PENGAKUAN

4 0 0
                                    

"Yuni, Raniya, mamah berangkah" Triak Ibunya lalu bergegas pergi. Yuni yang terbangun oleh triakan Ibunya perlahan keluar kamar untuk mengecek bahwa Ibunya menutup pintu dengan benar. Setelah memastikan pintu masuk terkunci, Yuni bergegas kembali kekamarnya, namun entah atas dasar apa Ia membuka sedikit kamar Rani dan terkejut setelah melihat tubuh Rani yang tergeletak diatas lantai, dengan panik Yuni langsung menghampiri Rani yang tak sadarkan diri. "Raniya" pangil Yuni sembari memastikan bahwa Rani masih bernafas.

"Eomma, Eomma,," triak Yuni sembari bergegas keluar rumah berharap bahwa Ibunya belum pergi jauh, namun selama mata memandang Yuni tak kunjung melihat Ibunya. dengan terburu-buru Ia kembali kekamarnya dan mengambil Handponya untuk menghubungi Ibunya, namun belum sempat Ia memencet nomor Ibunya, seseorang terlebih dahulu menghubungi Yuni dengan nomor yang Yuni tak kenal, Namun Yuni tak menyadari bahwa Ia telah mengangat telpon yang entah dari siapa.

"Eomma, Raniya, Eomma" tangis Yuni yang kehabisan kata-kata untuk mengekspresikan kecemasannya. "Yuniya" pangil seseorang  dengan suara berat, hal itu membuat Yuni melihat nomor penelpon dan menyadari Itu bukanlah Ibunya. "Kau" Belum sempat menyelesaikan pertanyaanya Yuni langsung mendapat jawaban dari orang yang menelpon. "Jonghyuna", mendengar itu Yuni dengan cepat langsung menutup telpon dan menghubungi Ibunya. "Eomma" pangil Yuni panik.

                                    ♡♡♡

"Eomma, mianhae, Raniya Eomma," kata yang terbata-bata membuat Ibunya sangat sedih melihat Yuni dengan keadaan seperti itu. "Yuniya, tenanglah, Rani baik-baik saja, jadi tenanglah, nafasmu akan susah jika terus-terusan menangis" peluk Ibunya didepan ruangan Igd, untuk menenangkan Yuni yang sedari tadi menangis.

   Tak lama dari itu dokter yang memeriksa Rani keluar dari ruangan dan mengatakan bahwa keadaan Rani bertambah parah, kanker paru-paru yang Ia derita sudah mempengaruhi pernafasanya bahkan lebih buruk dari pada sebelumnya, namun untuk saat ini keadaan Rani sudah baik-baik saja, mendengar hal itu Yuni merasa hancur dan sedih. "Eomma" tatap Yuni pada pintu ruangan Igd. "Ayo" ucap Ibunya lalu masuk kedalam Igd untuk menemui Rani.

   Dengan tatapan yang tak henti-hentinya menatap pintu Igd tiba-tiba Yuni berbalik dan pergi begitu saja meningalkan rumah sakit bahkan sebelum menemui Rani.

   Disiang hari itu dalam keadaan masih memakai baju tidurnya, Yuni berjalan sepanjang jalan tanpa tujuan yang jelas, menaiki bus yang entah menuju kemana, berjalan menyusuri jalan sampai matahari semakin naik dan terbenam perlahan.

   Ditengah heningnya pikiran Yuni, telpon yang Ia pegang tiba-tiba berdering, Ia mendapat telpon dari nomor tak dikenal, perlahan Yuni mengangkat telpon tersebut dan meletakannya ditelinganya. "Yuniya, apa yang terjadi, Kau dimana" tanya Jonghyun. "Disungai-" belum selesai Yuni berbicara telpon dipatikan oleh Jonghyun.

