiap kali Aku terbangun dari tidur Aku selalu bersyukur masih bisa membuka mata dihari itu, tapi kata lain kali, kata itu sangat menakutkan, bahkan setiap malam Aku takut untuk tidur karna tak pernah tau Aku akan tetap hidup atau,_ Aku selalu takut mematikan lampu, karna takut saat Aku membuka mata semua telah menjadi gelap" wajah Rani seketika memerah, air mata yang terbendung dimatanya terlihat tertahan oleh kelpoak mata.

"Ayo" ucap Yuni lalu keluar begitu saja.

                                    ♡♡♡

"Pasien gawat darurat" triak sesorang yang baru saja masuk membawa orang dengan darah yang memenuhi sekujur tubuhnya melewati Yuni yang kala itu terduduk melihat kearah petugas rumah sakit yang mulai menangani orang yang terluka tadi.

   Wajah cemas seakan menunggu ketidak pastiin terlihat diwajah Yuni yang kala itu duduk diruang tunggu, tak ada seorangpun disana selain dirinya, akhh, itu hanya penglihatan Yuni, nyatanya tempat itu terdapat beberapa orang yang duduk dibelakangnya, tampaknya rasa cemas telah menguasai dirinya, duduknya yang mulai tak tenang membuat Ia beranjak dari tempat duduk dan pergi kearah depan rumah sakit, namun Ia terhenti setelah merasa tak kuat untuk berdiri dan memutuskan duduk dianak tangga.

"akhhh, bagaimana Ia bisa mengunjungi tempat ini" suaranya serak, tak bisa berkata apapun selain kata itu yang bisa Yuni katakan, Ia bertanya-tanya bagaimana orang-orang bisa berada ditempat itu, tempat yang menurutnya menyeramkan.

"apa Kau takut darah" saut Rani yang tiba-tiba datang entah dari mana. "Tenanglah, Aku tak akan mati dengan keadaan itu, Aku akan mati saat semua orang tertidur jadi tidak akan ada yang melihat penderitaanku" ucap Rani yang diiringi dengan tawa kecil dari bibirnya. "apa Kau akan membuat kami menyesal karna tidur begitu pulas tanpa tau jika Kau telah tiada" balas Yuni setelah menarik nafas dan menghembusakanya dengan berat.

"kalau begitu Aku akan mati saat tertidur" tawa Rani mengema diseluruh lorong, namun disisi lain Yuni hanya bisa menatap Rani dengan penuh tanda tanya.
"Ya, Yuniya, entah saat tertidur atau terbangun, entah dengan tenang atau tidak, Aku mohon setelah Aku tiada tolong tidurlah dengan nyenyak, lalu awali hari dengan baik, khem" keadaan yang hening tiba-tiba menjadi cangung akibat ucapan Rani. "Kau fikir Aku akan bersedih saat kau tiada, Aku akan tersenyum dan bahagia" saut Yuni dengan nada serius namun terdengar seperti candaan dengan rasa takut.

"semoga Kau benar-benar bisa melakukan itu untukku nanti" batin Rani setelah melihat Yuni perlahan meningalkannya. "Yuniya, hasilkanlah uang yang banyak lalu obati Aku agar sembuh dengan segera" triak Rani yang mulai berlari menghampiri Yuni. "Kau tau bukan jika Aku ini pengangguran, jadi Aku tak bisa menghasilkan uang" sinis Yuni yang terus berjalan beriringan dengan Rani masuk menuju bagian dalam rumah sakit.

"Kau mendenger ucapan Ibu tadi pagi bukan, Kau diizinkan untuk bekerja, jadi kembalilah ketempat kerjamu kemarin" saran Rani dengan penuh senyum yang Ia persembahkan untuk Yuni. "Aku dipecat, bukan berhenti sendirinya" aku Yuni. "Kau bisa mencari pekerjaan ditempat lain, lalu bawalah Aku bekerja juga"..

"Umurmu bahkan belum 17 tahun bagaimana Kau bisa bekerja" tawa Yuni.
"Bisa saja, Aku bahkan bisa menahan rasa sakit diumurku ini, lalu kenapa bekerja tidak bisa" pertanyaan polos itu terlontar dari bibir Rani, Yuni yang mendengar pertanyaan itu membuatnya menyadari sesuatu, bagaimana bisa Rani menahan rasa sakit dan penderitaan diumurnya yang bahkan belum menginjak 17 tahun.

"Ini adalah negara orang, bukan indonesia, jadi semua memiliki prosedur yang berbeda, jadi diumurmu yang baru 16 tahun tidak bisa dipekerjakan" jawab Yuni, jawaban itu tampaknya membuat Rani sedikit mengerti.

ANNYEONG:JONGHYUNIE [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang