20 - Pantai Dan Kotak Itu

52 3 0
                                    

BEBERAPA menit kemudian, Jonas hanya memandangi ombak di lautan yang bergulung kecil ke kakinya. Suara deru angin telah memenuhi telinganya. Juga Aurora yang masih berdiri di belakangnya dengan ekspresi masih syok. Karena mobilnya ngebut sekali, dan ia sudah berdoa sepanjang jalan agar mereka nggak kenapa-kenapa.

Keheningan yang tercipta antara mereka terasa semakin besar karena Aurora ikut mematung. Ia nggak bisa menikmati suasana pantai, karena pikirannya ada di kafe. Ia nggak bisa berdiam diri saja di pesisir pantai yang masih sepi pengunjung karena lokasinya yang di sudut kota Tanjung Priok.

Keheningan yang tercipta antara mereka terasa semakin besar karena Aurora ikut mematung. Ia nggak bisa menikmati suasana di sekitarnya, karena pikirannya ada di kafe. Ia nggak bisa berdiam diri saja di pesisir pantai yang sepi pengunjung karena lokasinya ada di sudut kota Tanjung Priok. Ia sudah memerhatikan map saat dalam perjalanan, karena khawatir Jonas memiliki rencana yang bukan-bukan terhadapnya.

Aurora nggak menyangka kalau Jonas hanya ingin menikmati angin laut yang berhembus di pantai ini, serta memerhatikan kapal-kapal kecil yang bersauh di sekitarnya. "Jonas! Lo masih mau melamun sampai kapan di sini!? Apa gue harus lihat lo berdiri di situ terus? Lo mau jadi model?!" serunya sarkastik. Sebal. Kesal. Benci. Ia segera menghampiri Jonas yang masih bergeming dan melihat rambut hitamnya terhembus angin. Sejenak ia malah memerhatikan setiap lekuk wajahnya yang terlihat bercampur dengan darah Asia yang begitu kental.

Pesona wajah Jonas saat terpapar sinar senja memang bisa membuat hati gadis mana pun meleleh. Apalagi kalau mereka melihat lirikan matanya yang terkadang memang harus diakui bisa memabukkan. Kulit wajahnya putih, halus, dan rambut tipis yang tumbuh hingga sebatas telinganya itu sungguh menghipnotis matanya untuk terus ingin melihatnya.

Saat Jonas mulai menyadari suaranya, ia beranjak dari sisi jembatan Love Bridge. Sedari tadi ia telah mematung seraya menatap sinar matahari yang perlahan bersembunyi di ufuk Barat dan menyisakan semburat jingga keunguan yang memukau.

"Heh, mau ke mana lagi? Lo nggak ada pikiran mengantar gue pulang sekarang? Gue capek ngikutin lo terus!" Aurora buru-buru mengembalikan kesadarannya dan beralih melihat lampu-lampu jembatan yang kini menyala terang.

"Kenapa? Lo nggak suka jalan sama gue?"

Ya ampun! Pertanyaan apa itu? Aurora mengernyit heran. "Karena gue harus kerja, Jonas! Gue bukan anak yang baru lahir dan bisa mendapatkan kemudahan kayak lo. Dari kecil, lo pasti lebih mudah mendapatkan apa pun di dunia ini. Sementara gue masih harus berjuang dengan tangan dan kaki gue sendiri," jelasnya singkat. Ia memang nggak mau bergantung dengan Jonas. Bantuan uangnya juga masih belum tersentuh sedikitpun. Laki-laki asing ini memang lebih baik nggak tahu banyak tentang penyakitnya daripada sikapnya semakin aneh saja. Apa setiap hari ia harus bertemu dengan Jonas?

"Tahu apa lo soal hidup gue?" Jonas melirik tajam dan membuyarkan lamunan Aurora. "Apa lo tahu bagaimana kesulitan gue waktu kecil?" serunya sambil melengos pergi.

Pertanyaan dingin Jonas sontak jadi membuat Aurora semakin penasaran. Benar juga. Ia nggak bisa menjawabnya dan memang hanya sempat mengira-ngira kalau hidupnya pasti sudah begitu mudah sejak kecil hingga dia nggak perlu bersusah payah untuk hidup dengan kemewahan seperti ini. Karena itu, seharusnya ia nggak perlu heran lagi kenapa dia bisa bersikap seenak pusarnya begini.

"Lo mau ke mana, Jonas? Kita langsung balik, kan? Gue capek. Gue pengin ke kafe One aja. Tolong anterin gue ke sana ya? Nanti gue traktir deh!"

Tiba-tiba Jonas menghentikan langkahnya. Tanpa basa-basi, ia berlutut di depan Aurora dan menunggu gadis itu naik ke punggungnya.

"Lo ngapain, Nas?" Aurora mengerjap heran.

"Kalau lo capek, cepat naik sebelum gue berubah pikiran! Kaki lo pasti masih sakit, kan? Dan gue tahu kalau perut lo pasti lapar. Kita cari makan dulu, trus gue antar lo pulang. Oke?!"

AurorabiliaWhere stories live. Discover now