   Setelah telpon itu berakhir Yuni hanya bisa menatap air ya tenang seakan tak ada arus yang menyeretnya, serta langit yang terlihat berwarna biru gelap, Yuni terduduk tanpa bicara dan melakukan apapun. Sampai tiba-tiba seseorang menghampirnya dan duduk tepat disebelahnya, "Menurutmu berapa kedalaman sungai itu" tanya Yuni tanpa melihat siapa yang duduk bersamanya itu.
"Molla" jawab Pria itu yang ternyata adalah Jonghyun. "Jonghyunie" pangil Yuni.

"Apa kita sedekat itu" ucap Jonghyun yang mengkritik pangilan Yuni untuknya. "khem" kata Yuni. "gwaenchanha" tatap Jonghyun.  "Ani" hembus nafas terdengar berasal dari Yuni. "Wae" tanya Jonghyun.

   Yuni tak kunjung menjawab pertanyaan dari Jonghyun, Ia hanya menatap Sungai Han dipingiran sungai dengan tahanan tangis yang tak bisa Ia tahan lebih lama lagi, alhasil Ia pun meneteskan air mata yang coba Ia cekal. "Jonghyunie, Kau tau, Aku juga pernah berfikiran untuk mengakhiri hidupku, namun, saat Aku akan melakukan itu, adik Perempuanku Rani menghampiriku dengan nangis memohon agar Ia tetap hidup seperti diriku" buka Yuni pada ceritanya.

"Rani, Raniya, terkena kanker paru-paru dan tadi Ia taksadarkan diri, mereka mengatakan bahwa keadaanya semakin memburuk, namun Ia tak pernah menunjukan rasa sakitnya dan terus tersenyum bahagia, akhh, rasanya Aku ingin melompat kedalam sungai ini" ucap Yuni. "Lalu, kenapa tidak Kau lakukan" pertanyaan itu seperti pertanyaan aneh bagi kita, tapi entah apa maksud Jonghyun menanyai pertnyaan itu pada Yuni.

"Kami pernah kehilangan satu orang keluarga yang pergi tanpa penjelasan, saat itu umurku baru 10 tahun, Arzan, kakak laki-laki kami pergi mengakhiri hidupnya tanpa mengatakan dan menunjukan kesulitanya, Jika Aku melakukan hal itu bagaimana Rani bisa bertahan,". "kejadian 7 tahun lalu masih melekat dipikiranku, entahlah bagimana Aku bisa tetap hidup sampai saat ini, tapi Jonghyunie tolong jangan buat saudarimu mengalami penyesalan yang teramat dalam, meningalkan banyak sekali pertanyaan dalam dirinya"ucap Yuni.

"Yuniya, apa Aku harus hidup demi mereka" ujar Jonghyun. "Aniyo, Kau hanya perlu hidup demi dirimu sendiri, tapi jika Kau mengakhiri hidupmu, Kau hanya akan menyisakan luka pada keluargamu" jelas Yuni, "Yuniya, apa dunia baik padamu" tanya Jonghyun yang mendapat gelengan dari Yuni. "Lalu, kenapa Kau masih bertahan dan apa alasan Aku harus tetap bertahan" ucap Jonghyun.

"bagaimana Aku bisa menjelaskan hal yang tidak dapat dijelaskan, Raniya, menghampiriku dengan tangis dan mengatakan jika Ia ingin tetap hidup, lalu disisi lain Aku ingin mengakhiri hidupku sendiri karna masalah yang Aku hadapi, jika Aku bisa menukar nyawaku denganya, maka akan Aku lakukan, tapi hal itu tak bisa terjadi, diluar sana banyak yang berdoa dan memohon agar hidup lebih lama, lalu atas dasar apa Aku bisa mengakhiri hidupku" cerita Yuni dengan penuh emosional. "Bukankah Rani lebih baik dibandingkan diriku, Ia terus berusaha agar tetap hidup dan Aku malah berusaha untuk mengakhiri hidupku, bukankah Aku sehina itu" ujar Yuni dengan tatapan sendunya.

ANNYEONG:JONGHYUNIE [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang