31 - Kabar Terburuk

94 6 0
                                    

BIASANYA Aurora nggak pernah secanggung ini duduk di mobil Jonas. Tangannnya jadi terus merapihkan rambutnya yang lupa ia sisir setelah mandi. Karena terlalu terburu-buru ia bahkan nggak siap lagi bercermin.

Tak lama, berita tentang Jaslene yang terdengar di radio langsung dimatikan oleh Jonas, dan diganti dengan musik pop barat yang syahdu.

"Kenapa dimatikan?"

"Bukan urusanku."

"Tapi aku mau mendengarnya."

"Ini mobilku. Kalau kamu mau mendengarnya, dengar saja di rumah atau di hp kamu."

Aurora mencibir kesal. Entah bagaimana kelanjutan hubungan mereka, ia nggak peduli. Bisa-bisanya ia bermimpi bisa pacaran sama laki-laki lebih tua darinya dan galak seperti singa liar. Lagi pula Jonas juga nggak pernah mengatakan rasa sukanya. Ia nggak boleh berharap dia datang ke rumah untuk membalas perasaannya. Ia hanya bisa bersyukur telah dibantu dan diantar pulang olehnya sekarang. Sungguh. Ingin sekali rasanya ia melumuri mata dan hatinya dengan debu agar pesona Jonas nggak terlihat atau terasa lagi oleh hatinya.

Mau bagaimana pun Aurora bersikap, rasanya nggak pernah betul di mata Jonas. Karena selain menyanyi di kafe Grey, ia nggak menemukan kesalahannya pada Jonas. Dia memang menyebalkan sekali dan sulit diajak bicara seperti layaknya seseorang yang sudah saling mengenal. Pantas saja dia bertengkar dengan teman-temannya. Apa dia memang ingin terus menjauh dari orang-orang yang ingin memerhatikannya?

Semakin Jonas terasa sulit dijangkau, rasanya Aurora jadi ingin terus mengikutinya ke mana pun dia pergi dan menggenggam tangannya agar dia nggak terjatuh sendirian karena penyakitnya. Sebelum ia nggak sanggup lagi bertahan di dunia ini, ia ingin tahu apa yang senang dilakukan Jonas di waktu luang. Apa dia suka film romantis? Apa otot lengannya itu terbuat dari peralatan-peralatan di tempat Gym? Apa dia memang senang menyendiri dengan lagu-lagu melankolis seperti ini? Apa dia akan menyukaiku? Pikirnya sambil meneliti Jonas diam-diam.

Aurora jadi semakin ingin tahu tentang latar belakangnya, dan matanya kini sudah terpaku pada profil Jonas yang muncul saat ia mengetik namanya dalam kolom pencarian di internet.

Ya Tuhan! Berani-beraninya aku menyukai laki-laki seperti Jonas? Pikir Aurora ingin mengutuk pikirannya sendiri. Ternyata ia sudah seperti rumput liar yang mengganggu tanaman obat termahal yang sangat penting untuk kehidupan banyak orang. Ia hanyalah anak SMA Bina Bangsa yang belum tentu juga bisa lulus sekolah dengan nilai terbaik dan meraih prestasi cum laude di kuliahnya nanti.

Sementara Jonas sudah meneruskan sekolah di New York hingga dia lulus kuliah bisnis di Cambridge University dan S2 hukum di Harvard. Orangtuanya juga memiliki perusahaan batubara yang cukup besar di daerah Garzweiller. Setelah lulus, dia membantu orangtuanya untuk mengembangkan anak perusahaan yang beroperasi di bidang batubara di Jakarta.

Di balik jerih payah Jonas, dia sudah menjadi salah satu pengusaha muda yang sukses dan profilnya seringkali muncul di beberapa majalah bisnis di Jakarta. Aurora baru tahu kalau dia juga dikenal satu-satunya pebisnis yang bisa bertahan hidup dengan penyakit silent killer yang bersarang dalam dadanya itu. Sungguh, ia kehilangan kata-kata untuk mendeskripsikan apa yang tertera di hpnya sekarang.

Aurora melirik Jonas. Di balik blazer putih, celana jins biru tua, dan kemeja off white dengan tiga kancing atas yang dibiarkan terbuka seperti biasanya, Jonas memang memiliki daya tarik yang luar biasa.

Semakin Aurora menilik segala informasi tentang Jonas, semakin perasaannya dibuat takut kalau ia bukan seseorang yang tepat untuk berada di sisi direktur perusahaan besar. Penampilannya selalu maskulin dan memesona, sedangkan ia hanya seniman jalan yang baru menemukan keluarga barunya yang belum jelas apa mereka mau menerimanya kembali atau tetap membuangnya dan bersikap seolah berita yang disampaikan Grey hanya karangannya saja. Sontak ia kembali melihat hpnya saat Jonas menatapnya.

AurorabiliaWhere stories live. Discover now