BAB 2

95 19 5
                                    

Roxana semakin mendekat, Varthan dapat mencium bau wewangian menguar lembut dari sekujur tubuh indah wanita itu.

Varthan tidak bergerak dan menatap Roxana tanpa kedip. Napas sang raja memburu, dan Roxana berdiri di hadapannya, hanya setengah lengan di hadapannya, dan jemari lentik wanita itu terangkat, mengelus lembut pipi Varthan.

"Kau, raja muda yang begitu gagah, kau tidak mengizinkan siapapun untuk memasuki duniamu, duniamu di balik pintu kamarmu. Entah apa yang kau sembunyikan di sana. Izinkan aku, Yang Mulia. Biarkan malam ini aku menghangatkanmu di ruangan paling pribadimu itu ... " bisik Roxana dengan kilat menggoda di mata hijau cantiknya.

Varthan mengangkat tangannya, meraih tangan Roxana di pipinya, dan menurunkannya.

"Aku hanya ingin sendiri di sana, Roxana. Aku tidak butuh hiburan."

"Mengapa?" bisik Roxana, tangannya yang tadi diturunkan Varthan kini naik lagi dan menyusuri dada bidang Varthan, mengelus lembut kalung berbandul matahari emas di leher sang raja, dan mendekatkan wajahnya ke wajah Varthan, berbisik dengan desah lembut, "Aku akan menjadi permaisuri terbaik untuk Valezar. Kau harus mengakui itu, Yang Mulia Varthan. Varthanku... "

Napas Varthan semakin memburu ketika Roxana menggunakan tangannya untuk mulai menghapus cipratan darah di wajah dan leher sang raja, lalu menjilati jari jemarinya yang berlumur darah musuh Varthan. Kilat dingin di mata hijau wanita itu lurus menghunjam Varthan.

Roxana mulai mengelus rahang Varthan dan berbisik lagi,"Kau begitu kejam, begitu dingin menakutkan musuh-musuhmu, tapi kau juga begitu remuk redam di dalam hatimu. Aku tahu itu. Kau mencintai Valezar dengan hidupmu, tapi tahta Valezar juga sudah menghancurkanmu ... " elusan tangan Roxana berhenti di topeng Varthan. "Menghancurkan semua ... yang pernah bermakna untukmu, yang pernah kau kasihi ... " Roxana melarikan jemarinya di topeng yang menutupi separuh wajah Varthan.

"Jadikan aku permaisurimu ... Varthanku ... aku akan membantumu sembuh, utuh, bahagia, menjadi raja terkuat di bumi ini ... " desah Roxana, wanita nujum itu tersenyum, sambil semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Varthan sementara bibir merah merekahnya mulai liar menyusuri leher sang raja muda. "Kau dan aku. Hidup baru bersama. Aku akan membahagiakanmu, menghangatkanmu. Selama-lamanya. Tidak akan pernah berpisah. Kita lawan orang-orang yang mau mengganggu kita," bisik Roxana langsung di telinga Varthan.

Tubuh Varthan mengeras dan napasnya memburu. Ia mengangkat tangannya, hendak balas memeluk tubuh sintal Roxana, tapi matanya menangkap rajah di pergelangan tangan kirinya, rajah yang sebagian tertutup lengan pakaiannya, rajah yang tidak terlihat oleh Roxana yang terlalu sibuk menggodanya. Napas sang raja menjadi lebih tenang, dan ia mencengkeram lengan Roxana. Dengan satu sentakan tangannya, Varthan menjauhkan tubuh wanita nujum itu dari tubuhnya dan terhuyung mundur menjauh dengan napas terengah.

"Kau tidak akan menjadi permaisuriku, Roxana," ucap Varthan dengan suara gemetar menahan kobaran bara amarah. Bola mata hitam pekat sang raja membulat, menatap Roxana tajam.

Roxana mundur dan menyeringai, terkekeh serak. "Kau akan menyesali penolakanmu padaku, Varthan." Lalu dengan seringai semakin lebar, wanita itu berbalik dan berjalan gemulai, keluar dari ruang tahta.

Varthan terhuyung-huyung, jatuh berlutut di hadapan tahtanya, keringatnya mengucur, jantungnya berdebar begitu keras, menghantam-hantam rongga dadanya. Hampir. Ia hampir menyerah pada godaan Roxana, wanita nujum yang sangat licik ambisius, yang sudah menggunakan tubuh dan kecantikannya untuk memengaruhi begitu banyak laki-laki di vaerrimini, yang tidak bisa ia usir pecat begitu saja karena akan menyebabkan begitu banyak riak dari pacar-pacar gelapnya, laki-laki berpangkat tinggi yang semua ia pegang rahasia hitamnya, yang akan melakukan apa yang ia mau. Riak-riak berbahaya yang akan mengganggu keseimbangan kekuatan-kekuatan di vaerrim. Keseimbangan kekuatan antara faksi pendukungnya, penentangnya, dan kaum lompat pagar yang akan melompat membela siapapun yang kuat hari itu. Bahkan Paman Tashempun memintanya secara khusus untuk tidak memecat dan membuang Roxana walau mereka begitu benci pada wanita itu.

SANG PEMANAH MATAHARI [SUDAH TERBIT CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang