BAB 3

71 15 2
                                    

Darah dan kehancuran menyapu Valezar dari pantai-pantainya yang indah sampai pegunungannya. Bangsa Nankara, dengan seragam merah darah mereka, panji-panji bergambar Azorg, dewa kematian mereka, menerjang Valezar dari segala penjuru dalam serangan yang walau sudah diperhitungkan akan terjadi oleh Valezar, namun terjadi dengan rentang waktu yang sangat mendadak dengan kekuatan yang sangat besar dan kekejian luar biasa.

Militer Valezar kuat, tapi pengkhianatan luar biasa dari orang dalam yang mengerti seluk beluk pertahanan Valezar menyebabkan banyak rahasia telah bocor ke Nankara.

Varthan dalam patah hati dan amarahnya mengetahui adanya pengkhianatan – walaupun ia tidak yakin siapa pengkhianat sesungguhnya, dan tidak ada waktu untuk mencari tahu, ada beberapa nama jenderal dan gubernur di beberapa provinsi yang berdasarkan bisik-bisik mata-mata telah menjalin komunikasi rahasia dengan kaki tangan Nankara – bertarung habis-habisan mempertahankan kerajaannya, perlawanan yang berlangsung siang malam selama enam puluh hari. Xandkarade, panah dan busur keramat raja-raja Valezar yang tersimpan dalam tubuhnya dan hanya bisa ia keluarkan dengan mantranya, ia gunakan untuk menghancurkan sebanyak mungkin Nankara yang merangsek semakin dekat ke Elidéra, ibukota Valezar. Kesiuran panah-panah hitam berbau harum itu beterbangan dari puncak satu menara penjaga vaerrim tempat Varthan berdiri tegap mempertahankan kerajaannya, ke berbagai penjuru Elidéra, melindungi pasukan Valezar yang di garis depan, dan menghancurkan Nankara.

Langit yang menghitam karena panah-panah keramat yang seakan tak ada habisnya itu, dan Varthan yang semakin lemah karena xandkarademembutuhkan banyak kekuatan mental untuk ia tembakkan, panah dan busur yang terhubung langsung ke dalam jiwanya.

Amukan Nankara menggempur Elidéra bagaikan dewa kematian yang datang dengan sayap-sayap kegelapan, mencabut nyawa, membakar, membabat, menghancurkan segala yang indah dan menggantinya dengan asap bakaran dan amis darah. Si pengkhianat Valezar dan kaki tangannya yang juga menguasai ilmu sihir membantu melindungi para Nankara dari amukan panah xandkarade.

Satu-persatu jenderal-jenderal, pembantu-pembantu yang loyal pada Raja Varthan dibantai, kepala mereka dipenggal, kaki tangan dimutilasi, dan semua bagian tubuh itu dilempar dengan alat semacam ketapel berukuran besar ke dalam area vaerrim. Sebuah strategi yang sangat menghancurkan mental para prajurit Valezar melihat rekan-rekan, komandan-komandan mereka tewas dengan begitu brutal dan bagian-bagian tubuh mereka bagaikan hujan darah berjatuhan ke mereka.

Kepala Salloth, lalu disusul Rodan adalah yang terakhir dilempar masuk, keduanya membelalak dalam momen akhir hidup mereka.

Pasukan-pasukan Nankara sudah berhasil membobol masuk beberapa bangunan-bangunan vaerrim, dan Varthan semakin lemah sehingga ia tidak cukup kuat lagi untuk mengeluarkan xandkaradedari tubuhnya dan menembakkan xandkarade, dan dalam keadaan luka dalam itu, ia mempertahankan bangunan-bangunan itu dengan pedang dan tangan kosong. Ia merangsek, membunuh musuh-musuhnya, cipratan darah Nankara di wajahnya, dan saat Nankara pengeroyoknya berhasil merebut pedangnya, ia bertarung dengan tangan kosong dan berhasil melepaskan diri dari keroyokan itu dan menuju ruang tahta.

Varthan beserta punggawa-punggawa setianya terdesak ke dalam ruang tahta. Kecamuk kacau balau pertempuran terdengar di halaman luar ruang tahta, teriakan-teriakan dari sisa-sisa jenderalnya yang bertugas memastikan Nankara tidak masuk ke ruang tahta terdengar, bersamaan dengan teriakan, lolongan penuh kesakitan yang tak henti-hentinya terdengar.

Sang raja limbung dan menopangkan satu tangan ke kursi singgasananya, satu tangan lagi menggenggam erat pedang yang merah dengan darah segar yang masih mengalir, dari sela bibirnya juga mengalir darah merah segar yang menunjukkan luka dalamnya yang parah.

"Kita masih akan melawan habis-habisan! Kalian yang takut ... aku mengerti. Tikamkan pedang kalian ke jantung kalian sekarang. Setidaknya kalian tidak harus merasakan sakit berkepanjangan!" ucap Varthan dengan suara lantang walau darah dari sela bibirnya masih mengalir.

SANG PEMANAH MATAHARI [SUDAH TERBIT CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang